visitaaponce.com

Tamasya Nusantara dan Negeri Serumpun lewat Pantun

BERTEMU teman ucapkan hai

Main sepeda di perumahan

Bila kita ingin hidup damai

Baca juga : Penyair Korea Kong Kwang-kyu Terbitkan Puisi Bahasa Indonesia

Jangan sampai kita bermusuhan.

 

Pesan untuk saling hidup rukun disampaikan melalui sebuah karya seni pantun. Ada rima yang dipakai, pun ada pesan yang diurai. Pantun tersebut merupakan buah karya siswa kelas 5 SD bernama Aakesh Zavier Kane Irawan. Kane mengatakan membuat pantun merupakan hal yang menyenangkan.

Baca juga : Sandiaga Uno Berharap Pemerintahan Baru Lanjutkan Pengembangan Wisata

”(Suka pantun karena) Kalimatnya seru-seru semua,” kata Kane yang berasal dari Sekolah Alam Cikeas.

Ada pula pesan kebaikan lain yang dituangkan oleh rekan satu sekolah Kane bernama Rania Balqis Ramadhani. Ia mengungkpan pentingnya menjadi pribadi yang jujur agar bisa hidup selamat di dunia. Siswi kelas 5 SD itu tertarik menulis pantun karena memiliki makna yang indah.

Ungkapan Rania pun disepakati oleh Sarah Fathimah. Siswi kelas 6 SD ini mengungkapkan bahwa kata-kata di dalam pantun menarik dan indah, dirangkai menjadi sejumlah kalimat yang sarat makna. Sarah pun ikut andil merangkai pantunnya:

Baca juga : Kota Padang Dikunjungi 2 Juta Pelancong di Paruh Pertama 2024

Ada buaya bersembunyi di gua Menghindarinya pilihan yang tepat Dengarkanlah nasihat orang tua Agar menjadi anak yang kuat

Beberapa pantun itu merupakan karya anak-anak sekolah dasar (SD) yang tertuang dalam buku Antologi 1001 Pantun Nusantara dan Negeri Serumpun. Tentu, pantun ciptaan putra-putri bangsa masih banyak yang bisa dinikmati dalam buku tersebut, termasuk pantun yang datang dari warga negeri serumpun seperti Malaysia dan Singapura.

Pantun merupakan puisi klasik yang pada awal mulanya dilisankan, populer di Tanah Melayu (Nusantara dan Malaysia) sejak abad ke-15. Kemudian ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) pada 17 Desember 2020 sebagai warisan budaya tak benda.

Baca juga : 15 Contoh Puisi tentang Alam

Guna memperkokoh eksistensi pantun di panggung dunia, Papatong Artspace, sebuah studio seni milik Yeni Fatmawati, seorang pengacara, penulis, dan penyair, menghadirkan buku antologi pantun bertajuk 1001 Pantun Nusantara dan Negeri Serumpun. Kumpulan pantun itu didapat melalui gerakan menulis pantun bersama pelajar, mahasiswa, guru/dosen, budayawan, penyair, penulis, dan masyarakat pencinta pantun.

Pendiri Papatong Artspace yang juga sastrawan, Naning Pranoto dan Yeni Fatmawati, menghimpun karya pantun putra-putri dari seluruh Nusantara dan negeri serumpun guna mempersembahkannya kepada dunia melalui UNESCO. Gerakan menulis itu menjadi langkah nyata dari keduanya sebagai bentuk kelanjutan melestarikan budaya adiluhung leluhur.

Buku tersebut diumumkan kepada publik pada Minggu (28/7) di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat. Terbitnya buku tersebut merupakan kerja sama yang baik dengan pimpinan atau kepala serta pelajar dan mahasiswa-mahasiswi dari berbagai lembaga pendidikan. Penulisan pantun dilakukan secara daring dalam jangka waktu satu bulan.

”Yang saya bangga (pantun) ada dari seluruh Nusantara. Lalu dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, juga Finlandia dan Belgia,” kata Naning saat ditemui Media Indonesia seusai peluncuran bukub1001 Pantun Nusantara dan Negeri Serumpun yang digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.

Lebih dari 600 penulis pantun dengan rentang usia 9 tahun sampai 60 tahun, yang datang dari berbagai latar belakang dan daerah, memberi kontribusi karya pantun ke dalam buku ini. Naning dan tim kurator pun memiliki beberapa kriteria yang dijadikan panduan untuk memilih pantun.

”Pantun-pantun masuk ke meja redaksi. Terus kita lihat, roh pantun itu dari daerah mana. Terus banyak juga yang kita dandanin rimanya. Lalu, pantunnya tidak boleh mengandung SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Terus, kita lihat juga keaslian (karya pantun),” ujar Naning.

Di sisi lain, Yeni mengaku buku terbitan kali ini sesuai harapan dengan pencipta pantun yang beragam, dari pelajar, mahasiswa, budayawan, guru, dosen, hingga pencita pantun. Mereka mencipta karya dengan cara yang berbeda. Yeni pun merasa terharu karena di era digital seperti saat ini, Gen Z antusias ketika diajak nguri-uri pantun yang usianya hampir mencapai enam abad.

"Ini merupakan wujud dari kerja kreatif yang sifatnya kolektif berfondasikan 'roh cinta negeri' untuk melestarikan budaya adiluhung para leluhur. Kami menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas dedikasi para penulis pantun dalam antologi ini,” ungkap Yeni.

Mencukil sekilas dari buku ini membawa pengalaman tamasya ke seluruh Nusantara hingga negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura melalui rangkaian kata-kata yang merupakan penerjemahan dari latar belakang suku bangsa. Contohnya, penulis pantun dari wilayah DI Yogyakarta dan sekitarnya yang menyajikan budaya, kuliner, lokasi wisata, adat-istiadat, kesenian, hingga seni kriya ke dalam karyanya.

"Pun penulis pantun dari Tana Toraja, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Tanah Pasundan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Betawi, hingga Malaysia, Singapura, serta wilayah lainnya juga bercerita tentang ’negeri’ mereka,” tutur Yeni.

Ingin tahu pantun yang datang dari negeri tetangga, berikut contoh dari Prof Madya Dr Haryatie Ab Rahman yang merupakan akademisi pengajian Melayu Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.

Sepasang rerama terbang di taman

Terbang seiring menuju sang bunga

Sayang menyayang sejak berzaman

Lambang serumpun budaya bersama

 

Pantun hijau

Bukan hanya soal budaya dan segala rupanya yang termuat dalam buku antologi pantun ini, ada juga karya yang membeberkan pentingnya merawat, menjaga lingkungan, serta melestarikan alam, yang disebut sebagai pantun hijau. Karya tersebut berasal dari susunan kata yang dibuat oleh pelajar, guru, dan orangtua siswa serta alumni dari Sekolah Alam Indonesia (SAI) serta Sekolah Alam Cikeas.

 

Hutan rindang, alam bersemi

Bunga mekar, hidup dalam gemilang

Ekologi terjaga, damai di bumi

Laut biru bersih, ikan berenang riang

 

Nukilan pantun itu karya Naning Scheid yang merupakan penulis, penyair, penerjemah, dan aktris teater berkebangsaan Indonesia yang menetap di Belgia.

Buku 1001 Pantun Nusantara dan Negeri Serumpun memiliki beberapa kurator, yaitu Adri Darmadji Woko, Naning Pranoto, Kurniawan Junaedhie, Hikmat Gumelar, Nenden Lilis Aisyah, Yeni Fatmawati, Ika Yuliarti, Marsuki M Astro, dan tim sekretariat yang digawangi Endang Sri Herminingsih, Ditta Sherina, serta tim artistik serta tim dokumentasi Andre Birowo dan Asri Indah Nursanti.

Pantun-pantun disajikan dengan beragam jenis, mulai dari pantun budaya, pantun nasihat/spiritual, pantun kebangsaan, pantun kuliner, pantun adat, pantun jenaka (muda-mudi), pantun pergaulan, hingga pantun hijau (pelestarian lingkungan). (M-3)

 

Detail Buku:

Judul: 1001 Pantun Nusantara dan Negeri Serumpun

Pemrakarsa: Naning Pranoto - Yeni Fatmawati

Penerbit: Kosa Kata Kita

Tahun terbit: 2024

Jumlah halaman: 846



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat