Kriminalisasi Kebijakan
BERKALI-KALI sejumlah kalangan, termasuk presiden dan wakil presiden, mengatakan kebijakan tidak boleh dikriminalisasi. Wakil Presiden Kesepuluh dan Kedua Belas Jusuf Kalla, misalnya, kerap menyeru kepada pejabat untuk tidak takut membuat kebijakan karena kebijakan tidak bisa dikriminalisasi.
Presiden Jokowi juga kerap menyampaikan hal serupa. Dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) 2019 lalu, misalnya, Jokowi meminta agar kebijakan jangan dikriminalisasi.
“Mengenai kebijakan, jangan ada yang namanya kebijakan itu dikriminalisasi, dicari-cari. Saya mendengar ini banyak sekali. Kalau tidak ada mens rea (niat melakukan perbuatan pidana), tidak ada niat jahatnya, jangan dicari-cari. Yang namanya orang, pekerjaan banyak sekali,” kata Jokowi di acara itu.
Dengan mencontohkan kasus di DKI yang saat itu memiliki mata anggaran hingga 57 ribu, Jokowi menyatakan wajar jika ada yang keliru barang satu, dua, atau tiga. Bila ada kekeliruan minor, segera ingatkan agar tidak merembet. Jadi, selama kebijakan itu bukan diniatkan untuk menguntungkan diri atau orang lain, mestinya tidak boleh dikriminalisasi.
Kendati presiden, wapres, dan banyak pihak menyeru bahwa kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, di 'alam nyata' tidak seindah yang diucapkan. Nyatanya, banyak pejabat, bahkan mantan pejabat, yang mengeluarkan berbagai kebijakan tetap diterungku penegak hukum akibat kebijakan yang dikeluarkannya itu.
Peristiwa paling baru menimpa Thomas (Tom) Trikasih Lembong. Menteri perdagangan Kabinet Kerja 2015-2016 itu ditersangkakan, ditangkap, sekaligus ditahan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dengan kebijakan impor gula. Saat menjadi mendag, Tom Lembong mengeluarkan izin impor gula 5 juta ton.
Pertanyaannya, apa yang salah dari kebijakan Tom dalam memberi izin impor gula itu? Bukankah menteri perdagangan sebelum dan sesudah Tom mengeluarkan izin serupa? Bukankah mendag lainnya juga membuka keran impor dalam jumlah tak kalah fantastis, bahkan lebih jumbo?
Pertanyaan itu kian berderet selama Kejagung tidak menjawab secara gamblang musabab Tom diterungku dalam kasus impor gula itu. Kejagung baru menjelaskan bahwa izin impor itu dikeluarkan saat stok gula mencukupi, bahkan melimpah. Karena itu, menurut Kejagung, kebijakan izin impor gula era Tom Lembong itu membuat negara rugi.
Dengan jawaban semacam itu, pertanyaan bukannya berhenti, melainkan malah bertambah. Misalnya, kalau kebutuhan gula dalam negeri mencukupi, mengapa setelah Tom berhenti menjabat, impor gula malah bertambah? Bahkan, jumlahnya meningkat pesat di musim-musim kementerian berikutnya?
Kiranya menarik untuk digarisbawahi pernyataan pakar hukum pidana Abdul Fickar yang menilai Kejaksaan Agung keliru menetapkan Tom tersangka atas kasus korupsi impor gula. Jika alasan Kejagung menerapkan tersangka dan menangkap Tom Lembong karena kebijakannya, kata Abdul Fickar, langkah itu keliru. "Karena kebijakan itu tidak bisa dikriminalkan,” tandas Abdul Fickar.
Kebijakan itu konsekuensi dari sebuah jabatan. Kalau kriminalisasi kebijakan terus berlanjut, seperti mantan menteri, bekas dirjen dijerat pidana karena kebijakan mereka, rakyat yang merugi. Para pejabat enggan melahirkan kebijakan dan terobosan bagi publik karena takut dipidana. Para pejabat memilih jalan aman dan selamat dengan menjalankan roda pemerintahan secara business as usual.
Sekali lagi, pernyataan 'kebijakan tidak bisa dikriminalkan' kembali bergema. Namanya saja kebijakan maka ia lahir dari sebuah niat dan langkah bijak untuk kemaslahatan bersama. Bila niat atau motif membuat aturan itu hanya untuk pribadi, kerabat, atau kelompok kecil orang, aturan itu bukan kebijakan namanya, melainkan tindakan kriminal. Motif itu bisa dibuktikan bila tindakan yang dilakukan mengarah ke hal-hal jahat sejak awal seperti pengondisian untuk menguntungkan diri atau orang lain melalui poin-poin aturan yang dibuat.
Secara teori, mengutip ahli kebijakan publik Larry N Gerston, kebijakan publik ialah upaya yang dilakukan pemerintah atau pejabat dalam setiap tingkatan pemerintahan yang bertujuan memecahkan masalah publik. Selama beleid dibuat untuk memberikan solusi bagi rakyat, misalnya untuk mencukupi kebutuhan gula atau demi menambah stok, ia tergolong kebijakan yang mestinya haram untuk dikriminalisasi.
Namun, bagaimanapun, penerungkuan Tom Lembong itu bisa mendatangkan hikmah baru. Apa itu? Transparansi kebijakan dan tata kelola impor gula di negeri ini. Dari proses itu, kita bisa menyusun daftar pertanyaan baru yang bisa menyibak soal siapa yang diuntungkan impor gula selama ini, benarkah ada permainan di balik impor gula, bagaimana tata kelola impor dibuat, dan seterusnya.
Syaratnya, penyelidikan tidak cuma saat mendag dijabat Tom Lembong. Penegakan hukum terhadap tata kelola impor gula juga mesti dilakukan secara menyeluruh selama beleid itu diterbitkan semua pejabat yang menerbitkan aturan itu.
Hal itu sekaligus merupakan hikmah berikutnya, yakni menunjukkan penegakan hukum di Republik ini berjalan adil dan independen. Adil berarti berlaku bagi semua. Independen berarti tidak ada campur tangan pihak lain, demi melaksanakan pesanan pihak lain, atau untuk mengincar orang-orang tertentu.
Mampukah penegak hukum menjalankan prinsip-prinsip mendasar itu? Saya yakin mampu. Pertanyaan selanjutnya, bila mampu, maukah mereka menjalankannya? Untuk pertanyaan itu, jawabnya: mari kita bersama-sama menunggu.
Terkini Lainnya
Adab Bicara Pejabat Publik
Humor yang Mencerdaskan
Mem-branding Gibran
Keteladanan Muhammadiyah
Sengatan Hujan Pungutan
Menimbang PSN
Kans Gubernur Jakarta Mengikuti Pilpres 2029
Sihir Tanah Air
PPN 12% dan Janji Prabowo
Merayakan Kekalahan
Abdul Mu’ti dan Model Ful-Ful
Spekulasi Zonasi
Mary Jane Ditransfer, 558 Orang Tunggu Mati
Yang Ful-Ful dari Abdul Mu'ti
OTT KPK, Antara Benci dan Rindu
Frugal Living
Jalan Lain Mengakhiri Korupsi
Pembangunan HAM di Indonesia sebagai Gerakan Transformasi Sosial
Perkuatan Fungsi Regulasi melalui Inovasi Pengawasan Obat: Mewujudkan Badan POM Berkelas Dunia
Realitas Baru Timur Tengah
Indonesia Kekurangan Dokter: Fakta atau Mitos?
Serentak Pilkada, Serentak Sukacita
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap