visitaaponce.com

Tarian Terakhir Di Darma Persada

Tarian Terakhir Di Darma Persada
.(dok unsada)

SALAH satu momen terindah dalam hidup saya adalah ketika belajar di Universitas Darma Persada (Unsada) selama delapan tahun.

Menghabiskan waktu dari 1993 hingga 2001 hanya untuk mendapat gelar 'Sarjana Sastra' merupakan akibat terlalu menikmati filosofi untuk menjadi mahasiswa seutuhnya, yaitu Buku, Pesta, dan Cinta.  Buku yang meningkatkan isi kepala, Pesta yang meringankan isi kepala, dan Cinta yang menghiasi isi kepala.

Masih menempel ingatan soal kemeriahan ketika Fakultas Sastra Unsada menyelenggarakan acara tahunan Festival Kebudayaan, atau event-event budaya lainnya. Biasanya, para mahasiswa melakukan Bon Odori.

Bon Odori adalah tarian rakyat populer Jepang, memiliki sejarah 600 tahun. Ini berasal dari upacara dari Buddhis 'Urabone' dan menari adalah untuk menyambut para arwah leluhur kembali.

Saya berasumsi, tradisi menari Bon Odori masih ada di kehidupan kampus Unsada hingga sekarang. Apalagi, saat saya mahasiswa, Bon Odori digelar bersamaan dengan tarian massal asal Indonesia, seperti Poco-Poco asal Ternate dan Sajojo dari Papua. Tujuannya, supaya mahasiswa bisa merasakan jiwa Buku, Pesta, dan Cinta.

Namun pada awal Maret 2023, datang sebuah pesan WhatsApp yang bertuliskan, "Kampus terancam bubar." Pesan ini disertai sebuah rangkuman data dan tulisan dalam bentuk pdf soal status kepemilikan lahan bangunan kampus Unsada di di Kelurahan Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Pembuat data pdf ini adalah Rektor Unsada masa bakti 2015-2018 Dadang Solihin.

Dadang menuliskan bahwa lahan kampus Unsada itu ternyata milik PT Danayasa Arthatama Tbk (PTDA), sebuah perusahaan pengembangan real estat dan properti, yang memiliki dan mengembangkan Sudirman Central Business District (SCBD). Pemiliknya, pengusaha besar bernama Tomy Winata atau sering dikenal dengan inisial TW.

Menurut Dadang, permasalahan hilangnya lahan kampus berawal dari proses tukar guling lahan kampus lama di kawasan Jl Jenderal Sudirman, dekat Jembatan Semanggi, menjadi di Pondok Kelapa, Jaktim.

Proses tukar guling itu terjadi pada 4 Juni 1993 berdasarkan Surat Perjanjian No 60/1993. Pada surat itu tertulis, Yayasan Melati Sakura (YMS) sebagai pemilik Unsada dan penguasa bangunan kampus tua di Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, seluas 8.736 M2 dengan status Tanah Negara berdasarkan Surat Gubernur DKI No 11411/V/86, menukarkan asetnya itu dengan aset milik PTDA berupa bangunan kampus lengkap dan baru, 5 unit gedung berlantai 4 dan satu auditorium kapasitas 1.500 orang yang berdiri di atas lahan seluas 24.645 M2 di Kelurahan Pondok Kelapa Jakarta Timur dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 4076 Tanggal 6 April 1993.

HGB Nomor 4076 ini pun diperpanjang 22 tahun kemudian sehingga terbit HGB No 8916 pada 10 Juli 2015 dengan pemegang hak PTDA. Dadang pun berkesimpulan, YMS telah kehilangan kampusnya di Jl Sudirman sekaligus kehilangan haknya untuk memiliki kampus di Pondok Kelapa. YMS hanya diizinkan menumpang saja untuk operasionalisasi Unsada

"Pantas sewaktu saya menjadi rektor tidak pernah keluar uang untuk pembayaran PBB. Lahannya bukan milik Unsada," kata Dadang saat ditemui Senin (13/3/2023) di gedung Lemhanas, Jl Kebonsirih, Gambir, Jakarta Pusat.

Tenaga Profesional Lemhanas itu pun menyebut PTDA sedang menjalankan rencana pembangunan Kota Kecil di kawasan Unsada. "Mereka sedang dalam proses pengajuan izin," kata Dadang, yang juga pernah menjabat sebagai Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan Pariwisata pada masa Gubernur DKI Anies Baswedan. (J-1)

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Aries

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat