visitaaponce.com

Megawati Dinilai Konsisten Perjuangkan Demokrasi

Megawati Dinilai Konsisten Perjuangkan Demokrasi
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri(MI / Usman Iskandar)

MANTAN Presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri dinilai konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.  Sekretaris Dewan Nasional Setara Institut Benny Susetyo , menilai Megawati identik dengan simbol reformasi, terutama setelah peristiwa 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli). 

“Yang menjadi titik balik dalam perjuangan demokrasi di Indonesia. Tanpa Megawati, revolusi mental dan reformasi mungkin tidak akan terwujud,” jelas Benny di Jakarta, Kamis (18/7). 

Dalam masa kecilnya, Megawati tumbuh dalam lingkungan yang sangat politis dengan ayahnya Soekarno yang merupakan tokoh sentral dalam kemerdekaan dan presiden pertama Indonesia. Pendidikan politik Megawati dimulai sejak dini, karena ia menyaksikan langsung bagaimana ayahnya memimpin negara dalam masa-masa penuh tantangan.

Baca juga : Mantan Penyidik KPK Nilai Permintaan Megawati untuk Transparansi dan Akuntabilitas

Perjalanan politik Megawati dimulai pada era 1980-an ketika ia terjun ke dalam dunia politik dengan bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Di tengah tekanan rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, Megawati mulai menunjukkan keberaniannya. Pada tahun 1993, ia terpilih sebagai Ketua Umum PDI, menggantikan Soerjadi. 

“Pemilihannya sebagai Ketua Umum PDI tidak hanya menandai kebangkitan PDI, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemimpin oposisi,” ungkap Benny. 

Benny menjelaskan Puncak perjuangan Megawati terjadi pada peristiwa 27 Juli 1996, yang dikenal sebagai Kudatuli. Pada hari itu, kantor pusat PDI di Jakarta diserbu oleh kelompok pro pemerintah yang ingin menggulingkan kepemimpinan Megawati. 

Baca juga : PDIP Jelaskan Maksud Megawati Sebut Nama Jokowi

Serangan ini menyebabkan kerusuhan besar dan beberapa orang kehilangan nyawa. Namun, peristiwa ini juga menguatkan posisi Megawati sebagai simbol perlawanan terhadap rezim otoriter Soeharto. Peristiwa Kudatuli menjadi titik balik penting dalam sejarah reformasi Indonesia. 

"Megawati menunjukkan keteguhan dan keberaniannya, tidak menyerah pada tekanan dan intimidasi. Keberaniannya menginspirasi banyak orang, terutama kalangan mahasiswa dan aktivis, untuk terus memperjuangkan demokrasi dan reformasi," katanya.

Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi. Megawati memainkan peran penting dalam proses ini. Sebagai Wakil Presiden di bawah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati terlibat dalam upaya untuk memperbaiki sistem politik dan hukum di Indonesia. 

Baca juga : Rakernas Hasilkan 17 Rumusan Sikap Politik, PDIP Juga Minta Maaf

Ketika Gus Dur diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001, Megawati kemudian dilantik menjadi Presiden ke-5 Indonesia. Sebagai Presiden, Megawati menghadapi berbagai tantangan besar, termasuk krisis ekonomi dan politik. Namun, ia berhasil memperkenalkan beberapa reformasi penting. 

Salah satu pencapaiannya yang paling signifikan adalah pemisahan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). 

Menurutnya, langkah ini penting untuk memperkuat kontrol sipil atas militer dan mencegah campur tangan militer dalam urusan politik. Megawati juga memperkenalkan pemilu presiden langsung, yang memberikan rakyat hak untuk memilih presiden mereka secara langsung. 

Baca juga : Digoda Isi Posisi Ketum PDIP, Puan : Berdoa Saja, Insya Allah

"Ini merupakan langkah penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Selain itu, ia juga membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menjadi lembaga penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," tambahnya.

"Megawati sering kali berbicara tentang pentingnya revolusi mental, konsep yang diwarisi dari ayahnya, Bung Karno. Revolusi mental adalah tentang mengubah pola pikir dan mentalitas masyarakat agar menjadi lebih mandiri, percaya diri, dan tidak mudah terjajah oleh kekuatan asing atau internal yang korup. Megawati percaya bahwa revolusi mental adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang berdaulat dan negara yang kuat," sambungnya.

Dalam berbagai pidatonya, Megawati selalu menekankan pentingnya integritas, kejujuran, dan moralitas dalam politik. Ia mengingatkan bahwa pemimpin harus memiliki nilai-nilai keutamaan (arate) dan tanggung jawab moral.

"Menurutnya, politik bukan hanya tentang kekuasaan, tetapi juga tentang melayani rakyat dan memperjuangkan kesejahteraan umum. Megawati dikenal sebagai sosok yang konsisten dan setia terhadap konstitusi, meskipun harus melalui jalan penderitaan," katanya lagi.

"Keberanian dan keteguhannya tercermin dalam pidato-pidatonya yang sering mengutip tokoh-tokoh dunia dan pemikiran filsafat. Megawati bukan hanya seorang politisi, tetapi juga seorang filsuf yang berbicara tentang kebenaran tanpa menutup-nutupi. Ketika kekuasaan menyimpang dari konstitusi, Megawati dengan tegas menyuarakan kebenaran, meskipun sering kali tidak mengenakkan bagi mereka yang berkuasa," tegasnya.


Megawati, dilanjutkannya, mengajarkan bahwa demokrasi yang sehat harus berlandaskan pada konstitusi yang kuat. Konstitusi adalah fondasi yang menjaga agar kekuasaan tidak menyimpang dan tetap pada jalurnya. Dalam berbagai kesempatan, Megawati selalu menekankan pentingnya menghormati dan menjalankan konstitusi dengan konsisten. 

Hal ini terlihat jelas dalam upayanya memisahkan Polri dari TNI dan menyelenggarakan pemilu presiden langsung, langkah-langkah yang memperkuat demokrasi dan transparansi dalam pemerintahan.

Salah satu tantangan besar dalam menjaga demokrasi adalah fenomena populisme. Populisme sering kali menggunakan jargon anti-kemapanan dan pro-rakyat untuk menarik dukungan. 

Namun, program-program yang diusung populis sering kali tidak realistis dan hanya mempermainkan harapan rakyat. Ini mengakibatkan rakyat menjadi korban dari janji-janji yang tidak terpenuhi. 

"Megawati menyadari bahaya populisme ini dan selalu menekankan pentingnya pemimpin yang memiliki keutamaan (arate) dan tanggung jawab moral. Populisme politik menjerumuskan rakyat miskin menjadi korban dari cara-cara berpolitik yang manipulatif. Kampanye populis sering kali memanfaatkan emosi dan ketidakpuasan rakyat tanpa menawarkan solusi yang nyata dan berkelanjutan," katanya. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat