Ilusi Sistem Pilkada
PRESIDEN Prabowo Subianto sadar betul bahwa tidak ada sistem atau tatanan yang sempurna. Karena itulah, Prabowo mengajak semua pihak untuk memikirkan kembali dan menata ulang sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan datang.
Salah satu catatan Prabowo ialah pilkada yang digelar serentak pada 27 November 2027 berbiaya mahal, sangat mahal. Kandidat baik yang menang maupun kalah sama-sama lesu karena sudah menghabiskan biaya cukup besar.
Tawaran Prabowo untuk mengoreksi sistem pilkada mestinya diterima dengan lapang dada. Tidak perlu bersikap defensif dengan argumentasi bahwa Prabowo hendak membalikkan arah jarum jam. Kesempurnaan sebuah sistem tercapai lewat proses koreksi yang dilakukan terus-menerus.
Koreksi sistem pilkada secara berkesinambungan sebuah keniscayaan. Jika meminjam istilah Susilo Bambang Yudhoyono, sistem dan tatanan sempurna ialah ilusi. “Kita perlu menginsafi bahwa yang abadi adalah koreksi terus-menerus dan perbaikan berkelanjutan," kata SBY suatu ketika.
Pada mulanya pilkada langsung sejak 2005 dimaksudkan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam sistem pemilihan tidak langsung melalui DPRD. Hasilnya malah jauh panggang dari api, beragam masalah malah bermunculan.
Setelah 19 tahun berlalu, pilkada langsung gagal memperbaiki sistem pilkada tidak langsung lewat DPRD. Persoalan malah kian bertambah antara lain biaya pilkada yang selangit mahalnya.
Pilkada yang digelar pada 27 November 2024 menelan biaya Rp28,6 triliun. Itu biaya resmi yang dikeluarkan dari uang APBN/APBD. Biaya tidak resmi jauh lebih besar lagi.
Hasil survei KPK menyebutkan biaya yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota sebesar Rp20 miliar-Rp30 miliar. Sementara itu, gubernur atau wakilnya membutuhkan modal Rp100 miliar. Pilkada serentak 2024 dilaksanakan di 545 daerah meliputi 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Sedikitnya terdapat 1.556 pasangan kandidat kepala daerah.
Elok nian jika melakukan pengkajian secara menyeluruh mekanisme pilkada, janganlah tergesa-gesa memberikan kristalisasi, memberikan bentuk kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah. Tak elok pula bila terlalu sering gonta-ganti sistem pilkada.
Pilkada langsung dan pilkada tidak langsung sama-sama konstitusional. Konstitusi hanya menyebutkan kepala daerah dipilih secara demokratis. Bunyi lengkapnya, dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, 'Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai sebagai kepala pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis'.
Pemaknaan ‘demokrasi’ dapat dilakukan secara lebih fleksibel. Artinya, pembuat undang-undang dapat menentukan sistem pilkada yang sesuai dengan kondisi sosial suatu daerah, apakah secara langsung ataukah melalui perwakilan di DPRD.
Kiranya perlu dilakukan penelitian secara saksama dengan melibatkan berbagai perguruan tinggi. Perlu diteliti apakah lembaga pengawas pilkada sudah bekerja maksimal atau belum untuk mencegah dan mengusut dugaan politik uang.
Tidak kalah pentingnya, justru ini yang diabaikan dengan penuh kesadaran, ialah pembentukan warga negara yang sadar berdemokrasi melalui pendidikan kewarganegaraan. Hanya warga negara yang sadar berdemokrasi yang menolak politik uang.
Masih banyak warga yang menerima politik uang. Hasil kajian KPK menemukan fakta sebanyak 72% responden pemilih menerima politik uang dan 82% di antaranya perempuan dengan rentang usia di atas 35 tahun.
Gonta-ganti sistem pilkada tanpa disertai pembenahan menyeluruh hanyalah ilusi. Itu namanya ilusi sistem pilkada.
Terkini Lainnya
Ketimpangan
Belajar dari Koin Jagat
Akal Sakit di Laut Tangerang
Negara dalam Negara
Meretas Ormas
Rezim Perizinan Pemagaran Laut
Serakah tak Bertepi
Mengimpor Hakim
Anak Muda Penguat Demokrasi
Saranghaeyo, STY
Merayakan UMKM
Kisah Maling Ayam Dipenjara 2 Tahun
Harapan (tak lagi) seperti Hujan
Pak Jokowi Korupsi?
Titik Lompat
Tongkat Nabi Musa
Penghancuran Kreatif
Krisis Literasi Digital
Pendidikan Kedokteran Transformasional Berbasis Komunitas
Trumpisme dalam Tafsiran Protagorian: Relativitas dalam Ekonomi Global
PLTN di Tengah Dinamika Politik dan Korupsi, Siapkah Indonesia Maju?
Setelah 30 Kali Ditolak MK
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap