visitaaponce.com

Risiko Global Meningkat, APBN Diarahkan Jaga Daya Beli Masyarakat

Risiko Global Meningkat, APBN Diarahkan Jaga Daya Beli Masyarakat
Potret deretan gedung pencakar langit di wilayah Ibu Kota.(Antara)

SEKTOR manufaktur Indonesia melanjutkan kinerja yang positif meskipun sedikit melambat. Itu tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur di Juni 2022 yang masih berada pada zona ekspansif di level 50,2. 

Adapun ekspansi ini menunjukkan aktivitas produksi yang masih terus meningkat. Gejolak geopolitik dan pelambatan ekonomi dunia, khususnya di Tiongkok, mengganggu rantai pasok global dan menghambat laju ekspansi manufaktur Indonesia.

Kondisi itu juga dialami oleh sebagian besar negara di kawasan Asia. Termasuk, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Thailand dan Filipina. “Pemerintah terus memonitor dinamika dan prospek ekonomi global. Serta, memitigasi berbagai dampak yang mungkin timbul," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangannya, Minggu (3/7).

"Berbagai instrumen, termasuk APBN, akan dioptimalkan untuk meminimalkan dampak pada perekonomian domestik. Sehingga, momentum pemulihan ekonomi nasional terjaga," imbuhnya.

Baca juga: BI Masih Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,50%

Meskipun sedikit meningkat, inflasi Juni 2022 masih terjaga di level 4,35% (year on year/yoy). “Dibandingkan banyak negara di dunia, inflasi Indonesia masih tergolong moderat. Laju inflasi di Amerika Serikat dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6% dan 8,8%," papar Febrio.

"Demikian juga di sejumlah negara berkembang, seperti Argentina dan Turki, dengan laju inflasi masing-masing mencapai 60,7% dan 73,5%. Pemerintah melalui instrumen APBN, berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat dapat dijaga," sambung dia.

Namun, pemerintah terus memantau dan memitigasi berbagai faktor yang akan berpengaruh pada inflasi nasional, baik dari eksternal maupun domestik. Inflasi Juni mengalami peningkatan, yang disebabkan kenaikan harga pangan bergejolak (volatile food) hingga mencapai 10,07% (yoy).

Komoditas pangan yang meningkat meliputi cabai merah, cabai rawit,dan bawang merah, akibat curah hujan tinggi di wilayah sentra. Sehingga, menimbulkan gagal panen dan terganggunya distribusi. Di sisi lain, harga minyak goreng mulai turun seiring melandainya harga minyak sawit mentah (CPO).

“Pangan sangat penting bagi masyarakat sehingga Pemerintah akan terus mengantisipasi dan memitigasi risiko dari kenaikan harga kelompok pangan bergejolak melalui berbagai kebijakan untuk menjamin kecukupan pasokan dan keterjangkauan harga pangan bagi masyarakat,” sambung Febrio.

Baca juga: Investasi Bakal Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan, pemerintah secara konsisten berupaya menjaga agar peran APBN sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal. Dalam hal ini, untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat dan menjaga pemulihan ekonomi nasional.

Berbagai upaya menjaga stabilisasi harga pangan nasional telah ditempuh pemerintah. Di antaranya, pemberian insentif selisih harga minyak goreng, pelarangan sementara ekspor CPO dan turunannya, serta mempertahankan harga jual BBM hingga listrik.

“Ini semua diharapkan dapat menjaga kecukupan pasokan, kelancaran distribusi, serta keterjangkauan harga pangan pokok. Sehingga dapat melindungi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah,” jelasnya.

Inflasi inti pada Juni 2022 mengalami sedikit peningkatan menjadi 2,63%. Hal ini mencerminkan semakin menguatnya permintaan domestik. Inflasi harga diatur pemerintah (administered prices) juga mengalami peningkatan 5,33%, setelah bergerak stabil di dua bulan sebelumnya.(OL-11)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat