Kebijakan Konyol Melarang Jilbab
BADAN Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tengah disorot tajam terkait dengan larangan penggunaan jilbab bagi perempuan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka alias Paskibraka. Mereka dibanjiri kritik, jadi samsak kecaman, karena dianggap telah melakukan sejumlah dosa besar dalam berbangsa.
Masalah itu muncul tatkala 18 anggota Paskibraka putri tidak mengenakan hijab dalam acara pengukuhan oleh Presiden Jokowi di Ibu Kota Nusantara, Selasa (13/8). Padahal, sebelumnya mereka berhijab. Orangtua mereka mendidik sejak kecil untuk menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinan. Kalau kemudian mereka melepas jilbab, pasti ada alasan luar biasa. Alasan itu ialah larangan dari BPIP, lembaga yang sejak 2022 membawahkan Paskibraka, menggeser kewenangan Kemenpora.
Larangan itu memang tidak secara gamblang dituliskan, tetapi tersirat kuat dalam ketentuan yang pasti dibuat dengan sengaja. Ketentuan yang menurut Kepala BPIP Yudian Wahyudi sejak awal mengutamakan keseragaman. Ketentuan yang kemudian dituangkan dalam Surat Edaran Deputi Diklat Nomor 1 Tahun 2024 yang tidak memberikan pilihan berpakaian hijab bagi anggota Paskibraka yang berhijab.
Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?
Itulah yang lantas dijadikan dalih Yudian. Dalih bahwa tak ada pemaksaan kepada anggota Paskibraka melepas jilbab. Dia bilang, mereka sukarela melepas hijab di dua acara kenegaraan, yakni seremoni pengukuhan dan upacara HUT ke-79 RI di IKN, besok, untuk mematuhi aturan. Larangan dibungkus kesukarelaan.
BPIP cerdik. Pak Yudian pintar. Pintar ngeles. Namun, publik tidak bodoh. Protes dan kecaman dari publik kadung datang bak gelombang. Banyak yang marah, tidak sedikit yang geram. BPIP dianggap telah melakukan kesalahan fatal. Yudian dinilai berbuat dosa kebangsaan.
Marilah kita simak tanggapan dari sejumlah pihak. Sekretaris Umum PP Muhammadiya Abdul Mu'ti, amsalnya, menyebut larangan berjilbab untuk anggota Paskibraka perempuan ialah bentuk diskriminasi, pelanggaran HAM, pelanggaran kebebasan beragama, dan bertentangan dengan Pancasila. Serupa dengan Ketua MUI Cholil Nafis. ''Ini pelanggaran konstitusi dan sungguh tidak Pancasilais,'' begitu dia menegaskan.
Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo
Kritik keras juga datang dari Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi. Gerakan Pemuda Islam melalui Sekjen Khoirul Amin bahkan mengusulkan BPIP dibubarkan saja. Ketua Umum Purna Paskibraka Indonesia (PP) Gousta Feriza pun menyebut BPIP cupet nalar dengan ketentuan tersebut. Menurutnya, larangan penggunaan hijab mencederai kebinekaan itu sendiri. Memaksakan keseragaman sama saja mengingkari keberagaman.
Masih banyak tokoh lain yang bersuara lantang terhadap kelakuan institusi pimpinan Yudian. Apalagi netizen. Makian, sumpah serapah, mereka tumpahkan dengan penuh gairah. Komentar mereka kejam-kejam.
Kritik, protes, dan kecaman itu kiranya wajar. Anggapan bahwa BPIP telah melakukan dosa besar rasanya juga bisa diterima akal. Mengenakan jilbab ialah hak asasi manusia, melarangnya berarti melanggar HAM.
Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas
Berhijab ialah bagian dari keyakinan menjalankan perintah agama, melarangnya berarti mengekang kebebasan beragama. Bukankah Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu?
Sudah pasti, melarang orang berjilbab bertentangan dengan konstitusi, dengan Bhinneka Tunggal Ika, dengan Pancasila. Lebih celaka lagi jika larangan itu justru datang dari aparatur negara yang semestinya paham betul ayat-ayat konstitusi, yang tahu benar bagaimana menjaga nilai-nilai Pancasila.
Dalam sejarahnya, jilbab disikapi secara berbeda oleh penguasa. Jilbab, umpamanya, pernah dilarang pemerintahan Pak Harto. Dalam bukunya, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Merle Calvin Ricklefs mencatat Orde Baru selalu menghalangi umat muslim untuk menerapkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Larangan itu dicabut di era 1900-an.
Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024
Di zaman reformasi, tidak ada kebijakan melarang penggunaan jilbab. Anak-anak sekolah bebas berhijab, pegawai pemerintah juga. Bahkan, di TNI dan Polri, ia mendapatkan keleluasaan. Mau pakai silakan, tidak enggak apa-apa. Woles-woles aja.
Karena itu, konyol, sungguh konyol, jika anggota Paskribraka dilarang berhijab. Meski katanya hanya untuk dua acara, ketidakbebasan tetap saja ketidakbebasan. Kendati di luar acara itu boleh, adanya pengekangan tak bisa dinafikan, adanya pemaksaan sulit disembunyikan.
Apa pun bentuknya, sekali lagi, pengekangan dan pemaksaan dalam menjalankan agama dan kepercayaan haram hukumnya. Jilbab memang masih menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Ada yang berkeyakinan ia kewajiban bagi muslimah, ada juga yang bilang jilbab sebagai pilihan.
Saya bukan ahli agama, tapi sekalipun cuma pilihan, bukan berarti menggunakan jilbab boleh dilarang. Ia hak setiap orang, sama halnya dengan hak orang lain untuk tidak berhijab sehingga pantang dipaksa mengenakannya di institusi-institusi negeri.
BPIP memang sudah minta maaf. Pihak istana juga telah memastikan bahwa pada upacara HUT kemerdekaan, besok, anggota Paskibraka perempuan boleh berjilbab. Namun, cukupkah semua kegaduhan yang membahayakan itu hanya ditebus dengan maaf? Masih layakkah Yudian yang juga pernah menabuh kebisingan, dengan menyebut musuh terbesar Pancasila ialah agama, memimpin lembaga pembina ideologi Pancasila? Menurut banyak orang, termasuk saya, sih, tidak. Enggak tahu kalau Presiden sebagai atasannya.
Terkini Lainnya
Menabur Rahmatan lil ‘Alamin
Dua Keteladanan
Berebut Panggung Jakarta
Paus Fransiskus dan para Kritikus
Bencana Pilkada
Heboh Pesawat Jokowi, Kaesang
Kelas Menengah kian Jengah
Antara Iqbal, Armand, dan Kaesang
Daya Rusak Flexing
Jokowi dan Kita
Haus Kekuasaan
Mulanya Akal Bulus, Kini DPR Negarawan
Menahan Laju Despotisme Baru
Raja Jawa yang Ngeri-Ngeri Sedap
Tak Ada Sisa Hati Nurani
Matinya Kepakaran Matinya Kebenaran
Imaji Perang Kembang dalam Pilpres 2024
Membela Perbedaan
Pemerintah Harus Atasi Turunnya Jumlah Kelas Menengah
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap