visitaaponce.com

Pemilu Iran Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak

Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
 T. Taufiqulhadi(Dok)

HARI ini tgl 5 Juli, rakyat Iran akan menentukan siapakah presiden mereka mendatang apakah tokoh paling konservatif Said Jalili atau figur reformis terkemuka Masoud Pezeshkian dalam pemilu paling terpolarisasi secara visi politik dalam sejarah republik Islam Iran.

Sesungguhnya pemilu sela ini diselenggarakan menyusul tewasnya Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter 19 Mei lalu, dan terpaksa dilaksanakan  dua putaran  karena di putaran pertama pada 28 Juni lalu, tidak menghasilkan pemenang dengan perolehan suara separuh plus satu. Hanya menghasilkan dua dari tiga kandidat yang maju ke putaran kedua. Satu kandidat dinyatakan gugur. Tiga kandidat di putaran pertama adalah Masoud Pezeshkian, seorang reformis yang dalam pemilu sebelumnya pernah mencalonkan diri sebagai  presiden tapi digagalkan dalam seleksi. Dalam putaran pertama,  ia berhasil meraih  lebih satu juta suara di atas Saeed Jalili, politisi garis keras yang didukung oleh Pemimpin Agung Iran (Vali-e Faghih-e Iran) Ayatollah Ali Khamenei. Seorang lagi adalah Mohammad Bagher, politisi konservatif yang pernah menjabat Panglima Dewan Pengawal Revolusi Iran (IRGC) dan Wali kota Teheran. Sekarang ia masih menduduki jabatan sebagai Ketua Parlemen Iran. Bagher memandang dirinya sebagai pilihan sempurna bagi kekuatan establishment Iran.

Kubu moderat sempat mengalami kemerosotan pengaruh dalam panggung politik Iran karena diperlemah oleh Trump yang mundur secara sepihak dari Persetujuan Nuklir 2018 saat Iran dipimpin oleh Presiden Hasan Rouhani yang moderat. Di atas citra Rouhani dan teman-teman moderatnya  terdiskredit, kaum konservatif muncul menjadi lebih berjaya. Dimotori IRGC yang sangat konservatif, dalam seleksi, mereka mendiskualifikasi kandidat-kandidat reformis dan moderat dalam pemilihan parlemen dan presiden.

Baca juga : Pesimisme Bayangi Pemilihan Legislatif 2024 xdi Iran

Langkah kaum konservatif ini membuat marah kaum reformis dan moderat. Rouhani, Mohammad Khatami dan mantan menteri luar negeri Javad Zarif melancarkan protes dengan menyerukan pemboikotan terhadap pemilu ini. Ketua Gerakan Hijau Mir Hossein Musavi, dari tahanan rumahnya, meminta untuk di selenggarakan referendum guna memperbaiki sistem politik Iran. Rouhani dan Zarif mengecam dengan ungkapan "peraturan minoritas".  Dalam kondisi seperti itulah tiba-tiba muncul persetujuan terhadap Pezeshkian, anggota parlemen lima kali beretnis Azerbaijan. Kaum Azerbaijan ini berasal dari etnis yang sama yang sama dengan orang Turki. Azerbaijan Timur adalah salah satu  provinsi perbatasan Iran. Lainnya adalah Provinsi Sistan-Baluchistan, yang berbatasan dengan Pakistan dan Afghanistan. Pezeshkian mewakili daerah pemilihan Tabriz, ibu kota Azerbaijan Timur dalam setiap pemilihan parlemen.

Perkembangan tak terduga di atas sangat mempengaruhi sikap tokoh moderat dan reformis. Khatami sang reformis, serta Rouhani, Javad Zarif segera turun gunung untuk mendukung Pezeshkian, sementara Mousavi tetap memboikot pemilu. Pezeshkian menggotong slogan Baraye Iran (Bagi Iran). Baraye Iran adalah judul lagu nasional bagi kelompok penentang konservatisme politik Iran. Kampanye Pezeshkian lebih menekankan di provinsi-provinsi perbatasan seperti Provinsi Azerbaijan Timur dan Barat, di mana kaum Azerbaijan (berjumlah sekitar 16 persen dari total populasi Iran) tinggal. Ia menjanjikan akan memasukkan kaum sunni dan minoritas lainnya dalam pos-pos pemerintahan mendatang. Sementara Rouhani, Khatami dan Zarif mencoba menggedor pintu "grey voters", istilah yang menunjuk kepada pribadi warga negara yang berkarakter reform minded  tapi  enggan turun ke kotak suara. Sejauh ini, jumlah mereka sangat signifikan  dan makin membesar setiap saat. Meski pun Pezeshkian unggul terhadap kandidat lainnya tapi upaya Khatami dan temannya rupanya belum menggugah kelompok grey voters, yaitu kekuatan yang sedang tidur sebagai bentuk protes terhadap sistem politik Iran. Jika mengacu kepada pendapat Kementerian Dalam Negeri hanya 40 persen rakyat Iran yang berpartisipasi dalam pemilu ini, berarti kelompok grey voters masuk dalam 60 persen yang memboikot.

Keunggulan Pezeshkian juga karena terjadi perebutan kekuasaan dalam tubuh kubu kaum konservatif. Ghalibaf dipandang lebih termotivasi kepentingan pribadi ketimbang kepentingan lebih luas dalam pilpres ini. Meski sejumlah tokoh di kubu konservatif menasehati Ghalibaf untuk mundur, ia bergeming. Ghalibaf merasa yakin posisinya dulu sebagai panglima IRGC, mantan wali kota Teheran dan kini sebagai ketua parlemen akan mampu ia kapitalisasi kan untuk kemenangannya. Hanya saja, kini tengah muncul Paydari, blok ulama muda di sayap konservatif. Blok ini dimotori oleh ulama garis keras Mahmuod Nabavian dan Hamid Rasaee. Paydari sendiri adalah akronim dari bahasa Iran yaitu Front Stabilitas Revolusi Islam, Walau berkumpul ulama-ulama muda,  tapi blok ini merupakan kelompok paling fundamentalis dalam spektrum konservatisme Iran sekarang. Kelompok ini mendukung Jalili, dan anti-Ghalibaf.

Tidak seperti Ghalibaf, sosok konservatif pragmatis, Paydari menghendaki penerapan hukum Islam yang  keras dan menjadi pengkritik paling sengit terhadap kubu reformis, yang dianggapnya telah menyebabkan munculnya malapetaka kebebasan sosial dan budaya,  serta mendorong diplomasi dengan Barat. Mereka menuduh kaum reformis sebagai penghasut. Jalili menikmati dukungan kelompok radikal ini, seraya meminjam kekuatan dan wewenang dari Khamenei. Meski demikian, ia hanya berhasil meraih suara kedua terbanyak di bawah Pezeshkian pada putaran pertama. Dalam putaran kedua, Ghalibaf beralih mendukung Jalili.

Pemilu putaran kedua ini  menjadi pertarungan antara dua visi politik yang paling terpolarisasi di Iran. Pezeshkian yang mewakili kubu reformis berhadapan dengan Said Jalili dari kubu garis garis keras. Kubu garis keras akan mengerahkan semua sumber dayanya, termasuk Basij, relawan paramiliter berkekuatan lebih sejuta orang. Kelompok  ini dikenal karena berada di balik penghancuran Gerakan Hijau yang reformis serta menyerang gerakan protes anti wajib jilbab secara brutal dulu. Sementara Pezeshkian tergantung kepada kelompok grey voters, apakah mereka akan tergerak hatinya untuk turun ke kotak suara  kali ini atau akan melanjutkan tidur panjang mereka. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat