visitaaponce.com

Revolusi Mental Disebut Hanya Slogan

Revolusi Mental Disebut Hanya Slogan
Momen Rakornas Revolusi Mental(MI/Dwi Apriani)

PENGAMAT Politik Hendri Satrio mengatakan revolusi mental yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebatas slogan tanpa adanya perbaikan-perbaikan dari indikator revolusi mental. Ia mencontohkan kepatutan terhadap dinasti politik, selain itu juga korupsi merajalela.

"Hasil survei Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (kedaiKopi) ketidaksetujuan (masyarakat) pada dinasti politik sampai 58,8%, indeks optimisme generasi muda terhadap politik dan hukum minus 10,2. Yang ada kaitannya dengan perbaikan mental tidak dijalankan oleh Pak Jokowi," ucapnya ketika dihubungi Senin (17/7)

Jokowi, ujarnya, hanya fokus pada dua hal. Pertama infrastruktur. Kedua penyebaran bantuan sosial. Program revolusi mental menurutnya tidak tersentuh. Ia pun menganggap agak sulit merealisasikan program revolusi mental hingga akhir masa jabatan Presiden Jokowi. 

Baca juga : Analis Politik: Agenda Perubahan Surya Paloh Menemukan Momentum

Hendri mencontohkan pada kocok ulang (reshuffle) kabinet yang berlangsung Senin (17/7), ada sejumlah nama yang dianggap kontroversial.

"Misalnya Mas Budi Arie (Menteri Komunikasi daj Informatika), kita bisa lihat lebih pada kepentingan politik daripada teknokratik Pak Jokowi mengangkat Mas Budi Arie sebagai Menkominfo. Ini tidak perlu terjadi lagi jika revolusi mental bukan slogan," ucap Hendri.

Baca juga : Ini Respons Jokowi atas Pernyataan Surya Paloh yang Sebut Revolusi Mental Belum Sesuai Harapan

Senada, Pengajar Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Reza Fathurrahman mengatakan secara substantif, upaya sistematis untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai keluhuran, kesantunan, dan kemandirian bangsa (seperti revolusi mental) di tengah masyarakat kita masih sangat relevan. 

Namun, permasalahannya, apabila jargon semisal Revolusi Mental menjadi komoditas politik yang kemudian disematkan pada satu rezim tertentu, menurutnya ini yang berbahaya

"Revolusi Mental menjadi Revolusi Méntal (seperti terpental)," ucapnya.

Reza mengatakan starting point penanaman revolusi mental ada di lembaga/institusi pendidikan dan lingkar istana (presiden dan para menterinya).

Di institusi pendidikan, sambungnya, sejak TK hingga universitas perlu upaya sistematis untuk menanamkan nilai-nilai luhur. Mulai dari yang paling sederhana semisal budaya mengantri, budaya saling menghormati sesama. 

Lalu di lingkar istana, presiden dan para pembantunya menunjukkan nilai-nilai keluhuran dan kesantunan bangsa melalui tindakan. Kemudian ditunjang dengan penegakan hukum yang baik.

Reza Fathurrahman menyebut Sebenarnya Inpres 12 Tahun 2016 yang menitikberatkan pada 5 Program Nasional Revolusi Mental sudah sangat komprehensif. Namun, ia menilai implementasinya di lapangan masih jauh dari ideal.

"Khususnya apabila Revolusi Mental tidak dipandang sebagai sebuah kebutuhan prioritas. Sekedar formalitas belaka," ucap Reza.

Untuk memastikan gerakan semisal revolusi mental yang berdampak, menurutnya butuh waktu dan keberlanjutan lintas rezim, Tidak cukup hingga akhir masa jabatan presiden Jokowi.

"Permasalahannya itu tadi. Apabila Revolusi Mental dianggap sebagai jargon/komoditas politik milik rezim presiden jokowi, maka kemungkinan besar gerakan tersebut akan hilang bila rezim berganti," tukasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat