visitaaponce.com

Dinas Pendidikan Pastikan SMA Taruna Indonesia Langgar Aturan MOS

Dinas Pendidikan Pastikan SMA Taruna Indonesia Langgar Aturan MOS
SMA Taruna Indonesia Palembang(MI/Dwi Apriani)

DINAS Pendidikan Provinsi Sumatra Selatan mendapati adanya pelanggaran yang dilakukan pengelola SMA Taruna Indonesia Palembang. Hal itu diakui Kepala Dinas Pendidikan Sumsel, Widodo, kemarin.

Masa orientasi sekolah (MOS) seharusnya dilakukan secara serentak pada 15-17 Juli, namun SMA Taruna Indonesia melakukan kegiatan internal sejak 6 Juli tanpa izin dari dinas terkait.

"MOS atau MPLS dilaksanakan serentak 3 hari yakni 15, 16, 17. Aturannya begitu. Jadi dari 6 sampai 13 Juli itu kegiatan internal mereka. Sesuai ketentuan di kami (Dinas Pendidikan dan Kemendikbud), harusnya mereka (sekolah) meminta izin," kata dia.

Ia menyebut, kegiatan yang dilakukan di luar ketentuan harus dilaporkan dan mendapat izin. "Jadi jika itu tambahan seperti itu, itu kan tambahan internal atau kreasi kegiatan yang dilakukan sekolah sendiri. Harusnya memberi tahu agar kita turunkan pengawas, dan mereka tidak meminta izin," kata dia.

Sejauh ini, kata dia, pihak sekolah mengklarifikasi kepada Dinas Pendidikan bahwa itu adalah kegiatan lama. "Mereka (sekolah) mengatakan itu kebiasaan lama," ucapnya.

Baca juga: Siswa Tewas saat MOS, Kepsek Klaim Kantongi Surat Orangtua

Widodo mengklaim, pihaknya bukan ini melempar tanggung jawab dan permasalahan kepada pihak sekolah. Namun sesuai aturan, apapun kegiatan di luar pagar sekolah, harus ada izin. "Kegiatan di luar pagar sekolah harus minta izin. Sekurangnya diberi tahu," kata dia.

Untuk itu, pihaknya akan membentuk tim baru yang melibatkan dewan pendidikan, dan tokoh-tokoh lain yang memang punya konsep hukumnya untuk izin sekolah yang akan habis pada Oktober hingga konten isinya.

"Jika memang konten itu yang bermuara pada kekerasan yang eskalasinya tidak bisa dikendalikan konten yang berisi kegiatan fisik yang menyulut pada kekerasan, harus dihentikan. Kalau ternyata kekerasan itu terstruktur, artinya ditutup sekolah itu," kata dia.

"Kalau kegiatan itu terstruktur, artinya sepengetahuan dalam kurikulum dimasukkan dan diperbolehkan, maka kita tutup sekolah itu. Kekerasan itu bersifat individual, insidental tanpa sepengetahuan, namun jika terstruktur maka harus ditutup," tambah dia.

Widodo juga mempertanyakan mengenai surat pernyataan dari orang tua mengenai penyerahan anak didik ke sekolah tersebut. "Sekarang begini, kalau misalnya kepala sekolah mengklaim (ada surat pernyataan orang tua) kan ada buktinya, tinggal tunjukkan buktinya. Kalau ada pernyataan seperti diklaim kepala sekolah, tidak sama artinya diperbolehkan adanya kekerasan. Meski ada pernyataan dari orangtua, tetap tidak boleh ada memukul," kata dia.

Ia mengatakan, terkait dengan adanya informasi mengenai korban lain, Wiko Jerianda, pihaknya masih menunggu hasil dari dokter yang merawat. "Jika ada nama baru (Wiko), dokter belum menemukan adanya hal itu (kekerasan fisik) karena baru masuk RS Charitas hari ini. Tapi dari penelitian dokter di RS Charitas bahwa ditemukan ada fungsi organ tidak berfungsi, penyebabnya belum dideteksi," jelasnya. (X-15)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat