visitaaponce.com

Perang Besar Melawan Judi Online

MESKIPUN telah dilarang hukum formal Indonesia, judi online tetap digandrungi banyak orang. Tidak tanggung-tanggung, nilai transaksi judi online di Indonesia pun sangat fantastis.

Perputaran uang dari kegiatan ilegal itu di Indonesia yang mencapai Rp327 triliun sepanjang tahun lalu dengan jumlah rakyat yang terjerat mencapai 2,7 juta orang. Sementara itu, nilai transaksi judi online pada tiga bulan awal tahun ini tidak kalah mencengangkan, yakni mencapai Rp100 triliun.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta KUHP secara tegas menyatakan tindakan perjudian merupakan tindakan yang dilarang. Hukum pidana tersebut mencakup pelaku judi, mengadakan judi, mendukung perjudian, juga menjadikan judi sebagai mata pencaharian. Dengan demikian, tidak ada ruang sama sekali kepada masyarakat untuk berjudi, termasuk judi online.

Aturan sudah ada, aparatur penegak dan penindak aturan juga sudah ada. Namun, deretan aturan pidana yang menjerat pelaku judi online itu ternyata belum efektif, bahkan majal, untuk menjadi alat penindak.

Faktor utamanya kebutuhan masyarakat yang berpadu dengan akses yang sangat mudah didapatkan. Kondisi masyarakat yang terjepit secara ekonomi, sehingga mengambil langkah tidak logis dan instan untuk menghasilkan uang, banyak ditemui.

Kedua, akses judi online yang sangat mudah didapatkan melalui ponsel dan perangkat digital lainnya juga faktor penting mengapa judi online tak kunjung bisa dihentikan. Bahkan, beragam situs judi online sangat mudah berkamuflase untuk menutupi kedok mereka. Itu termasuk akses melalui layanan perpesanan seperti Telegram kerap jadi sarang praktik ilegal tersebut.

Ketika dua faktor tersebut tidak bisa diberantas bersamaan dan secara simultan, bisa dipastikan praktik ilegal judi online bakal terus menjamur. Tidak ada gunanya memblokir akses dan men-takedown situs judi jika persoalan di hulu, yakni kebutuhan ekonomi masyarakat, tidak dibenahi.

Meskipun jutaan konten judi online diberantas Kementerian Komunikasi dan Informatika, situs judi online baru bermunculan lagi dengan wajah berbeda. Judi online bak mati satu tumbuh seribu, selalu bermunculan di internet meski upaya pemberantasan terus berjalan.

Kemenkominfo telah melakukan pemutusan akses 1,9 juta konten bermuatan judi online dalam setahun terakhir. Selain itu, Kemenkominfo telah mengajukan penutupan 555 akun e-wallet yang terkait dengan judi online kepada Bank Indonesia selama periode 5 Oktober hingga 22 Mei 2024. Lalu, pemblokiran lebih dari 5.300 rekening bank terkait dengan judi online diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak September tahun lalu hingga 22 Mei 2024.

Namun, tanpa mengatasi persoalan utama, Kemenkominfo hanya akan disibukkan untuk mengulangi penertiban-penertiban serupa tanpa bisa benar-benar membabat habis ekosistem judi online. Apalagi, keberadaan server judi dalam jaringan yang tidak di Indonesia pasti akan menyulitkan. Tidak mungkin otoritas di Indonesia menutup situs judi yang dilindungi negara masing-masing.

Karena itulah, negara ini perlu untuk menyatakan perang terhadap praktik judi online. Perang yang serius, yang menempatkan judi online sebagai musuh bersama untuk diberantas hingga ke akar-akarnya.

Rencana untuk pembentukan gugus tugas pemberantasan judi online yang telah disepakati dalam rapat kabinet mestinya segera dijalankan. Tugasnya tentu bukan hanya dari aspek teknologi, melainkan juga harus dari sisi sosial dan ekonomi untuk mengondisikan ekosistem judi online tidak mampu menjerat masyarakat.

Yang tidak kalah penting, gugus tugas itu tidak boleh sekadar pemadam kebakaran yang bersifat sementara. Dia harus mampu menghilangkan judi online hingga ke akar-akarnya. Jadi, bukan lembaga suam-suam kuku, yang hangat sebentar lalu ambyar.



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat