visitaaponce.com

Cash is The King, Dolar AS Menjadi Safe Haven, Rupiah semakin Melemah

Cash is The King, Dolar AS Menjadi Safe Haven, Rupiah semakin Melemah
Ilustrasi nilai tukar rupiah(Freepik )

KUATNYA nilai mata uang dolar AS menyebabkan tekanan pelemahan berbagai mata uang negara lain, termasuk nilai tukar rupiah. Seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global, dana akan lari ke aset yang lebih likuid atau cash is the king, di mana kepemilikan dolar AS menjadi safe haven di situasi seperti ini.

Rupiah pada perdagangan Kamis (19/10) ditutup melemah 128 poin atau 0,81% di level Rp15.856 per dolar AS merujuk pada RTI Business.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan dibandingkan akhir tahun 2022, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) pada 18 Oktober 2023, tercatat tinggi di level 106,21 atau menguat 2,60% (ytd).

Baca juga: Kenaikan BI Rate Dinilai Belum Perlu

Sangat kuatnya dolar AS ini memberikan tekanan depresiasi mata uang hampir seluruh mata uang dunia, seperti Yen Jepang, Dolar Australia, dan Euro yang melemah masing-masing 12,44%, 6,61% dan 1,40% (ytd), serta depresiasi mata uang kawasan, seperti Ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan Peso Filipina masing-masing 7,23%, 4,64% dan 1,73% (ytd).

"Dalam periode yang sama, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia, nilai tukar Rupiah terdepresiasi 1,03% (ytd), relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara di kawasan dan global tersebut," kata Perry, dalam pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Oktober 2022, Kamis (19/10).

Baca juga: Dolar AS Menguat Akibat Perang, Menekan Rupiah

Meningkatnya ketegangan geopolitik mendorong harga energi dan pangan global meningkat sehingga mengakibatkan tetap tingginya inflasi dunia.

Untuk mengendalikan inflasi, suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Fund Rate (FFR), diprakirakan akan tetap bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer).

Kenaikan suku bunga global diperkirakan akan diikuti pada tenor jangka panjang dengan kenaikan yield obligasi pemerintah negara-negara maju, khususnya AS (US Treasury), akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan utang Pemerintah, dan kenaikan premi risiko jangka panjang (term-premia).

Berbagai perkembangan ini mendorong pembalikan arus modal dari negara Emerging Market Economies (EMEs) ke negara maju dan ke aset yang lebih likuid (cash is the king).

"Akibatnya nilai dolar AS menguat secara tajam terhadap berbagai mata uang dunia," kata Perry.

Ketidakpastian ekonomi dan keuangan global semakin tinggi, karena terjadi bersamaan dengan meningkatnya ketegangan geopolitik.

"Oleh karena itu memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global terhadap ketahanan ekonomi domestik di negara-negara Emerging Market Economies (EMEs), termasuk Indonesia," kata Perry.

Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan nilai fundamental untuk mendukung upaya pengendalian harga inflasi barang yang diimpor, atau imported inflation.

Di samping intervensi di pasar valuta asing, Bank Indonesia mempercepat upaya pendalaman pasar uang Rupiah dan pasar valuta asing, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan instrumen lain untuk meningkatkan mekanisme pasar, baik dalam meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.

Lebih lanjut, Perry mengatakan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global mendorong aliran keluar modal asing (net outflows) dalam bentuk investasi portofolio pada triwulan III 2023 sebesar US$2,1 miliar dolar AS.

Tekanan terhadap aliran modal asing terus berlanjut pada triwulan IV 2023 yang hingga 17 Oktober 2023 mencatat net outflows sebesar US$0,4 miliar.

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir September 2023 tercatat sebesar US$134,9 miliar, setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Neraca Pembayaran Indonesia pada 2023 diprakirakan tetap baik dengan transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB.

"Pada 2024, NPI diprakirakan tetap terjaga didukung oleh prospek perekonomian domestik yang tetap baik, di tengah tingginya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global," kata Perry.

Pertumbuhan ekonomi global diprakirakan melemah dan disertai divergensi pertumbuhan antar-negara yang semakin melebar. Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diprakirakan sebesar 2,9% dan melambat menjadi 2,8% pada 2024 dengan kecenderungan risiko yang lebih rendah.

Ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2023 masih tumbuh kuat terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa yang berorientasi domestik. Sedangkan ekonomi Tiongkok melambat dipengaruhi oleh pelemahan konsumsi dan penurunan kinerja sektor properti.

Pengamat Pasar Uang dan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan nilai tukar rupiah semakin menunjukkan pelemahan. Dia memperkirakan rupiah akan melemah hingga tembus level Rp16.000 per dolar AS.

Ibrahim mengatakan rupiah melemah utamanya antara kondisi ekonomi global yang memanas. Gejolak di timur tengah usai Iran merekomendasikan OPEC untuk melakukan embargo minyak ke Israel membuat kondisi di kawasan Timur Tengah memanas, walaupun masih belum direspons oleh OPEC.

Kondisi perang pasukan Hamas dan Israel. Bom yang diluncurkan ke rumah sakit di Gaza yang menewaskan 500 orang di antaranya ibu dan anak juga membuat berang negara-negara dunia.

"Siap-siap Rupiah minggu depan menuju puncaknya di Rp16.000 per dolar AS," kata dia kepada wartawan, Kamis (19/10). (Try/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat