Pak Jokowi Korupsi
BENARKAH Jokowi korupsi? Betulkah Presiden Ke-7 RI itu merupakan salah satu pemimpin yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi? Itulah pertanyaan yang mengemuka di penjuru negeri hari-hari ini setelah OCCRP merilis tokoh-tokoh jahat dunia.
OCCRP atau Organized Crime and Corruption Reporting Project ialah organisasi jurnalisme investigasi terbesar di dunia. Kantor pusatnya di Amsterdam, Belanda, dan memiliki staf di enam benua. Lembaga tersebut didirikan pada 2007 oleh reporter investigasi veteran, Drew Sullivan dan Paul Radu.
Embrio OCCRP di Eropa Timur, lalu berkembang menjadi kekuatan utama dalam jurnalisme investigasi kolaboratif yang menjunjung tinggi standar tertinggi untuk pelaporan kepentingan publik. Ada empat pilar utama mereka dalam bekerja. Salah satunya, mempercepat perang melawan kejahatan dan korupsi global untuk memajukan dampak lebih luas.
Nah, dengan visi, misi, dan pilar itu, mereka barusan membuat negeri ini heboh, geger. Musababnya, dalam rilis akhir tahun, mereka menempatkan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi dalam daftar finalis tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024.
Jokowi bersanding dengan sederet tokoh lainnya, semisal Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan PM Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha asal India, Gautam Adani.
Menjadi nomine tokoh jahat dan korup, apalagi oleh sebuah lembaga internasional, tentu tidak menyenangkan. Ditempatkan di jajaran orang-orang seperti itu jelas memalukan. Itu aib luar biasa, jelaga tiada tara, tidak cuma buat yang bersangkutan, tetapi juga bagi negaranya.
Bagi kita, Indonesia, dimasukkannya Jokowi sebagai Person of the Year 2024 untuk kategori kejahatan terorganisasi dan korupsi kiranya menjadi catatan kelam pada akhir tahun dan kado pahit pada awal tahun.
Jokowi memang hanya menjadi finalis. Ia bukan pemenang. Bukan juara. Pemimpin Suriah yang belum lama ini kabur dari negaranya, Bashar al-Assad, lah yang oleh OCCRP dinobatkan sebagai tokoh paling korup sepanjang 2024.
Apa pun itu, Indonesia sudah menjadi sorotan. Di dalam negeri, muncul perang perdebatan. Tajam, panas. Yang pro berargumen bahwa penelitian OCCRP menunjukkan keterlibatan Jokowi dalam praktik-praktik yang merugikan negara. Yang kontra menyebut penelitian OCCRP sangat mungkin ada agenda tertentu yang menyertainya.
Bagaimana dengan Jokowi? Serupa yang sudah-sudah. Kepada juru warta di kediamannya di Sumber, Kecamatan Banjarsari, Surakarta, Selasa (31/12), dia bilang agar dibuktikan saja kalau memang korupsi. ''Yang terkorup, terkorup apa? Yang dikorupsi apa? Ya dibuktikan saja.'' Tak lupa, dia mengatakan bahwa saat ini banyak sekali beredar fitnah, framing jahat, terhadap dirinya.
Benarkah masuknya Jokowi sebagai finalis tokoh terjahat dan terkorup sekadar fitnah? Yang pasti, memang tidak ada bukti konkret. OCCRP membuat daftar berdasarkan voting dari para pembaca, jurnalis, juri, dan pihak lain dalam jaringan global mereka. Kalau bicara hukum, jika menyoal bukti, hingga kini Jokowi tidak bisa disebut korupsi.
Akan tetapi, OCCRP kiranya juga pantang diabaikan begitu saja. Mereka ialah jaringan besar, luas, dan dalam dari orang-orang atau wartawan yang melakukan investigasi. Kredibelkah mereka? Bisa dipertanggungjawabkankah metodologi mereka? Kalau kredibilitas dan metodologi yang mereka pakai ngawur, sesat, alangkah baiknya pihak yang pro Jokowi membelejetinya.
Yang saya tahu, sejarah menulis, kinerja-kinerja jurnalismelah yang justru dapat menyajikan sesuatu yang tak bisa diurai sistem hukum, apalagi sistem yang korup. Banyak perkara besar terungkap karena kinerja jurnalisme. Skandal Watergate pada 1972 yang memaksa Presiden AS Richard Nixon, misalnya. Skandal Expenses pada 2009 yang diungkap Daily Telegraph ihwal penggunaan dana publik yang tak pantas oleh anggota Parlemen Inggris, amsalnya.
Bagi saya, perlu banyak waktu untuk menyatakan bahwa Pak Jokowi korupsi atau tidak. Juga, perlu keberanian dan kemauan tingkat tinggi dari negara untuk membuktikan dan sampai pada kesimpulan. Keberanian itu penting, kemauan yang utama, karena di dalam negeri pun tak sedikit yang berani bersuara soal dugaan itu.
Dosen UNJ Ubedillah Badrun bahkan tak cuma bicara. Pada 10 Januari 2022, dia melaporkan dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang keluarga istana. Pada 28 Agustus lalu, dia kembali menyambangi Gedung Merah Putih untuk melaporkan Jokowi dan putranya, Kaesang Pangarep. Sudah empat kali Ubed datang, tapi tindak lanjut laporan yang dia layangkan enggak jelas sampai sekarang.
Dalam suratnya kepada Uskup Mandell Creighton pada 1887, sejarawan dan politikus Inggris Lord Acton bilang bahwa power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut pasti korup. Adagium itu abadi dari dulu hingga ini. Jadi, benarkah Pak Jokowi yang berkuasa 10 tahun korupsi?
Pertanyaan itu kiranya tak pernah akan menemukan jawaban. Kita bukan Korea Selatan, negara surplus nyali mengadili para pemimpin mereka yang diduga bersalah. Bayangkan, lima dari tujuh mantan presiden mereka divonis bersalah karena korupsi, sedangkan kita?
Terkini Lainnya
Pagar Konstitusi
Naturalisasi Hakim
Ketimpangan
Belajar dari Koin Jagat
Akal Sakit di Laut Tangerang
Negara dalam Negara
Meretas Ormas
Rezim Perizinan Pemagaran Laut
Serakah tak Bertepi
Mengimpor Hakim
Anak Muda Penguat Demokrasi
Saranghaeyo, STY
Merayakan UMKM
Kisah Maling Ayam Dipenjara 2 Tahun
Harapan (tak lagi) seperti Hujan
One-State Vs Two-State: Menimbang Masa Depan Palestina
Makanan Bergizi dan Kebangkitan Diversifikasi Pangan
Sinergi Membangun Bangsa melalui Pemerintahan yang Inklusif
Trumpisme dalam Tafsiran Protagorian: Relativitas dalam Ekonomi Global
PLTN di Tengah Dinamika Politik dan Korupsi, Siapkah Indonesia Maju?
Setelah 30 Kali Ditolak MK
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap