Koruptor Berkelakuan Baik dapat Vonis Ringan, MA Kambing Hitamkan KUHAP
MAHKAMAH Agung (MA) tidak dapat melakukan evaluasi terhadap majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum Harvey Moeis pidana penjara 6,5 tahun. Harvey merupakan salah satu terdakwa kasus megakorupsi tata niaga timah dengan total kerugian Rp300 triliun.
Juru bicara MA, Yanto, menegaskan, hakim bekerja secara independen dalam menjatuhkan putusan. Hal tersebut membedakan kinerja hakim dengan aparat penegak hukum lainnya seperti polisi dan jaksa.
"(Kami) tidak bisa (evaluasi). Kan hakim itu mandiri, independen. Beda dengan polisi, apa kata Kapolri, jaksa apa kata Jaksa Agung. Kalau kita itu, begitu perkara diketok oleh majelis, enggak bisa intervensi," ujarnya kepada Media Indonesia, Jumat (3/1).
Yanto juga mengingatkan bahwa hukuman terhadap Harvey belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Pasalnya, jaksa penuntut umum (JPU) sedang mengupayakan banding. Nantinya, jika putusan banding sudah keluar, masih ada upaya hukum lainnya sampai ke tingkat kasasi.
"Kalau di putusan banding enggak puas, ada upaya hukum namanya kasasi. Jadi saya tidak bisa menilai apakah itu terlalu ringan atau tidak, kan yang tahu pertimbangannya majelis hakim, kenapa menjadi ringan," jelas Yanto.
Diketahui, majelis Pengadilan Tipikor Jakarta yang mengadili perkara Harvey diketuai oleh hakim Eko Aryanto. Salah satu hal meringankan putusan Harvey disebabkan karena terdakwa berlaku sopan selama persidangan. Selain itu, Harvey juga disebut memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.
Yanto menjelaskan keadaan meringankan maupun memberatkan putusan yang menjadi pertimbangan majelis hakim sudah digariskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Beleid tersebut mewajibkan hakim untuk mencantumkan hal meringankan maupun memberatkan hukuman seorang terdakwa.
"Kalau mau dihapus (keadaan meringankan), ya diubah dulu (undang-undangnya) ya," tandasnya.
(Tri/I-2)
Terkini Lainnya
Kejagung Tegaskan akan Lindungi Bambang Hero yang Dilaporkan terkait Kerugian Korupsi Timah
Mirisnya Nasib Saksi Ahli yang Bongkar Korupsi
Pendapat Ahli Soal Kerugian Negara Rp271 Triliun Tidak Bisa Dipidana
Kejagung Disebut Harus Melindungi Ahli Lingkungan Bambang Hero
Pakar Dipolisikan Buntut Hitung Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah
Laporan terhadap Guru Besar IPB Perlu Dikesampingkan
Prabowo Minta Hukuman Koruptor 50 Tahun, Mungkinkah Diterapkan?
Pemberantasan Korupsi Harus Jadi Agenda Utama Pemerintahan Prabowo
Vonis Ringan Harvey Moeis Tambah Kelam Muruah Peradilan
Jangan Hancurkan Pemberantasan Korupsi dengan Amnesti
Jerome Polin Sindir Hukuman Koruptor dan Hitung Pendapatan Koruptor Vonis 6 Tahun Tembus Rp20 Juta per Jam
Rekayasa Konstitusional Pemilu Presiden
Indonesia di BRICS: Babak Baru atau Keterikatan Baru?
Polemik Pagar Laut
PLTN di Tengah Dinamika Politik dan Korupsi, Siapkah Indonesia Maju?
Setelah 30 Kali Ditolak MK
Dokter Buruh
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap