visitaaponce.com

Kolaborasi Jepang-AS Misi Resilience dan Blue Ghost untuk Eksplorasi Bulan 2025

Kolaborasi Jepang-AS: Misi Resilience dan Blue Ghost untuk Eksplorasi Bulan 2025
Misi Blue Ghost 1 pada roket SpaceX Falcon 9 lepas landas dari Kompleks Peluncuran 39A NASA di Pusat Antariksa Kennedy milik NASA di Cape Canaveral, Florida, AS, 15 Januari 2025.(Daily Maverick/Cristobal Herrera)

AWAL tahun 2025, kolaborasi luar angkasa antara perusahaan Jepang, iSpace dan perusahaan Amerika Serikat, Firefly Aerospace menjadi perhatian global dengan peluncuran wahana pendarat bulan terbaru.

Roket SpaceX Falcon 9 diluncurkan dari Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida, Rabu (15/1). Peluncuran ini membawa pendarat bulan Blue Ghost milik Firefly Aerospace sebagai muatan utama, serta pendarat Resilience milik iSpace yang berbasis di Jepang sebagai muatan tambahan.

Misi ini merupakan bagian dari upaya internasional untuk memperluas eksplorasi bulan dan membuka jalan bagi eksploitasi sumber daya, serta penelitian lebih lanjut di permukaan bulan.

Bagi perusahaan Jepang yang menamai wahana penjelajahnya Resilience. Misi tersebut menjadi peluang memperbaiki kegagalan sebelumnya. Pada April 2023, upaya mereka untuk melakukan pendaratan bulan pertama oleh pihak swasta tidak berhasil, karena wahana tersebut kehilangan kendali dan menabrak permukaan bulan.

Resilience akan mengumpulkan debu bulan untuk dianalisis dan mengeksplorasi potensi sumber daya air dan makanan yang dapat mendukung misi berawak di masa depan. Penjelajah seberat 5 kg ini dirancang untuk melakukan serangkaian penerbangan pendek dan lambat dari pendaratnya, dengan target pendaratan di Mare Frigoris yang terletak di bagian utara bulan.

Melansir The Guardian pada Kamis (16/1), Manajer ispace mengatakan mereka telah membangun hubungan komunikasi dengan wahana pendarat bulan Resilience dan mengonfirmasi posisi yang stabil serta pembangkitan tenaga listrik yang stabil di orbit.

Pendarat buatan AS juga memiliki tujuan serupa, dan jika misi ini berhasil, akan berkontribusi dalam mempermudah perjalanan manusia secara rutin ke bulan. Hal ini sejalan dengan rencana misi Artemis III NASA, yang dijadwalkan pada pertengahan 2027, untuk melakukan pendaratan berawak pertama di bulan sejak misi Apollo terakhir pada 1972.

NASA mengontrak Firefly dengan nilai US$145 juta untuk misi ini, yang mencakup 10 eksperimen. Di antaranya adalah pengambilan sampel tanah, pengeboran bawah permukaan untuk mengukur suhu, serta pengujian perangkat yang dapat membantu astronot membersihkan partikel abrasif dari pakaian antariksa dan peralatan lainnya.

Manajer misi Blue Ghost akan melaksanakan penelitian tambahan selama perjalanan, termasuk menguji sistem navigasi dan teknologi perlindungan untuk melindungi peralatan komputer penting dari radiasi luar angkasa.

Kedua wahana luar angkasa tersebut akan secara mandiri menuju orbit bulan setelah berpisah sekitar satu jam setelah peluncuran. Kendaraan milik AS dijadwalkan mendarat lebih dahulu, sementara pendarat iSpace yang berukuran lebih besar diperkirakan tiba pada akhir Mei atau awal Juni.

Baik wahana luar angkasa milik AS maupun Jepang akan beroperasi selama sekitar dua minggu setelah mendarat di bulan, yang setara dengan satu hari lunar pada bagian siang hari, sebelum akhirnya terhenti dan mati saat memasuki malam lunar.  

Menjelang malam lunar, CEO Firefly, Jason Kim, mengungkapkan Blue Ghost akan menangkap gambar definisi tinggi dari gerhana total bulan, di mana Bumi menghalangi cahaya matahari. Matahari yang terbenam di bulan juga akan memberikan data mengenai respons regolith, material lepas dan tidak terkonsolidasi yang menutupi permukaan bulan, selama kondisi senja bulan. (The Guardian/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat