Jokowi Desak RUU Perampasan Aset, Puan Memangnya Lebih Cepat lebih Baik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR RI segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana untuk disahkan. Menurutnya, RUU ini bisa digunakan untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Merespons itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mempertanyakan urgensi permintaan percepatan RUU Perampasan Aset yang diminta Jokowi. “Apakah dipercepat akan menjadi lebih baik itu tolong tanyakan itu,” tegas Puan, di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (29/8).
“Yang pasti setiap pembahasan Undang-Undang itu harus memenuhi persyaratan yang ada kemudian harus mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat yang dibutuhkan,” terangnya.
Baca juga : DPR Diyakini tidak Bahas RUU Perampasan Aset
Kemudian, kata Puan, persyaratan hukum dan mekanisme harus terpenuhi. Sehingga, Puan tak bisa menjanjikan apakah pengesahan RUU Perampasan Aset bisa diselesaikan dalam masa waktu periode DPR RI yang sebentar lagi selesai.
“Sehingga dalam masa waktu yang tinggal pendek ini apakah kemudian sempat atau tidak sempat, jadi kita fokus pada hal-hal yang memang penting harus diselesaikan,” tandasnya.
Berdasarkan RUU Perampasan Aset, Draf Tahun 2015 menyebut ada sejumlah aset yang bisa dirampas,
Baca juga : Jokowi Harap DPR Bahas RUU Perampasan Aset secepat RUU Pilkada
1. Berhubungan langsung atau tidak langsung dengan tindak pidana.
2. Aset yang telah dihibahkan menjadi kekayaan pribadi, ornag lain, atau korporasi.
3. Aset yang digunakan untuk tindak pidana.
Baca juga : Bola Perppu Perampasan Ada di Tangan Presiden Jokowi
4. Aset tindak pidana dari terpidana tindak menjadi uang pengganti, aset tindak pidana terkait langsung dengan status pidana dari terpidana.
5. Barang temuan yang diduga kuat berasal dari tindak pidana.
6. Aset korporasi yang diperoleh dari tindak pidana atau yang dipergunakan untuk tindak pidana.
Baca juga : RUU Perampasan Aset Harus Diharmonisasi dengan UU Korupsi, Narkotika dan Terorisme
7. Aset tersangka/ terdakwa yang meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya.
8. Aset yang terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan, tetapi berdasarkan bukti asetnya telah digunakan untuk kejahatan.
9. Aset yang perkara pidananya tidak dapat disidangkan karena telah digunakan untuk kejahatan.
10. Aset yang inkrah dan belum dirampas.
11. Aset pejabat publik yang tidak seimbang dengan penghasilannya dan tidak dapat dibuktikan asal-usulnya. (Ykb/P-2)
Terkini Lainnya
Pembahasan Omnibus Law UU Politik Bakal Mengacu Pada Putusan MK
DPR Siapkan Dua Skenario Pembahasan Revisi Omnibus Law Politik
Pemerintah dan DPR Bakal Usul Revisi UU Ketenagakerjaan
Baleg Usul Revisi Paket 8 UU Terkait Politik dengan Instrumen Omnibus Law
Perludem Desak Revisi UU Pemilu
Pemerintah dan DPR-RI Sosialisasikan Revisi UU KSDAHE
Tim Hukum PDIP Sebut Hasto Ditarget Harus Masuk Penjara
Hasto Harus Buka Video Skandal Elite Politik Agar Tak Ada Politik Sandera
PDIP Sebut KPK Harusnya Fokus Cari Harun Masiku, bukan Tersangkakan Hasto
Baleg DPR Perlu Prioritaskan RUU Perampasan Aset
Perusahaan Pers Bisa Kelola Iklan Pemerintah dan Swasta untuk Selamatkan Industri Media
Mantan Presiden Jokowi Pulang ke Solo Naik Pesawat Milik TNI AU
BRICS+: Kecakapan Kebijakan Energi Indonesia
ISPA HMPV (human meta pneumo virus)
‘Aisyiyah Berkemajuan untuk Indonesia Berkeadilan
PLTN di Tengah Dinamika Politik dan Korupsi, Siapkah Indonesia Maju?
Setelah 30 Kali Ditolak MK
Dokter Buruh
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap