Hari Kartini Momentum Tumbuhkan Cinta Kebaya Pada Anak Muda
![Hari Kartini Momentum Tumbuhkan Cinta Kebaya Pada Anak Muda](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2020/04/9d4ad50206b19a576f698f361c07b593.jpg)
KEMBALI pada identitas nasional, bangga menjadi Indonesia menjadi momentum peringatan Hari Kartini tahun ini. Kebaya menjadi salah satu alat yang bisa memperkuat kembali ikatan kebangsaan di tengah arus globalisasi sehingga perlu ada diplomasi kebaya di tingkat internasional.
Hal ini mengemuka dan menjadi bahasan hangat pada diskusi online memperingati Hari Kartini yang bertema “Yuk Ajak Anak Muda Cinta Kebaya” yang digelar Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) , di Jakarta, kemarin.
Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia {PBI} Rahmi Hidayati menyitir salah satu surat Kartini Habis Gelap Terbitlah Terang, kendati sekarang Indonesia dalam fase tanggap darurat pandemi covid-19, gerakan berkebaya tetap harus dilakukan agar kebaya kembali menjadi pakaian sehari hari Perempuan Indonesia
“Seandainya anak-anak atau cucu kita tidak mencintai kebaya dan tidak dengan senang hati memakainya, maka ketika kita lenyap dari muka bumi, kita khawatir akan lenyap pula kebaya ini.Sehingga perlu cara agar generasi muda dengan senang hati mengenakan kebaya dan mewariskan pada generasi berikutnya,” ujar Rahmi.
Deputi Bidang Budaya Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nyoman Shuida mengapresiasi gerakan PBI yang konsisten menggaungkan gerakan berkebaya dan meminta agar tidak lelah mengampanyekan kebaya menjadi busana sehari hari.
Baca juga : RA Kartini dan Misteri Kotak Berukir Wayang
“Kita harus bisa menjadikan orang melihat kebaya adalah Indonesia. Indonesia adalah kebaya,” katanya seraya menambahkan Kemenko PMK sendiri menetapkan gerakan Selasa Berkebaya di lingkungan kementriannya sejak tahun lalu.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid melihat perlunya merelevansikan kebaya dengan anak muda yang cinta kebaya.
Ia mengapresiasi gerakan Selasa Berkebaya yang bertujuan mempopulerkan kembali kebaya dalam kehidupan sehari-hari. Belum lagi sederet diskusi hingga fashion show untuk membagi inspirasi mengenakan kebaya agar bisa dipadupadankan dengan busana anak muda.
Hilmar menegaskan akan berupaya mempromosikan kebaya lewat jalur pendidikan.
"Kebetulan ada siaran belajar dari rumah melalui TVRI. Beberapa kali ada pembahasan soal tekstil. Kita bisa selipkan soal kebaya. Penonton TVRI itu 25 persen dari total penonton Indonesia," ujarnya.
Untuk membuat gaung kebaya mendunia, menurutnya perlu ada diplomasi dengan menggandeng Kementerian Luar Negeri. Saat ini, kata Hilmar, banyak sekali duta besar Indonesia dari kalangan perempuan, jadi sangat efektif para dubes dalam bertugas selalu menggunakan kebaya.
Dia mencontohkan dahulu batik dipandang sebelah mata dan hanya menjadi pakaian sederhana. Namun ketika Ali Sadikin, Gubernur DKI pada 1970-an ,memakai batik sebagai kemeja lengan panjang, batik perlahan dan pasti mulai naik kelas.
“Saya sendiri dalam acara internasional selalu pakai batik lengan panjang bukan setelan jas. Selain praktis juga mengenalkan budaya Indonesia,” katanya.
Baca juga : Kartini sang Anak Zaman
Psikolog Sosial Ade Iva menambahkan, penciptaan momentum khusus juga perlu untuk meningkatkan kebanggaan anak muda pada kebaya. Ia mencontohkan Jepang yang berhasil membuat anak mudanya bangga berkimono sebagai bagian dari budaya nasional. Di Jepang ada tradisi Sejin Siki yang digelar untuk menandai seorang remaja memasuki usia dewasa.
Saat itu, semua perempuan Jepang mengenakan kimono dengan bangga. Begitu pula dengan para lelakinya yang mengenakan yukata.
"Memang harus ada momen seperti itu supaya orang bangga pakai kebaya. Mendorong adanya pengakuan dan menjadi konsep diri," kata Ade.
Menurutnya kebanggaan itu tidak bisa ditumbuhkan hanya lewat kegiatan yang bersifat insidentil. Kebanggaan harus diinfiltrasi sejak dini, terutama pada tahap emerging adulthood, yakni usia 18-25 tahun.
"Ini belum dewasa, pradewasa. Mereka sangat produktif, mengagungkan kreativitas dan kebebasan, tapi butuh pengakuan. Jadi, lihat karakteristiknya seperti apa agar nyambung di sana," kata dia. (OL-7)
Terkini Lainnya
Tangis Aaliyah Massaid Pecah saat Menerima Lamaran Thariq Halilintar
Bangga, Kebaya Indonesia Diiajukan ke UNESCO Sebagai Warisan Budaya
Di Korporasi dan Birokrasi, Keterlibatan Perempuan Selalu Berdampak, Usung Perspektif Hijau dan Holistik
Sambut Hari Kartini, Petugas Kereta Whoosh Beri Kejutan untuk Penumpang
Selamat Hari Kartini 2024! Kenali Perkembangan dan 5 Jenis Kebaya di Indonesia
Dian Sastrowardoyo Dorong Berkebaya Jadi Kebiasaan Sehari-Hari
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap