Matinya Kepakaran Matinya Kebenaran
TUJUH tahun lalu, penggemar buku dibuat heboh oleh tulisan Tom Nichols yang berjudul The Death of Expertise yang dalam versi Indonesia diberi judul Matinya Kepakaran. Pak Tom menuangkan keresahannya dalam buku itu dengan menyoroti betapa publik secara luas di era media sosial lebih mendengarkan suara para micro-celebrity di medsos ketimbang para ahli yang memiliki kompetensi.
Banyak yang sependapat dengan buku itu, tapi ada juga yang menyebut buku itu omong kosong dan sirik belaka. Namun, diam-diam, umumnya publik mengiakan pendapat Pak Tom dalam bukunya itu. 'Bener juga, ya. Ada orang yang latar belakang keahliannya enggak ada, tapi bisa menanggapi macam-macam isu, bahkan hampir semua isu di media, khususnya yang lagi trending', tulis seorang netizen dalam teks gambar di Instagram pribadinya.
Ada seorang 'juragan' kerupuk karak online secara meyakinkan memastikan kegagalan klub Barcelona di Liga Champion disebabkan meninggalkan filosofi tiki-taka dan ogah memakai formasi 4-3-3. Ada pula seorang pengemudi taksi yang curhat ingin menulis, tapi takut perspektifnya tentang isu itu salah. Akhirnya, ia hanya menulis teks yang ringan-ringan saja di laman Facebook-nya. "Saya jadi kehilangan kesempatan untuk menuangkan gagasan saya," keluhnya.
Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?
Tom Nichols pun menyorot itu. Era digital dan media sosial membawa perubahan signifikan pada lanskap kebiasaan. Dulu, tidak semua orang bisa berbicara. Sekarang, profesor dan orang yang tidak punya kebiasaan membaca buku pun sama-sama bisa bersuara. Karena itu, siapa ahli dan siapa pendengung pun bisa punya kans yang sama untuk didengar pendapatnya. Bahkan, kans pendengung lebih besar untuk didengar.
Lihatlah, kini orang diikuti kata-katanya bukan karena kepakarannya, melainkan karena pengaruhnya yang besar di media sosial. Makin banyak jumlah follower atau subscriber seseorang di medsos, makin disimak ucapannya, bahkan diikuti dengan tindakan. Kata-kata seorang selebgram yang bukan ahli kulit akan lebih diikuti daripada dokter spesialis kulit yang tidak pernah bermain medsos.
Belum juga kelar riuh rendah soal matinya kepakaran, tahun ini penggemar buku dibuat tersentak oleh tulisan teranyar dari Steven Brill. Seorang jurnalis, pengacara, dan pendiri majalah The American Lawyer itu merilis buku berjudul The Death of Truth. Bila diterjemahkan secara bebas, arti judul buku itu ialah matinya kebenaran.
Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo
Pak Steven menukik lebih tajam lagi melihat dampak disrupsi teknologi digital yang luar biasa. Tidak hanya berdampak pada 'produk akhir', disrupsi digital dan era medsos berdampak pada produk awal: soal pikiran. Setelah the death of expertise, kini the death of truth, kata Steven Brill.
Kepada media Vanity Fair yang mewawancarainya soal buku baru itu, Steven mengatakan, "Jika kita dapat memahami bagaimana kebenaran telah dihancurkan, kita dapat melihat cara memulihkannya. Saya punya motivasi untuk memulihkan itu. Itulah intinya."
"Yang mulai saya pikirkan satu setengah tahun lalu ialah bahwa semua kekuatan kini tampaknya bersatu dalam badai yang sempurna. Kombinasi algoritma media sosial dan iklan terprogram yang secara tidak sengaja membiayai semua hal ini telah menciptakan ekosistem tempat di mana tidak ada yang percaya apa pun," papar Steven.
Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas
"Anda mengakses internet dan jika Anda orang biasa, Anda tidak tahu harus percaya apa. Saya ingin membedah bagaimana hal itu terjadi, menjelaskan konsekuensinya, tetapi juga menjelaskan apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasinya," Pak Steven menambahkan.
Kebenaran dimatikan secara sistematis melalui 'kerja sama' algoritma dan iklan yang memasarkan produk lewat informasi yang didedahkan sesuai dengan alur algoritma itu. Dalam dunia seperti itu, tidak jelas mana kebenaran dan mana kepalsuan. Informasi yang salah, tapi terus-menerus disampaikan dan difasilitasi kecerdasan buatan, lambat laun bisa 'diimani' sebagai kebenaran.
Sebaliknya, kebenaran yang sudah diverifikasi melalui rupa-rupa ikhtiar bisa tidak dipercaya karena ia sekadar melintas, sayup-sayup, dan gagal menembus aturan algoritma. Maka, kebenaran bisa terkubur. Pikiran bisa diobrak-abrik karena kebenaran itu tidak disampaikan secara 'meyakinkan'.
Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024
Siapa pun, kata Steven Brill, yang jauh lebih serius, jauh lebih maju, dan jauh lebih dalam menggunakan 'terobosan algoritma' sebagai cara untuk benar-benar mengubah segala tatanan, boleh jadi akan menang dan memegang kendali. Namun, sebagaimana keyakinan banyak orang, juga keyakinan Pak Steve, kebenaran tetap bisa dipulihkan.
Kebenaran tidak akan benar-benar bisa dikubur dan dikaburkan. Banyak yang percaya, kebenaran akan menemukan jalannya, cepat atau lambat. Ada pepatah mengatakan, 'sepandai-pandai orang menyimpan bangkai, bau busuk akan tercium juga'.
Sepintar-pintar orang memalsukan dan menekuk kebenaran, lama-lama akan terkuak juga. Mutiara tetaplah mutiara walaupun ia ditaruh di comberan.
Terkini Lainnya
Zaken Kabinet
Ancaman Ngeri Deflasi
Sang Penjaga Negeri
Paus Fransiskus Sumur Inspirasi
Menabur Rahmatan lil ‘Alamin
Dua Keteladanan
Berebut Panggung Jakarta
Paus Fransiskus dan para Kritikus
Bencana Pilkada
Heboh Pesawat Jokowi, Kaesang
Kelas Menengah kian Jengah
Antara Iqbal, Armand, dan Kaesang
Daya Rusak Flexing
Jokowi dan Kita
Haus Kekuasaan
Mulanya Akal Bulus, Kini DPR Negarawan
Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre
Krisis Mental Remaja: Tantangan Terlupakan
Man of Integrity Faisal Basri dan Hal-Hal yang belum Selesai
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap