visitaaponce.com

Agus Rahardjo Darurat Korupsi di Indonesia Hasil Kerja Presiden

Agus Rahardjo: Darurat Korupsi di Indonesia Hasil Kerja Presiden
Agus Rahardjo: Darurat Korupsi di Indonesia Hasil Kerja Presiden.(Tangkapan layar Bedah Editorial Media Indonesia)

MANTAN Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo menilai kondisi darurat korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan hasil dari kebijakan pemimpinnya. Sebab, pemberantasan korupsi langsung dipimpin presiden sebagai Kepala Negara.

“Kita bisa lihat Pak Jokowi di periode pertama, cukup bagus. Sehingga Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pernah mencapai 40. Dulu mau pilih menteri juga dikonsultasikan kepada KPK,” ucap Agus dalam acara Bedah Editorial Media Indonesia yang ditayangkan di Metro TV, Rabu (17/7).

Agus mengakui bahwa di ujung berakhirnya masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kondisi korupsi di Indonesia samakin memburuk. Semua itu dimulai dari pelemahan KPK lewat revisi UU KPK.

Baca juga : Presiden Terpilih Diharapkan Bentuk Kabinet yang Efisien dan Efektif

“Kalau masih ingat dulu KPK diisukan sarang taliban. Setelah itu dilakukan revisi. Itu kan masyarakat sedikit sekali yang membela KPK. Sehingga KPK saat itu boleh dikatakan sendirian untuk mencoba membendung agar tidak revisi, tetapi ternyata tetap direvisi,” kata dia.

Praktik menurunnya pemberantasan korupsi juga tidak hanya terjadi di masyarakat, seperti hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan masyarakat semakin permisif terhadap perilaku korupsi. Tetapi ada faktor yang juga tak kalah penting ialah birokrasi di Indonesia yang semakin lama semakin memburuk.

“Saya sering mengeluhkan birokrasi ini perlu dilakukan reformasi yang benar. Karena puluhan tahun tidak tuntas-tuntas. Reformasi birokrasi yang mungkin bisa ditiru itu yang sebetulnya yang dijalankan oleh KPK. Menerima sumbangan tidak boleh, datang ke acara tidak boleh, tidak boleh minum segala macam. Itu sebenarnya bagus, tetapi konsekuensinya ya gajinya harus tinggi. Itu semua wajar. Itu kebutuhan mereka,” jelas Agus.

Di detik-detik masa berakhirnya pemerintahan Jokowi, Agus juga tak begitu yakin akan ada perubahan yang signifikan terhadap perilaku masyarakat maupun birokrasi yang menunjukkan sikap antikorupsi. Dia justru berharap presiden baru yang akan menggantikan Jokowi yang dapat membawa perubahan dan menguatkan kembali peran KPK.

“Saya berharap presiden baru, mau melakukan perubahan, Pak Prabowo mau melakukan perubahan. Mempunyai sikap pemberantasan korupsi. Itu harus jadi agenda utama. Saya berharap begitu. Mudah-mudahan nanti pada waktunya bisa terpenuhi,” ujar Agus.

“Waktunya sudah terlalu singkat untuk (Jokowi) melakukan (perubahan). Paling tidak evaluasi yang benar, jujur, itu diberikan ke presiden yang baru untuk menjalankannya. Karena seperti yang saya bilang, keberhasilan IPK 40 itu komitmen presiden. bahwa memang itu harus dijalankan tanpa ada komitmen, KPK tidak bisa sendirian. Jadi, saya berharap evaluasi yang jujur dan benar disampaikan ke presiden yang baru untuk melakukan agenda-agenda melawan korupsi ini,” tutupnya. (Dis)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat