visitaaponce.com

Pemerintah belum Berhasil Tangani Kemiskinan

Pemerintah belum Berhasil Tangani Kemiskinan
Dua warga melintas di kawasan rumah padat penduduk Kebun Melati, Jakarta, Kamis (23/6/2022).(ANTARA/RIVAN AWAL LINGGA)

UPAYA penurunan tingkat kemiskinan yang selama ini dilakukan pemerintah tampaknya belum sepenuhnya mampu dikatakan berhasil, alias masih mengalami kebuntuan. Pasalnya, tingkat kemiskinan secara spasial masih cukup tinggi, bahkan melampaui angka pertumbuhan ekonomi di daerah terkait.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, permasalahan kemiskinan sedianya cukup kompleks. Tak bisa, kata dia, melihat kemiskinan berdasarkan data jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan.

“Karena jumlah orang yang miskin, tetapi sedikit berada di atas garis kemiskinan itu jauh lebih banyak. Kalau jumlah yang berada di bawah garis kemiskinan itu 26 juta orang, maka yang berada sedikit di atas garis kemiskinan itu jumlahnya lebih banyak, bisa sampai 70 juta orang,” tuturnya saat dihubungi, Selasa (11/6).

Baca juga : Di Era Erzaldi Rosman, Jumlah Orang Miskin di Babel Sedikit 

Guna menangani hal itu, pengambil kebijakan tak semestinya hanya mengandalkan bantuan sosial semata. Guliran beragam program dalam bantuan sosial sejauh ini belum cukup efektif menekan angka kemiskinan secara merata.

Bahkan masifnya bantuan sosial justru dapat menjadi bumerang bagi perekonomian di Tanah Air. Alih-alih masalah kemiskinan tuntas, justru derasnya aliran bansos dapat menimbulkan ketergantungan masyarakat mengulurkan tangan mengharapkan bantuan pemerintah yang dananya bersumber dari uang negara.

“Itu tidak menyelesaikan permasalahan secara tuntas, atau menyasar pada akar permasalahannya. Justru itu bisa menimbulkan efek samping, menciptakan ketergantungan masyarakat miskin terhadap bansos,” kata Faisal.

Baca juga : Kewajiban Neto Investasi Internasional Indonesia Turun

“Jadi yang tepat itu adalah pemberdayaan, yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan mereka dari sisi income. Itu bisa dilakukan dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan masyarakat miskin yang umumnya berpendidikan rendah,” lanjutnya.

Penanganan kemiskinan yang relatif gagal juga terjadi di Indonesia Timur. Selama ini pemerintah mengandalkan aliran investasi di wilayah Timur untuk sektor Sumber Daya Alam (SDA). Penanaman modal yang masuk berulang kali disebut menciptakan lapangan pekerjaan dan dapat berdampak pada pembukaan lapangan kerja yang besar di wilayah terkait.

Pertumbuhan ekonomi di wilayah Timur sejatinya memang mengalami pertumbuhan tinggi setelah banyak menampung investasi di sektor SDA, utamanya pertambangan minerba. Hanya, hal itu juga diikuti dengan pertumbuhan angka kemiskinan yang cukup tinggi. Mengindikasikan kemajuan ekonmoi di wilayah tersebut tak betul-betul berdampak positif bagi masyarakat sekitar.

Baca juga : Brunei Darussalam dan Laos Bergabung dalam Konektivitas Pembayaran ASEAN

Karenanya, kata Faisal, pemerintah semestinya tak melulu mengandalkan investasi untuk menekan angka kemiskinan, khususnya di Timur Indonesia. “Harus ada strategi turunan untuk menularkan investasi yang masuk untuk menekan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia Timur,” jelasnya.

Tingginya angka kemsikinan Indonesia secara spasial diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Selasa (11/6). Dia mengungkapkan, angka kemiskinan secara nasional cenderung mengalami penurunan, namun jika dibedah secara spasial, angka kemiskinan di Timur Indonesia cukup tinggi.

Sulawesi misalnya, memiliki tingkat kemiskinan hingga 10,08%, Maluku 12,29%, Nusa Tenggara 16,99%. Kemudian tingkat kemiskinan di Papua mencapai 24,76%. Padahal sejak 2015 hingga 2023, pemerintah telah mengeluarkan uang senilai Rp3.134,9 triliun untuk menggulirkan beragam program perlindungan sosial. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat