visitaaponce.com

Profilaksis Solusi Alternatif Pengobatan Pasien Hemofilia

Profilaksis Solusi Alternatif Pengobatan Pasien Hemofilia
Grafis hemofilia(dok.mi)

HEMOFILIA merupakan kelainan perdarahan akibat kurangnya produksi salah satu faktor pembekuan darah dalam tubuh. Penyakit ini menyebabkan tubuh penderita tidak mampu menghentikan perdarahan apabila penderita terluka dan mengalami perdarahan.

Keadaan ini dapat menimbulkan kecacatan fisik penderita dan berujung kepada kematian apabila tidak atau terlambat ditangani. Namun setiap orang yang mengidap hemofilia harus menyadari risiko yang akan dihadapi. Apalagi ketersediaan obat dan harga yang mahal juga menjadi kendala tersendiri.

Saat ini pasien hemofilia telah mendapatkan akses pelayanan kesehatan dari program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Meski demikian, tidak semua biaya pengobatan hemofilia ditanggung pemerintah.

Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) prof. Djajadiman Gatot mengatakan pihaknya memberikan pengobatan alternatif bagi pasien dengan profilaksis atau prosedur kesehatan untuk mencegah penyakit khususnya pada pasien hemofilia, salah satunya agar tak sampai terjadi perdarahan berat yang bisa berujung cacat fisik permanen hingga kematian.

"Jadi masih sulit bagi penyandang untuk mendapat pengobatan yang pas betul, kebanyakan kurang. Misalnya, kebutuhannya 1000 unit, dia cuma dapat 500. Karena sampai saat ini ditanggung oleh BPJS jadi memiliki suatu patokan yang ada limit biaya pengobatan," kata Prof Djaja dalam diskusi daring bertajuk "World Hemofilia Day 2021, Profilaksis dan Tantangan Tata Laksana Hemofilia di Indonesia", Kamis (15/4).

Saat ini, pihaknya berharap terapi profilaksis berupa pencegahan juga bisa ditanggung oleh BPJS. Sehingga profilaksis bisa lebih membantu agar pasien hemofilia tidak harus merasakan sakit atau bengkak pada tubuhnya.

"Kami perjuangkan profilaksis yakni mencegah, biasanya pada anak-anak, jangan sampai dia mengalami perdarahan berat terutama sendi karena bagian tubuh yang selalu dipakai. Sendi paling sering lutut, sikut atau ankle. Agar kualitas hidup anak baik kita memberikan profilaksis," sebutnya

Pengobatan profilaksis dinilai bisa meningkatkan kualitas hidup, terutama bagi pasien hemofilia anak-anak. Apalagi pemberian dosis juga tidak terlalu tinggi, karena disesuaikan dengan berat badan dan diberikan sebelum ada gejala kambuhan. "Pemberiannya rutin, biasanya kalau kita mengingat klasifikasinya, berat, ringannya. Yang berat kurang dari 1% kadar faktor hemofilianya, yang sedang 1 sampai 5%. Kemudian di atas itu adalah ringan," terangnya

Dokter spesialis anak di Departemen Medik Ilmu Kesehatan Anak, RSCM itu menambahkan pemberian profilaksis berlanjut, antara dua hingga tiga kali dalam seminggu. Upaya ini agar mengembalikan kondisi pasien dalam kondisi baik hingga mencapai kualitas hidup lebih optimal.

"Maka kita bisa meningkatkan kualitas hidup penyandang hemofilia ini sudah dibuktikan penelitiannya di Indonesia. Hasilnya sangat bagus sehingga penelitian ini kita bisa sampaikan kalau kita bisa pakai profilaksis," terangnya.

Prof Djaja mengaku penyakit yang dibawa oleh gen ibu dan hanya diturunkan pada anak laki-laki serta dominan diidap penyandangnya adalah tipe A akibat kekurangan faktor VIII pembeku darah dibandingkan tipe B akibat kekurangan faktor IX. Perbandingannya sekitar 5:1.

Sebelum profilaksis, pengobatan pasien hemofilia antara lain dengan terapi pengganti memanfaatkan plasma manusia, rekombinan dari sel-sel hingga monoklonal antibodi yang memungkinkan sel membantu atau menghalangi proses tidak baik.

"Monoklonal antibodi ini bekerja menyerupai faktor VIII. Begitu juga pengobatan yang diberikan tergantung pada kondisi pasien. Pada kasus yang berat, pengobatan diberikan secara intensif dibantu fisioterapi," lanjutnya

Sementara itu, dokter spesialis anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Novie A. Chozie menyampaikan pemberian profilaksis memungkinkan pasien diobati tanpa harus menunggu perdarahan. "Jika anak mengalami perdarahan pertama dan terdiagnosis hemofilia, profilaksis bisa dimulai," sebutnya.

Menurutnya, pengobatan ini bisa diberikan pada anak berusia kurang dari satu tahun. Di Eropa, pasien anak berusia delapan bulan sudah masuk pertimbangan pengobatan ini. "Bagaimana di Indonesia, karena masih baru dan banyak faktor dipertimbangkan hingga kesiapan pemberian penyuntikan," jelasnya

Selain biaya mahal, masalah teknis dan belum memungkinkan untuk semua pasien hemofilia salah satunya mempertimbangkan berat badan tertentu. Meskipun pengobatan nantinya diberikan sesuai berat badan. Jadi, walau dosisnya tidak terlalu tinggi tetapi bila berat badan anak besar maka kebutuhan obatnya juga lebih.

Apalagi masih banyak penyandang hemofilia yang diobati di bawah standar pengobatan sehingga masih banyak pasien mengalami kerusakan sendi ataupun perdarahan berat yang berisiko kematian.

Diketahui, secara statistik diperkirakan terdapat sekitar 20.000-25.000 penyandang hemofilia di Indonesia. Namun, baru 2.300 orang penyandang atau 10% pasien yang terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan optimal. (OL-13)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat