visitaaponce.com

Memasukkan Anak ke SD Sebelum Waktunya Ada Dampak Buruknya, Apakah Itu

Memasukkan Anak ke SD Sebelum Waktunya Ada Dampak Buruknya, Apakah Itu?
Kesiapan anak masuk SD(Ilustrasi)

PSIKOLOG anak dan keluarga dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Samanta Elsener mengungkapkan sejumlah dampak negatif yang mungkin terjadi pada anak yang masuk Sekolah Dasar (SD) sebelum usia yang tepat.

"Perkembangan psikososial anak perlu diperhatikan. Jika hasil psikotes menunjukkan anak mampu mengikuti proses belajar di SD, maka orang tua dapat mempertimbangkan untuk menyekolahkan anak pada usia 6 tahun. Jika tidak, maka psikolog tidak akan merekomendasikan anak masuk SD," jelas Samanta dikutip dari Antara, Jumat (5/6).

Menurut Samanta, kesiapan anak untuk masuk SD sebaiknya didasarkan pada kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan baru. Secara umum, anak sudah siap untuk mengikuti pembelajaran pada usia antara 6-7 tahun.

Baca juga : Cerdas LMS Luncurkan Platform Sistem Manajemen Pembelajaran

Namun, ada juga anak-anak yang dimasukkan ke SD sebelum waktunya. Akibatnya, anak-anak ini mungkin mengalami dampak buruk seperti menjadi malas belajar dan merasa tertekan.

Hal ini dapat menyebabkan orang tua menerima banyak keluhan dari guru terkait prestasi belajar anak yang kurang memuaskan.

Samanta menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan mental dan kognitif anak untuk memulai sesuatu yang baru.

Baca juga : Ini Tips Melatih Kemandirian Anak Sebelum Masuk SD

"Secara psikososial dan emosional, penting bagi anak untuk siap agar dapat menikmati kegiatan belajar di sekolah," ujarnya.

Ia menekankan bahwa kesiapan ekstra diperlukan jika orang tua tetap ingin menyekolahkan anak sebelum usia idealnya. Anak harus diberikan pemahaman secara bertahap agar bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Orang tua disarankan untuk mendorong anak berinteraksi dengan banyak orang, sehingga anak terstimulasi untuk berbaur dengan lingkungannya.

Baca juga : Ini Dampak Negatif Sekolahkan Anak ke SD Terlalu Dini

Ajarkan juga anak untuk bermain bersama teman melalui simulasi bermain dalam kelompok kecil atau di ruang bermain yang lebih ramai.

Samanta juga menyarankan langkah-langkah pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku atau korban bullying di sekolah.

Orang tua dapat mempererat hubungan dengan orang tua siswa lain dan mengatur pertemuan bermain bersama untuk mengajarkan rasa saling menyayangi dan menghargai antar teman.

"Jangan lupa untuk mengajarkan anak memakai sepatu sendiri, mengganti baju, dan menyelesaikan toilet training. Pastikan anak bisa makan sendiri dan mampu berpisah dari orang tua dalam waktu yang lama untuk membentuk kemandirian," kata Samanta. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat