DPR tak Aspiratif, Seluruh UU Produk 2020 DIgugat ke MK
![DPR tak Aspiratif, Seluruh UU Produk 2020 DIgugat ke MK](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2021/04/81f65bf18a78c06016a076473fd25d4b.jpeg)
DPR tidak lagi menjadi ruang penyerapan aspirasi dan diskusi dalam pembentukan undang-undang (UU). Buktinya, seluruh UU yang disahkan di 2020 ramai-ramai digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Upaya memperjuangkan aspirasi yang semula di ruang parlemen berpindah ke MK, terlihat dari tingginya judicial review. Padahal, dasarnya perdebatan di MK bukan soal prosedur formil namun acuan konstitusionalitas sebuah aturan hukum," ujar Peneliti KoDe Inisiatif Violla Reininda pada webinar bertajuk MK dan PR Pengujian UU, Minggu (18/4).
Pada kesempatan itu hadir pula Direktur Eksekutif Kemitraan/Pemohon PUU KPK Laode M Syarif, Direktur PUSaKO Universitas Andalas Feri Amsari dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Lailani Sungkar.
Ia mengatakan MK menghadapi tingginya jumlah gugatan atau judicial review usai menyelesaikan sengketa pilkada. Seluruh UU kontroversial yang disahkan selama 2020 ramai-ramai dilaporkan masyarakat ke MK.
"Seluruhnya terdapat 38 perkara yang diajukan, selain UU KPK itu meliputi UU yang baru saja disahkan di 2020 yakni UU MK, Cipta Kerja, Minerba dan Perppu Keuangan Covid-19," terangnya.
Menurut dia, kondisi ini menunjukan terdapat persoalan pelik dalam pembentukan UU. Regulasi yang belum setahun sudah digugat ke MK misalnya UU Cipta Kerja.
"UU Cipta Kerja paling banyak diuji dengan 14 permohonan yang meliputi tiga pengujian formil, lima materil dan enam formil materil. UU Keuangan Negara dengan sembilan pengujian, satu formil, empat materil dan empat pengujian formil materil serta UU MK ada dua pengujian yang menitikberatkan pada formil dan materil," paparnya.
Violla mengatakan MK harus memandang 38 perkara yang diajukan masyarakat sebagai persoalan besar. Hal ini khususnya mengenai penurunan mutu dan proses pembentukan UU.
"Ini menunjukan pembentukan UU tidak partisipatif, transparan dan ada jarak pembuat regulasi dengan publik. Seolah mandat rakyat dengan wakilnya di legislatif hilang atau tidak ada komunikasi yang berarti," pungkasnya. (OL-8)
Terkini Lainnya
NasDem: Pembahasan RUU Lebih Cepat Lebih Baik
RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Disahkan, Puan: untuk Indonesia Emas 2045
Baleg DPR Bantah Terburu-buru Bahas Revisi UU TNI, Polri, hingga Kementerian Negara
Baleg DPR Bantah Ada Jalur Khusus dalam Pembahasan RUU
RUU Kementerian Negara Resmi Jadi Inisiatif DPR RI
Yayasan Cendekiawan Siap Beri Masukan terkait RUU Tata Kelola Ganja Medis
Pemerintah belum Jadwalkan Pelantikan Serentak Kepala Daerah Pilkada 2024
KPU RI Koreksi Jadwal Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Pilkada 2024
Pemungutan Suara Ulang di Samosir, PKB Unggul
Kondisi Hukum Indonesia makin tidak Baik-Baik Saja
Bawaslu Tegaskan Irman Gusman tak Boleh Kampanye Jelang Pemilu Ulang
KPU Gelar Pemilu Ulang di Gorontalo dan Ternate pada 22 Juni 2024
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap