visitaaponce.com

Alternatif Pengobatan DM Tipe 2

Alternatif Pengobatan DM Tipe 2
(DOKMI)
JUMLAH penderita diabetes melitus (DM) atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut penyakit kencing manis mencapai 9,1 juta orang. Angka itu menempatkan Indonesia dalam urutan keenam terbesar dunia.

"Berdasarkan data, komplikasi terbesar diabetes di Indonesia ialah pada saraf, diikuti oleh mata, jantung, stroke, luka di kaki dan gagal ginjal," ujar Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof Dr dr Achmad Rudijanto, SpPD-KEMD, di Jakarta, Sabtu (25/4).

Rudi menjelaskan diabetes terbagi pada empat tipe, yakni DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain yang diakibatkan oleh kerusakan fungsi pankreas, serta DM gestasional yang terjadi pada ibu hamil. Namun, menurutnya, DM tipe 1 dan DM tipe 2 merupakan diabetes yang paling umum diderita.

"Pada DM tipe 1, pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin sehingga gula di dalam darah tidak terkontrol. Sementara itu, pada DM tipe 2, tubuh tidak bisa menggunakan insulin yang dimiliki, sehingga gula di dalam darah tidak terkontrol," ujarnya.

Guru Besar Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Brawijaya itu menambahkan perbedaan itu pula yang menyebabkan pengobatan dua jenis DM tersebut berbeda. Pada, DM tipe 1, penggunaan injeksi insulin harus dilakukan, sedangkan pada DM tipe 2 dapat digunakan obat/tablet hipoglikemi. Saat obat/tablet tersebut tidak lagi dirasa cukup, baru injeksi insulin dibutuhkan.

Menurut dia, banyak obat dalam pengobatan DM tipe 2, tapi cenderung hanya bekerja pada satu organ. Hal itu tak jarang menimbulkan efek kenaikan berat badan dan hipoglikemia (kadar gula di bawah kadar normal) yang bila terjadi berulang dapat menyebabkan kerusakan otak.

Belakangan muncul pengobatan DM tipe 2, yakni liraglutide. Pengobatan itu dengan cara menyuntikkan protein glucagon-like-peptide 1 (GLP-1).

Protein GLP-1 dapat memicu produksi insulin pada saat kadar gula darah meningkat. Sebaliknya, ketika kadar gula darah rendah, liraglutide akan menghambat produksi insulin sehingga tidak menyebabkan hipoglikemia.

Dosis
Kemampuan itu membuat liraglutide dapat menjadi opsi pengobatan DM.

"Yang membedakan liraglutide dengan obat lain, dia banyak tempat kerjanya. Ada di pankreas, menambah perbaikan pelepasan insulin. Kemudian saluran pencernaan, rasa kenyang dipertahankan biar orang tidak merasa lapar," tambahnya.

Penggunaan obat berbentuk pen (pulpen) itu pada prinsipnya sama dengan suntik insulin. Yang membedakan ialah kandungan yang ada di dalamnya.

"Cara penggunaannya sama dengan suntik di bagian bawah kulit. Alatnya juga mirip dengan suntikan insulin. Prinsipnya sama, hanya kandungannya yang beda. Kemudian dosis insulin dalam unit, ini dalam miligram," jelas Rudi.

Clinical Medical Regulatory and Quality Assurance Head (distributor liraglutide), PT Novo Nordisk Indonesia, dr Poppy Kumala mengungkapkan dosis liraglutide bergantung pada kebutuhan tiap pasien. Dosis yang ditawarkan mulai dari 0,6 miligram, 1,2 miligram, dan 1,8 miligram, dengan penggunaan satu kali dalam sehari.

"Disarankan, pada awal pemakaian, dosisnya 0,6 dulu, baru kemudian dinaikkan sesuai kebutuhan. Pas awal dosis kecil untuk penyesuaian, karena awalnya menyebabkan mual, satu minggu kemudian baru diberi dosis yang optimal," ungkap Poppy.

Poppy menambahkan sebuah pen analog GLP-1 liraglutide dijual dengan harga Rp1,8 juta. Pen hanya dapat digunakan satu kali pakai, karena tidak bisa dilakukan isi ulang.

"Jadi setiap habis, beli pen yang baru. Biasanya 1 pen, kalau pasien dengan dosis 1,2 miligram dapat digunakan dalam waktu 15 hari."

Di sisi lain, Rudi mengingatkan pengobatan menggunakan liraglutide sebaiknya atas pengawasan dokter untuk menghindari komplikasi.

Selain itu, pengobatan DM tidak akan berhasil bila tidak didukung gaya hidup sehat.

"Yang pertama ialah melakukan perubahan gaya hidup yang sehat. Menurunkan berat badan berlebih, aktif bergerak, stop merokok, serta cek rutin gula maupun tekanan darah. Obat-obatan menjadi faktor setelah perubahan gaya sehat. Jadi manajemen diabetes kalau hanya mengandalkan obat akan gagal, karena obat itu hanya mengikuti gaya hidup," tandasnya.


Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat