visitaaponce.com

Dunia semakin Merana

DUNIA sedang tidak baik-baik saja. Muram dan penuh ketegangan. Konflik melanda sejumlah kawasan. Perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung dua tahun memperburuk kondisi ekonomi global. Harga pangan dan energi dunia meroket.

Tak hanya itu, agresi Rusia terhadap Ukraina memicu konflik lebih besar lagi, yakni negara yang dipimpin Vladimir Putin itu mengalami ketegangan dengan sekutu Ukraina, Amerika Serikat dan negara-negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Putin siap memasuki perang dunia ketiga. Menurutnya, jika pasukan NATO sudah memasuki Ukraina, sama halnya dengan menabuh genderang perang dunia ketiga. Pemimpin Rusia yang meraup 87% suara dalam pemilu pada Maret lalu menjawab rencana Presiden Prancis Emmanuel Macron yang akan mengirimkan pasukan ke Ukraina untuk membantu negara itu melawan Rusia.

Perang Rusia-Ukraina belum ada tanda-tanda akan berakhir. Keduanya saling melancarkan serangan yang mematikan. Bahkan, AS dan NATO bertekad tak akan membiarkan negara sahabat mereka itu mengibarkan bendera putih ke Rusia.

Dunia semakin muram dengan konflik Israel-Palestina yang membawa tragedi kemanusiaan yang mendalam bagi warga Palestina. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan jumlah korban tewas di Gaza mencapai 31.045 orang akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023. Sebanyak 72% korban ialah perempuan dan anak-anak.

Putusan Mahkamah Internasional dalam sidang di Den Haag, Belanda, Jumat (26/1) yang memerintahkan Israel untuk menghentikan tentara mereka melakukan genosida tidak digubris. Israel terus melancarkan serangan ke Gaza dan bersiap menyerang Rafah dengan alasan memburu milisi Hamas.

Agresi Israel di Gaza yang masih menyala menyeret konflik Israel-Iran.

Setelah Israel melancarkan serangan rudal ke Konsulat Jenderal Republik Islam Iran di Damaskus, Suriah, yang menewaskan 11 orang, salah satunya jenderal senior Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), 'Negeri para Mullah' itu tidak tinggal diam.

Iran meluncurkan sebanyak 300 drone dan rudal terhadap target-target militer Israel. Jika eskalasi konflik Iran-Israel memuncak, saling membalas, bukan tidak mungkin itu akan menyeret para sekutu kedua negara tersebut.

Rusia, Israel, dan Iran ialah negara-negara yang memiliki senjata nuklir. Senjata pemusnal massal itu rawan digunakan jika dinilai posisi mereka terdesak dalam perang. Apabila senjata nuklir digunakan dalam perang, hal itu bisa menandakan pecahnya perang dunia ketiga.

Kekuatan senjata nuklir bisa belasan kali lipat dari kedahsyatan bom atom yang dijatuhkan AS di Nagasaki dan Hiroshima.

Meluasnya konflik antarnegara berikut sekutu atau aliansi pertahanan militer tak bisa diatasi Persatuan Bangsa-Bangsa. Negara-negara adidaya, seperti AS, Rusia, dan RRC serta pemilik hak veto lainnya (Inggris dan Prancis), tidak memiliki komitmen untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia.

Bagi mereka, kepentingan negara dan sekutu merekalah yang dinomorsatukan, sementara dunia yang semakin merana karena dampak perang tidak menjadi prioritas mereka. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki sejatinya untuk meningkatkan peradaban umat manusia, bukan memukul mundur peradaban, seperti pembuatan senjata nuklir.

Dunia semakin merana bukan saja karena perang, melainkan juga perubahan iklim (climate change). Pembangunan di berbagai negara termasuk Indonesia belum sepenuhnya berwawasan lingkungan. Pembangunan masih mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan dampak sosial dan ekologi.

Dampak perubahan iklim sangat berbahaya bagi kehidupan, di antaranya menurunnya kualitas dan kuantitas air, lahan pertanian menyusut dan tidak produktif, kenaikan permukaan air laut, perubahan habitat, spesies punah, dan wabah penyakit.

Indonesia harus berkontribusi untuk mengatasi dunia yang semakin merana karena perang dan bencana iklim. Semangat menjaga ketertiban dunia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 harus ditunjukkan dengan respons cepat dan bernas dalam forum-forum internasional.

Terlebih Indonesia sebagai salah satu negara pendiri Gerakan Non-Blok (Presiden Sukarno) pada 1961 memiliki legitimasi kuat untuk menyuarakan perdamaian, menentang kolonialisme dan imperialisme. Sejauh ini Indonesia memiliki sikap tidak berkompromi atas agresi Israel terhadap Palestina di PBB.

Namun, untuk menjadi negara yang memiliki bargaining position yang tinggi di tingkat dunia, Indonesia harus menjadi negara maju, memiliki kedaulatan dan kemandirian.

Di tengah ketidakpastian dunia akibat krisis pangan dan energi, Indonesia harus mengurangi ketergantungan pada komoditas impor. Caranya dengan meningkatkan produktivitas pangan dan diversifikasi energi melalui tata kelola yang baik (akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi). Tabik!



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat