visitaaponce.com

Muhammadiyah dan BSI

SALAH satu doktrin Muhammadiyah yang sangat mengagumkan ialah ketaatan dan kepatuhan seluruh pimpinan di berbagai tingkatan organisasi dan anggotanya terhadap keputusan Persyarikatan di level pusat. Maka itu, ketika Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengumumkan akan menarik dana simpanan dan pembiayaan dari PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk atau BSI ke sejumlah bank syariah swasta, tidak ada satu pun dari komponen organisasi kemasyarakatan itu yang menyempal. Semuanya sami'na wa atha'na, kami dengar dan kami laksanakan.

Maka itu, keputusan tersebut membuat kalangan di jagat bisnis perbankan syariah serta publik di Tanah Air terkejut. Banyak yang tidak menyangka bahwa Muhammadiyah akan melakukan itu secara serentak, menjadikannya sebuah 'gerakan' terorkestrasi. Keputusan itu juga cuma berselang beberapa hari setelah hasil konsolidasi keuangan PP Muhammadiyah dengan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di Yogyakarta pada 26 Mei 2024.

Pengumuman pemindahan dana itu tertuang dalam sebuah memo dari Muhammadiyah dengan Nomor 320/I.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana. Dalam memo bertarikh 30 Mei 2024 itu, PP Muhammadiyah menyatakan akan mengalihkan dana tersebut ke sejumlah bank yang selama ini bekerja sama dengan Muhammadiyah. Bahasa resminya melakukan rasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan di BSI dengan pengalihan ke Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, bank-bank syariah daerah, dan bank-bank lain yang selama ini bekerja sama baik dengan Muhammadiyah.

Maka itu, mulai Majelis Pendidikan Tinggi dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Majelis Pembinaan Kesehatan Umum PP Muhammadiyah, pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah, pimpinan Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah, hingga pimpinan Badan Usaha Milik Muhammadiyah di seluruh Indonesia langsung tancap gas mengalihkan dana tersebut. Tidak disebutkan secara pasti berapa total dana yang dipindahkan itu. Berbagai kalangan menyebutkan jumlahnya sekitar Rp13 triliun hingga Rp15 triliun.

Alasan resmi Muhammadiyah menarik dan memindahkan dana simpanan serta pembiayaan dari BSI ialah karena penempatan dana Muhammadiyah selama ini terlalu banyak berada di BSI. Sementara itu, penyimpanan dana Muhammadiyah di bank-bank syariah lain masih sedikit. Kondisi itu secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi atau concentration risk

Selain berisiko tinggi, konsentrasi semacam itu membuat persaingan usaha perbankan syariah akan jomplang, tidak sehat dan menyehatkan. 'Muhammadiyah akan terus melakukan rasionalisasi dan konsolidasi terhadap masalah keuangannya agar bisa berkontribusi bagi terciptanya persaingan yang sehat di antara perbankan syariah', begitu tulis Persyarikatan dalam rilis resminya.

Namun, ada pula yang berspekulasi bahwa alasan 'panggung depan' boleh jadi berbeda dengan yang terjadi di 'panggung belakang'. Sejumlah kalangan mencurigai ada hubungan yang retak antara Muhammadiyah dan BSI. Ada spekulasi bahwa BSI tidak mengakomodasi 'kepentingan' Muhammadiyah dalam komposisi sumber daya manusia pengelola bank syariah terbesar di Indonesia itu. Justru pihak lain yang tidak memiliki 'keterikatan' dengan BSI, menurut spekulasi itu, malah diakomodasi.

Benar atau tidaknya alasan itu biarlah waktu yang menjawabnya. Yang pasti, bila sebelumnya antara Muhammadiyah dan BSI merupakan konco kenthel alias teman dekat, kini keduanya sekadar jadi konco biasa. Ada kepercayaan yang agak tergerus dalam relasi antarkolega itu.

Bagi bisnis perbankan, kepercayaan ibarat jantung. Makin kuat kepercayaan publik terhadap institusi perbankan, makin sehat dan bagus performa bank tersebut. Sebaliknya, makin tipis kepercayaan publik kepada sebuah bank, kian sulit bagi perbankan itu untuk berkembang. Bahkan, bila kepercayaan makin hilang, tinggal menunggu waktu suatu bank untuk ambruk.

Sejumlah analis menyebutkan bahwa penarikan itu tidak terlalu berdampak buat BSI. Dasarnya karena kondisi keuangan BSI sejauh ini sehat-sehat saja. Dana pihak ketiga (DPK) BSI terus tumbuh, bahkan mencapai Rp297 triliun lebih. Lalu, dana penyaluran pembiayaan mencapai Rp246,5 triliun. Angka itu tumbuh bila dibandingkan dengan jumlah DPK dan dana penyaluran akhir tahun lalu.

Namun, penarikan dana seketika dengan jumlah belasan triliun rupiah, kendati cuma 5,5% dari total DPK, misalnya, tetap memiliki dampak. Setidaknya dampak psikologis. Bila dampak psikologis itu berkelanjutan, bukan tidak mungkin bisa berujung turbulensi hebat. Dalam jangka pendek, penarikan serentak itu bakal memengaruhi likuiditas.

Dalam konteks bank syariah, kondisi likuiditas tecermin dari rasio financing to deposit ratio (FDR) atau yang kerap dikenal sebagai loan to deposit ratio (LDR). Makin tinggi LDR bank, semakin ketat likuditasnya. Sebaliknya, makin kecil LDR, semakin longgar likuiditas bank. Artinya, jika dana simpanan yang ditarik Muhammadiyah dari BSI cukup signifikan, hal itu bisa menyebabkan peningkatan LDR karena deposit bank akan menurun dan pada saat yang sama total pembiayaan yang diberikan oleh bank tetap sama. 

Peningkatan LDR bisa mengindikasikan bahwa bank menjadi lebih bergantung pada dana pihak ketiga untuk mendukung operasinya yang dapat menunjukkan situasi likuiditas yang lebih ketat. Saat ini, LDR BSI mencapai 83,05%. Maka itu, dengan asumsi Muhammadiyah menarik dana Rp15 triliun, sesuai dengan rumus LDR, yakni dana pihak ketiga dibagi dengan pembiayaan, otomatis LDR BSI meningkat menjadi 87,32%. 

Itu ialah dampak jangka pendek. Dampak jangka panjang, bila penarikan besar-besaran (rush money) terjadi, apalagi bila 'gerakan' ini diikuti oleh anggota Muhammadiyah yang jumlahnya puluhan juta orang, bisa menjadi tekanan besar buat BSI. Maka itu, menganggap ini sekadar aksi institusi biasa layaknya aksi korporasi biasa jelas bukan langkah yang bijak. Mesti ada mitigasi, bicara dari hati ke hati, dan menemukan solusi.



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat