visitaaponce.com

Kriminolog Sebut Bripka Madih Whistleblower Setelah Mengaku Diperas Polisi

Kriminolog Sebut Bripka Madih Whistleblower Setelah Mengaku Diperas Polisi
Ilustrasi.(Dok MI)

KRIMINOLOG dan Ahli Psikologi Forensik Universitas Gadjah Mada Reza Indragiri Amril menanggapi soal anggota Provost Polsek Jatinegara, Bripka Madih viral di media sosial setelah mengaku diperas oleh polisi.

Dalam video yang beredar di media sosial, Madih yang memakai seragam polisi kecewa karena sebagai personel Polda Metro Jaya dirinya justru dimintai uang untuk mengurus kasus sengketa tanah. 

Baca juga: Lebih 10 Ton Sampah Liar di Cilangkap Depok Dipindahkan ke TPA

"Ane ini sebagai pihak yang dizalimi, pihak pelapor bukan orang yang melakukan pidana. Kecewa, kenapa orang tua ane hampir satu abad melaporkan penyerobotan tanahnya ke Polda Metro Jaya," kata Madih.

"Ane ungkap, ane bongkar, ane buka...." kata Madih.

Madih mengaku dimintai biaya penyidikan sebesar Rp100 juta dan tanah seluas 1.000 meter persegi oleh polisi yang memerasnya. 

Penyataan Madih soal mengungkap dan membongkar tersebut dinilai Reza sebagai whistleblower atau pelapor pelanggaran. Ia mengatakan langkah Madih sebaiknya perlu disuburkan untuk mengetahui permasalahan di internal Polri.

"Yang paling mungkin mengetahui adanya penyimpangan oleh personel polisi, kalau bukan sesama personel polisi sendiri," kata Reza melalui keterangannya, Minggu (5/2).

Namun, ia menilai menjadi whistleblower, terutama di internal Polri cukup berat. Ia mengatakan sekitar 80% orang menolak buka-bukaan tentang skandal internal karena takut akan adanya pembalasan. 

"Baik serangan balik dari orang yang bikin skandal maupun pembalasan dari lembaga tempatnya bekerja," katanya.

Belum lagi whistleblower juga sering dianggap sebagai pekerja yang buruk. Sosok whistleblower mengungkap penyimpangan sebagai cara untuk menutup-nutupi kesalahannya. 

Reza mengatakan berdasarkan studi, kebanyakan whistleblower justru punya potensi kerja yang baik dan komitmen yang tinggi pada organisasi.

"Kelemahan mereka cuma satu: menolak ikut arus, menentang kode senyap, yang kadung marak di dalam organisasi," katanya.

Reza juga menyamakan langkah Madih dengan Richard Eliezer yang banting setir menjadi justice collaborator dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Ia mengatakan baik Madih dan Reza menunjukkan l adanya personel polisi yang berpangkat rendah, namun lebih mengedepankan ketaatan pada sumpah jabatan ketimbang kesetiakawanan pada subkultur menyimpang.

Lebih lanjut, Reza juga menilai ada tiga pola kepemimpinan yang membuat Madih dan Richard muncul sebagai whistleblower dan justice collaborator. Pertama, kepemimpinan transformasional yang mendorong anggota dan sistem untuk berubah. Kedua, kepemimpinan lassez-faire alias pasif, membiarkan, dan cenderung menghindari tanggung jawab. Ketiga, kepemimpinan otentik atau pimpinan menjadikan dirinya sebagai role model atas segala nilai kebaikan yang ingin dia suburkan. 

"Silakan Polri evaluasi sendiri, saat ini pola kepemimpinan apa yang sedang berlangsung di internalnya. Di situlah akan diperoleh jawaban mengapa Eliezer dan Madih tiba-tiba muncul meniup peluit mereka dengan senyaring-nyaringnya," katanya. (OL-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat