visitaaponce.com

ECCT, Cara Lain Pengobatan Kanker Tulang

ECCT, Cara Lain Pengobatan Kanker Tulang
(MI/IMMANUEL ANTONIUS)
KANKER tulang menempati urutan ketiga dalam jumlah kasus kanker di Indonesia dengan prevalensi 0,9 per 100 ribu orang. Operasi atau amputasi, kemoterapi, dan radioterapi menjadi pengobatan yang umumnya digunakan pasien kanker tulang.

Namun, pengobatan konvensional tersebut belum bisa menahan penyebaran kanker, sehingga rata-rata penderita kanker tulang yang kankernya sudah menyebar memiliki tingkat survival yang rendah, yaitu hanya sekitar 6 bulan.

"Seseorang tidak akan meninggal karena kanker tulang, tapi akan fatal dan menyebabkan kematian saat kanker tulang sudah menyebar ke paru-paru atau otak," ungkap penemu electro capacitive cancer therapy (ECCT), Dr Warsito Purwo Taruno, M Eng, pada seminar Menghadapi Kanker Tulang dan Kanker Stadium 4 Menyebar ke Tulang dengan ECCT: Masih Mungkinkah?, di Tangerang, Banten, pada Sabtu (11/4).

Warsito menambahkan penyebaran sel kanker tulang tergolong cepat karena penyebaran terjadi secara hematogenois atau melalui pembuluh darah.

"Selain itu, kanker tulang mengandung kalsium tinggi, dan kalau masuk ke paru-paru, akan muncul seperti bentuk tulang. Itu kalau muncul di paru-paru, 1 step lagi muncul ke otak dan bisa membuat seperti semacam jaringan tulang yang paling mematikan," tambah pria yang juga merupakan pendiri C-Tech Labs Edwar Technology itu.

Untuk mengantisipasi penyebaran sel kanker, terdapat metode pengobatan dengan menggunakan medan listrik berfrekuensi dan intensitas rendah atau yang disebut terapi ECCT (electro capacitive cancer therapy).

Alat yang dipasang dalam serangkaian elektroda dalam rompi itu membangkitkan gelombang listrik yang bisa diatur untuk menghasilkan frekuensi yang diinginkan untuk menghambat pertumbuhan tumor dan menghancurkan sel kanker yang sedang mengalami pembelahan.

"Alat ini mengganggu pembelahan sel, sehingga cukup efektif menahan penyebaran sel kanker ke paru-paru dan otak. Intinya menghilangkan tingkat fatalitas dan untuk menjaga agar sel yang tersisa tidak berkembang lagi," tambah Warsito.

Berbeda dengan metode kemoterapi atau radioterapi yang ikut merusak sel-sel sehat di sekitar sel kanker, penggunaan listrik statis pada teknologi ECCT hanya merusak sel-sel kanker, sehingga tetap aman digunakan.

Pengobatan kombinasi
Pemakaian alat ini dapat dilakukan beriringan dengan metode pengobatan lain. Pengobatan kombinasi dianggap lebih efektif jika dibandingkan dengan hanya melakukan metode kemoterapi ataupun amputasi.

Pemakaian rompi ECCT disesuaikan dengan kebutuhan tiap pasien, tapi Warsito mengungkapkan biasanya bagi pengguna pemula menggunakan selama 24 jam. "Namun, makin ke sini kita bisa lihat efektivitas alat ini, penggunaannya ada jam-jamnya sendiri tergantung pasien. Ada yang menggunakan tiap 4 jam sekali juga.

"Menurut Warsito, apabila ECCT sedang bekerja menghentikan pembelahan sel, umumnya timbul rasa sakit di bagian kepala. Untuk mengatasi sakit yang tak tertahankan, pasien bisa menghentikan pemakaian sebentar, tapi setelah rasa sakit berkurang, rompi ECCT harus digunakan lagi.

"Rasa sakit seperti ditusuk jarum itu artinya ada sel kanker yang lagi mau pembelahan, jadi kalau rompi dilepas terlalu lama, takutnya sel kankernya justru menyebar," ujar Warsito.

Penderita kanker tulang yang menggunakan ECCT sebaiknya tidak melakukan diet makanan. Hal itu disebabkan pada saat pemakaian alat, tubuh sedang memproses sel mati dan regenerasi sel baru.

"Makanya enggak boleh diet, terutama makanan yang mengandung protein. Diutamakan untuk konsumsi daging ayam, putih telur, dan ikan. Namun, sebaiknya hindari seafood, seperti udang, kepiting, dan kerang-kerangan, karena mengandung hormon tinggi," jelas Warsito.


Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat