visitaaponce.com

NKRI Harga Nego

SEMESTINYA tak ada yang perlu dikhawatirkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono ihwal penindakan terhadap pelaku pemagaran laut di perairan Tangerang, Banten.

Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki segalanya, yakni undang-undang, personel, dan peralatan. Jika memiliki kekurangan personel atau merasa kurang memiliki kecakapan untuk mengusut kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 km, Menteri KKP tinggal meminta bantuan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengirimkan personelnya.

Terlebih lagi langkah Menteri KKP melakukan penyegelan dan belakangan manut ke TNI-AL untuk membongkar pagar laut yang meresahkan para nelayan tersebut berdasarkan perintah Presiden Prabowo Subianto.

Kewenangan, personel, peralatan, asistensi Polri, dan perintah Prabowo sudah lebih dari cukup, bahkan 'istimewa' bagi Sakti Wahyu Trenggono untuk mengungkap siapa pembuat pagar laut. Setidaknya inisial pelaku untuk menjaga presumption of innocence (asas praduga tidak bersalah).

Rakyat menanti pengungkapan kasus pemagaran laut sejak penyegelan pada 9 Januari 2025. Pemagaran laut jelas bukan dilakukan oleh nelayan secara swadaya meskipun ada kelompok nelayan yang bernama Jaringan Rakyat Pantura mengaku sebagai pelakunya.

Logika publik tak bisa dibodohi oleh kelompok abal-abal itu. Pasalnya, membangun pagar laut sepanjang separuh tol Jagorawi, mengutip Ketua Komisi IV DPR Titiek Soeharto, membutuhkan dana yang besar. Jutaan kayu disiapkan untuk mencaplok wilayah pesisir pada 16 desa di 6 kecamatan. Pendanaan yang besar diduga kuat berasal dari 'orang kuat' yang memiliki pengaruh secara ekonomi dan politik.

Rakyat, wabilkhusus nelayan, mengapresiasi inisiatif TNI Angkatan Laut yang segera membongkar pagar laut. Atas nama perintah Presiden Prabowo, kesatuan matra laut yang memiliki moto Jalesveva jayamahe yang artinya Kejayaan kita ada di laut memimpin pembongkaran pagar laut.

Sekitar 3.000 personel gabungan dikerahkan. Mereka berasal dari TNI-AL, KKP, Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), beserta pemangku kepentingan terkait lainnya. Belum lagi sekitar ratusan nelayan setempat terlibat dalam pembongkaran pagar laut.

Ribuan personel terlibat dalam pembongkaran pagar laut tentu saja membutuhkan dana yang besar juga. Rakyat mengharapkan kehadiran negara dalam perkara pagar laut ini bukan sebatas membongkar, melainkan menemukan pelaku dan memproses secara hukum (rule of law).

Kasus pagar laut ialah momentum bagi pemerintahan Prabowo untuk menegakkan hukum yang seadil-adilnya. Kesejahteraan rakyat tak mungkin dibangun tanpa hukum yang tegas berlandaskan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Gusti Allah Ora Sare. Di tengah 'kesulitan' KKP menemukan pelaku pemagaran, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengungkap nama-nama korporasi yang membuat sertifikasi di area pemagaran laut.

Baik penyegelan pagar laut oleh KKP maupun pengungkapan nama-nama korporasi yang menyertifikasi laut oleh kementerian yang dipimpin Nusron Wahid, semuanya berkat partisipasi warganet yang membukanya di media sosial.

Prinsip no viral no justice masih menjadi andalan publik untuk mendapatkan keadilan di negara yang sebenarnya berdasarkan hukum (rechsstaat) sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Pasal tersebut berbunyi: 'Negara Indonesia adalah negara hukum'.

Pemagaran laut dan sertifikasi hak guna bangunan (HGB) dan sertifikasi hak milik (SHM) di perairan laut Tangerang diduga berkaitan. Sertifikat HGB dikuasai oleh PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Tak kurang gilanya, sertifikat itu juga dimiliki perorangan, yakni sebanyak sembilan bidang dan surat hak milik (SHM) sebanyak 17 bidang.

Kedua korporasi, PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, diduga terafiliasi dengan taipan Sugianto Kusuma alias Aguan dan Agung Sedayu Group. Perusahaan milik konglomerat kakap itu mengelola Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, mengonfirmasi kepemilikan sertifikat tersebut. "SHGB di atas sesuai dengan proses dan prosedur. Kita beli dari rakyat SHM (sertifikat hak milik)," kata Muannas Alaidid pada Jumat, 24 Januari 2025, seperti dikutip Antara.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid berjanji akan membatalkan semua sertifikat di kawasan tersebut karena berada di luar garis pantai. Pihaknya, kata Nusron, telah membatalkan sebanyak 50 sertifikat SHGB dan SHM.

Pemagaran laut dan sertifikasi laut terang benderang menabrak sejumlah peraturan. Menurut Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), kasus pagar laut diduga melanggar 13 peraturan undang-undang, di antaranya UU Cipta Kerja, UU Pokok Agraria, UU Kelautan, serta UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil.

Setali tiga uang, sertifikasi laut kepada korporasi dan perorangan juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/2010 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Putusan itu menegaskan pemberian hak pengusahaan atau konsesi agraria di perairan pesisir dilarang. Pemerintah jangan sekadar membatalkan sertifikasi laut, tetapi juga memproses mereka yang terlibat secara hukum.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ialah milik kita bersama. Pemerintahan Prabowo yang diberikan mandat oleh rakyat harus menjaga keutuhan NKRI. Tak ada orang atau sekelompok orang yang berada di atas hukum. Indonesia bukan negara kekuasaan (machtstaat).

NKRI ialah harga mati, bukan 'harga nego'. Akhiri perselingkuhan penguasa dan pengusaha sehingga menguasai hajat hidup orang banyak, seperti perampasan ruang laut (ocean grabbing). Tabik!

 

 



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat