Penghapusan Sanksi Diskualifikasi Memperlebar Celah Korupsi
Dalam uji publik dua Peraturan KPU (PKPU) mengenai kampanye dan dana kampanye pada Jumat 2 Juli 2024 lalu, KPU mengumumkan bahwa ketentuan pemberian sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye akan dihapus.
Indonesia Corruption Watch mengkritisi niat dari KPU untuk kembali mengutak-atik peraturan dana kampanye rancangan PKPU tersebut. Peneliti ICW Seira Tamara menyampaikan KPU justru akan membuat penyelenggaraan pemilu semakin jauh dari prinsip integritas dan membuka pintu korupsi lebih lebar lagi.
KPU berdalih bahwa ketentuan terkait pelaporan dana kampanye itu bertentangan dengan UU nomor 6/2020 (UU Pilkada) yang hanya mengatur sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang menerima sumbangan terlarang, bukan terhadap pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye.
Baca juga : Penyumbang Dana Kampanye Pilkada Dibagi 4 Kategori
"Argumentasi tersebut menunjukan bahwa KPU sebagai penyelenggara tidak menganggap pelaporan dana kampanye sebagai hal yang krusial dan bermanfaat bagi pemilih," ujar Seira, hari ini.
Menurut ICW, laporan dana kampanye baik dalam bentuk Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) LPSDK, dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) sangat penting bagi pemilih untuk memberikan informasi mengenai aktor yang menyumbang, untuk apa sumbangan tersebut digunakan, serta untuk menjaga integritas pemilu.
"Padahal mayoritas anggota KPU hari ini adalah sebelumnya adalah penyelenggara pemilu di daerah yang pernah menyelenggarakan Pilkada yang pada waktu itu memberlakukan sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye," kata dia.
Baca juga : KPU Pastikan Sistem Pelaporan Dana Kampanye tidak Eror Seperti Sirekap
Sebelumnya, PKPU nomor 5/2017 Pasal 54 secara tegas memberikan sanksi diskualifikasi atau pembatalan sebagai pasangan calon bagi yang tidak menyampaikan LPPDK sampai batas waktu yang sudah ditentukan.
Sedangkan, rancangan PKPU dana kampanye terbaru untuk Pilkada Serentak 2024, pada Pasal 65 Ayat (4), hanya memberikan sanksi tidak ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah terpilih sampai pasangan calon menyampaikan LPPDK.
Pada sisi lain, rancangan PKPU terbaru hanya memberikan sanksi administrasi bagi pasangan calon yang tidak menyampaikan LADK sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam bentuk: peringatan tertulis dan dilarang untuk melakukan kegiatan kampanye (Pasal 65, Ayat (1), (2), dan (3)).
Baca juga : Korupsi Politik Pemilu 2024 Masih Akan Terjadi
"Dalam rancangan PKPU terbaru, KPU memberikan toleransi waktu tujuh hari pasca batas akhir penyampaian LADK dan peringatan tertulis bagi pasangan calon yang belum menyampaikan LADK. Jika setelah diberikan kesempatan selama tujuh hari tidak kunjung menyampaikan LADK maka dikenakan sanksi larangan untuk melakukan kegiatan kampanye," jelas Seira
Sanksi ini tentunya tidak sejalan dengan prinsip integritas pemilu yakni transparansi dan akuntabilitas karena KPU tetap memberikan toleransi kepada pasangan calon untuk tetap menjadi peserta pemilu.
Selain itu, tersajinya informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang disampaikan dalam laporan dana kampanye oleh pasangan calon, paling tidak dapat memberikan gambaran mengenai asal usul dan peruntukan pendanaan politik dalam pemilihan kepala daerah.
Baca juga : Bukan Mahar, melainkan Biaya Saksi
"Pelaporan dana kampanye ini misalnya, dapat meminimalisir masuknya hasil tindak pidana termasuk korupsi dalam pusaran pendanaan. Lebih dalam, upaya preventif terhadap konflik kepentingan yang berujung korupsi politik di kemudian hari juga dapat dilakukan dengan mendeteksi sejak awal sumber-sumber utama pendanaan pasangan calon dalam laporan dana kampanye di Pilkada," kata Seira.
Pelaporan dana kampanye menjadi instrumen penting yang keberadaannya, lanjut Seira, tidak dapat dikompromi. Terlebih jika melihat praktik dalam pilkada sebelumnya, pelaporan dana kampanye juga belum berjalan dengan maksimal atau hanya sekedar pemenuhan administrasi semata.
Pemantauan dana kampanye yang dilakukan ICW pada Pilkada 2020 di 30 daerah menunjukan terdapat tiga pasangan calon dengan LADK kosong dan dua pasangan calon yang tidak melampirkan dokumen LADK. Dalam pemantauan LPSDK pun serupa, terdapat lima pasangan calon dengan LPSDK kosong.
"Bukti bahwa pelaporan dana kampanye yang masih sebatas formalitas juga dapat dilihat dari temuan dalam riset KPK terkait pendanaan pilkada tahun 2015. Berdasarkan riset tersebut, diketahui sebanyak 20 persen responden dari 286 pasangan calon yang gagal terpilih mengaku tidak membuat LPPDK. Terdapat juga LPPDK yang diserahkan dan melanggar batas besaran sumbangan," tegasnya.
Fakta-fakta ini menunjukan bahwa pelaporan dana kampanye dari penyelenggaran pilkada periode-periode sebelumnya tidak mendapat perhatian serius dari para peserta pemilu. Dengan situasi yang demikian, pengawasan dan pemberian sanksi justru harus dipertegas. Sebab, adanya aturan untuk memberikan diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak melaporkan dana kampanye ternyata belum cukup untuk memaksa terselenggaranya mekanisme pelaporan yang mengedepankan aspek kejujuran.
Alih-alih menghilangkan sanksi dalam PKPU, pemberian sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak melaporkan LPPDK yang justru perlu terus untuk dioptimalkan implementasinya.
"Terlebih justifikasi bahwa sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak melaporkan LPPDK tidak diatur dalam UU Pilkada adalah suatu kesesatan berpikir," pungkasnya. (Dis/P-2)
Terkini Lainnya
Sanksi Diskualifikasi Karena Tak Lapor Dana Kampanye Bakal Dihapus
Penyumbang Dana Kampanye Pilkada Dibagi 4 Kategori
KPU Pastikan Sistem Pelaporan Dana Kampanye tidak Eror Seperti Sirekap
Studi: Mayoritas Masyarakat Senang Berbelanja Barang Kemasan Konsumen
Jumlah Anggota DPR RI yang Terlibat Judi Online Ada Sebanyak 82 Orang
KPU Sebut Pembatasan Dana Kampanye Dibedakan Tergantung Daerah
KPU akan Sanksi Calon Kepala Daerah yang Terlambat Serahkan Laporan Dana Kamapanye
Hapus Sanksi Diskualifikasi KPU Dinilai Inkonsisten
Peniadaan Sanksi Diskualifikasi Rentan Munculkan Kepala Daerah Korup
Cakada Tetap Harus Didiskualifikasi jika tidak Lapor Dana Kampanye
Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre
Krisis Mental Remaja: Tantangan Terlupakan
Man of Integrity Faisal Basri dan Hal-Hal yang belum Selesai
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap