Kurikulum Sejarah tentang Lengsernya Gus Dur Harus Diubah
KELUARGA besar Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengapresiasi langkah MPR mencabut TAP MPR No. 2-MPR-2001. Pihak keluarga pun mendesak kurikulum sejarah tentang lengsernya Gus Dur untuk diubah.
Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah, menerangkan TAP MPR tersebut menjadi ganjalan besar bagi keluarga Gus Dur dan masyarakat Indonesia lainnya.
Menurutnya, TAP MPR tersebut telah menjadi keputusan yang seolah menempatkan Gus Dur sebagai seorang pelanggar konstitusi tanpa pihak keluarga bisa melakukan banding.
Baca juga : Bamsoet: Gus Dur adalah Simbol Kesetaraan
“Seperti tali mati yang tidak pernah bisa kami buka simpulnya, beban yang perlu kami panggil sampai hari ini,” papar Sinta di Gedung Nusantara IV, MPR, Jakarta, Minggu (29/9/2024).
Sinta juga meminta kurikulum sejarah di sekolah agar diubah soal penurunan Gus Dur dari jabatan presiden.
“Salah satunya adalah kaitan kurikulum sejarah yang dipelajari anak-anak di sekolah. Karenanya pencabutan TAP MPR No. 2-MPR-2001 ini kami harapkan dapat menjadi langkah awal sebuah landasan hukum yang lebih meningkat bagi kepentingan rehabilitasi nama baik Gus Dur ke depan nanti,” tegasnya.
Baca juga : Cak Imin Ingin Gus Dur Dapat Gelar Pahlawan Nasional
“Kami paham pencabutan TAP MPR tersebut bersama dengan TAP-TAP MPR yang menjerat Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, dimaksudkan sebagai langkah untuk melakukan rekonsiliasi nasional suatu yang diperjuangkan pula oleh Gus Dur ketika memimpin bangsa hingga akhir hayatnya,” tambahnya.
Sinta berpandangan rekonsiliasi tetap harus berdasar prinsip keadilan agar bisa efektif diterapkan bukan sekedar basa-basi politik semata.
Menurut dia, rekonsiliasi ini dapat berjalan sebagaimana terjadi di Afrika Selatan semasa Nelson Mandela maupun yang terjadi di Timor Leste pada kemerdekaannya.
Baca juga : Jaringan Gusdurian Tolak Pemberian Izin Tambang ke Ormas Keagamaan
Ia menegaskan perlu ada pelurusan sejarah bahwa Gus Dur tidak pernah melakukan tuduhan yang dialamatkan kepada Gus Dur.
Menurutnya, banyak ahli hukum tata negara yang bisa bersaksi bahwa Gus Dur telah mengalami apa yang dinamakan sebagai kudeta parlementer.
Sebuah kerancuan proses politik mengingat Indonesia tidak menganut sistem demokrasi parlementer namun menganut sistem presidensial.
“Berbagai tuduhan dialamatkan kepada Gus Dur melalui prosedur yang salah dan saling tabrak dan sampai detik ini tidak ada satupun dari tujuan tersebut yang terbukti,” tandasnya. (Ykb/P-3)
Terkini Lainnya
Mengenal Yahya Cholil Staquf
Jaringan GUSDURian Gelar Haul ke-15 Gus Dur Kampanyekan Perbedaan dan Kesetaraan
Kemendikbud Didesak Luruskan Sejarah Gus Dur dalam Kurikulum Sekolah
Bamsoet Kenang Cerita Gus Dur Jadi Presiden Modal Dengkul Amien Rais
F-PKB Fasilitasi Silaturahmi Kebangsaan Keluarga Gus Dur-MPR
Keluarga Gus Dur Ingin Pemulihan Nama hingga ke Kurikulum Sekolah
Kembangkan Kurikulum Pendidikan Otomotif dan Kendaraan Listrik dari Negeri Tirai Bambu
Pemerintah Jangan Gonta-Ganti Kurikulum Pendidikan
Menko PMK Bakal Sisipkan Kurikulum Kewirausahaan dari Sekolah Dasar
RIDO Wacanakan Pendidikan Berbasis Budaya ke Kurikulum
Permasalahan Pendidikan Indonesia Berkutat Pada Mutu Pendidikan yang Tidak Pernah Naik
Kurikulum Merdeka Belajar Harus Dievaluasi dan Dirombak Total
Peluang Pendidikan Pariwisata untuk Mendorong Perekonomian
Risiko dan Peluang Trumpisme
Pendidikan Bermutu dan Kesejahteraan Guru
Indonesia Kekurangan Dokter: Fakta atau Mitos?
Serentak Pilkada, Serentak Sukacita
Menuju Pendidikan Tinggi Transformatif
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap