visitaaponce.com

Negara Boros

IBARAT pepatah, besar pasak daripada tiang. Itulah kondisi pengelolaan negara Indonesia yang sejak Orde Baru hingga saat ini, pascareformasi, pemborosan anggaran negara masih belum terpecahkan. Selit belit.

Pemborosan anggaran negara ini mengakibatkan kebocoran anggaran. Seperti air, mengalir sampai jauh tak keruan. Seiring dengan itu, para koruptor pun berpesta pora.

Para pencoleng uang negara itu bekerja secara terstruktur, sistematis, dan masif. Mereka beroperasi sejak dari hulu dengan 'mengawal' pada tahap perencanaan anggaran. Celakanya, 'pengawalan' anggaran itu dilakukan secara 'sempurna' melibatkan pihak eksekutif dan legislatif.

Mendiang begawan ekonom yang juga ayahanda Presiden Prabowo Subianto, Sumitro Djojohadikusumo, pada 1993 pernah merisaukan kebocoran dana pembangunan. Menurutnya, kebocoran anggaran negara saat itu sebesar Rp30% atau hampir Rp8 triliun. Mengerikan.

Narasi penghematan anggaran selalu didengungkan dari satu rezim ke rezim berikutnnya. Namun, hal itu tak kunjung membuahkan hasil. Meski sudah diterbitkan regulasi penghematan anggaran, ada saja siasat penyelenggara negara untuk mengakalinya.

Kini, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan jurus yang sama. Presiden kedelapan Republik Indonesia itu mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.

Dari kebijakan itu, penghematan belanja negara yang ditujukan kepada seluruh jajaran pemerintahan dari pusat sampai daerah diperkirakan sebesar Rp306,695 triliun. Angka itu terdiri atas penghematan APBN 2025 sebesar Rp256,10 triliun dan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,595 triliun.

Penghematan hanya menyasar belanja yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/diskusi.

Selain itu, penghematan belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional. Belanja perjalanan dinas juga 'disembelih' sebesar 50%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi merilis daftar 16 belanja yang harus dipangkas kementerian/lembaga (K/L).

Penghematan anggaran mulanya untuk melapangkan jalan makan bergizi gratis (MBG) yang membutuhkan dana tambahan sebesar Rp100 triliun untuk menjangkau 82,9 juta penerima hingga akhir 2025. Anggaran MBG yang sudah diketok palu saat ini sebesar Rp71 triliun.

Namun, banyak program populis Prabowo lainnya membutuhkan fulus untuk mengeksekusinya, seperti pembiayaan tiga juta rumah per tahun dengan sebesar Rp35 triliun. Prabowo mengultimatum program penghematan anggaran itu tuntas pada 14 Februari mendatang.

Di samping program populis sesuai dengan janji kampanye yang harus ditunaikan, Prabowo juga pusing tujuh keliling membayar pokok utang dan bunga jatuh tempo pada tahun ini sebesar Rp1.353 triliun.

Prabowo diwarisi utang luar negeri segunung dari Jokowi sebesar Rp8.500 triliun akibat kebijakan Jokowi yang ugal-ugalan selama memerintah Republik ini.

Tak hanya itu, Prabowo juga dipastikan pusing sendiri karena 'kabinet gemoi' yang dibuatnya. Semula era Jokowi jumlah kementerian sebanyak 34, kini Prabowo mengangkat 109 orang dalam Kabinet Merah Putih. Rinciannya, 48 menteri, 5 pejabat setingkat menteri, dan 56 wakil menteri.

Dengan jumlah pejabat sebanyak itu, tentu membutuhkan anggaran, sumber daya manusia, dan kantor. Center of Economic and Law Studies (Celios) memprediksi kabinet gemuk Prabowo bakal memboroskan anggaran hingga Rp1,95 triliun.

Dalam konteks penghematan di tengah defisit yang terus melebar, Prabowo harus berani mengevaluasi kementeriannya yang tambun itu. Setelah 100 hari pemerintahannya, mantan Danjen Kopassus itu tentu sudah tahu kinerja para pembantunya, termasuk efektivitas kementeriannya yang memiliki dua sampai tiga wakil menteri.

Sejauh ini publik belum mengetahui pembagian tugas dua dan tiga wamen dalam kementerian. Sama tidak jelas dengan pembagian kerja bos mereka, Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Rakabuming Raka.

Penghematan anggaran semestinya menjadi momentum perubahan tata kelola anggaran menuju lebih baik.

UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, yakni akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Prabowo yang bercita-cita mati sebagai patriot tentu tidak akan membiarkan politik balas budi berujung mudarat. Rakyat mengharapkan Prabowo tampil beda dari 'Mulyono'. Prabowo harus menjadi 'macan', bukan 'meong' yang tunduk pada oligarki. Warisan 'Mulyono' yang buruk, seperti pagar laut dan sertifikasi laut, harus segera dituntaskan.

Reformasi birokrasi ialah kunci pengelolaan pemerintahan. Reformasi dimulai dari jiwa reformis sang pemimpin. Kepemimpinan yang inovatif, progresif, berkomitmen pada hukum dan etika dari sosok Prabowo akan bisa menyulap pertumbuhan ekonomi dari 5% ke 8% year on year (yoy) secara berkelanjutan.

Walakin, pencapaian angka itu hanya ilusi jika business as usual. Padahal, angka 8% itu mutlak diperlukan agar Indonesia keluar dari status negara middle income trap menuju negara maju.

Prabowo jangan seperti yang dikhawatirkan Nikita Krushchev, negarawan dari Uni Soviet. "Politisi semuanya sama. Mereka berjanji untuk membangun jembatan meski tidak ada sungai," kata Nikita. Tabik!

 



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat