Pengamat Pemerintah Harus Tegas Blokir PSE yang Tidak Patuh
![Pengamat: Pemerintah Harus Tegas Blokir PSE yang Tidak Patuh](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/07/e35f903ac1d6a3c8ab468eb1fdf48318.png)
PENGAMAT digital Heru Sutadi meminta pemerintah untuk tegas penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang tidak patuhi regulasi di Indonesia. PSE seperti Google, Facebook, Twitter dan lainnya yang tidak mendaftar hingga batas waktu 20 Juli nanti harus segera diblokir.
"Kalau tidak daftar, ya harus tegas diblokir. Nah dari pengalaman masa lalu, agak kurang tegas terhadap OTT (Over-the-Top) asing. Bahkan yang nakal sekalipun seperti disebutkan sendiri oleh Kominfo seperti Facebook, masih diajak rembugan di hotel. Ada lagi yang lainnnya bukan disemprit dijamu sayur genjer," ujarnya kepada Media Indonesia, Senin (18/7).
Baca juga: UNJ Kukuhkan Guru Besar Bidang Ilmu Evaluasi Pembelajaran Kejuruan
Direktur Eksekutif ICT Institute itu berharap OTT besar yang didominasi asing mau mematuhi aturan pemerintah khususnya terkait PSE. Menurutnya, hal itu merupakan proses yang mudah dibandingkan dengan perijinan yang agak rumit dan panjang prosesnya.
Lebih lanjut, Heru mengatakan bila diblokir maka ada kesempatan bagi startup atau developer untuk lokal maju. Hal itu terbukti seperti Tiongkok yang tegas terhadap OTT asing.
"Tiongkok saja bisa kok maju tanpa Facebook atau Google dan OTT besar lainnya, dengan mengembangkan aplikasi dalam negeri," tuturnya.
Justru, kata Heru, bila diblokir lantas OTT besar tersebut akan merugi. Google, Facebook, Twitter dan lainnya sudah meraup pendapatan yang fantastis dari penggunanya di Indonesia.
Sebagai senjata untuk melawan sikap tegas pemerintah, OTT besar pun sering menggunakan politik adu domba. Lantas, pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu siap menghadapinya.
"Yang rugi ya OTT itu kalau diblokir, makanya nanti mereka akan gunakan politik adu domba, antara pemerintah dengan masyarakat pengguna dengan membawa isu net neutrality," terangnya.
"Padahal net neutrality itu dimanapun tidak dianut. Di AS ada pembatasan pornografi anak, di China ya jangan ditanya, di Eropa juga harus untuk layanan tidak otomatis dibuka melainkan harus berijin atau mendaftar ke otoritas di negara tersebut," tutup Heru. (OL-6)
Terkini Lainnya
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap