visitaaponce.com

Salahnya Saipul Jamil di Mana

Salahnya Saipul Jamil di Mana?
Wartawan Media Indonesia Eko Suprihatno(Dok Pribadi)

PERHATIAN banyak warga di Republik Indonesia beberapa hari ini tersedot kepada sosok pedangdut Saipul Jamil. Bukan pada prestasinya, tapi lebih kepada bagaimana aksi Bang Ipul, demikian saya menyebutnya, seusai keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, Kamis 2 September 2021.

Berkalung bunga dan buket mawar di tangan, Bang Ipul keluar dari pintu dan melambai-lambaikan tangannya kepada orang-orang di sekelilingnya. Saya seperti membayangkan Bang Ipul habis mencetak prestasi luar biasa di Olimpiade 2020 Tokyo dan meraih medali emas.

Bagaimana tidak, liputan yang dilakukan sejumlah media seolah hanya bisa dikalahkan oleh liputan terhadap peraih medali emas bulutangkis ganda putri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Bahkan Bang Ipul di arak di atas mobil mewah dan melakukan live lewat media sosial. Luar biasa.

Sehari kemudian Bang Ipul muncul di program acara selebritas, menceritakan bagaimana kehidupan dia di dalam penjara selama lima tahun. Sekadar mengulik ke belakang, Bang Ipul harus menggadaikan kehidupan karena terbukti melakukan pencabulan terhadap remaja.

Pada Februari 2016, Bang Ipul dilaporkan remaja berusia 17 tahun dengan tuduhan pencabulan. Pada 14 juni 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis 3 tahun bagi pedangdut tersebut.

Di tingkat banding, hukuman Bang Ipul ditambah menjadi lima tahun. Ketika mengajukan peninjauan kembali. Tapi vonis itu makin membengkak menjadi delapan tahun karena Bang Ipul terbukti menyuap aparat pengadilan dalam upaya meringankan hukumannya.

Remisi 30 bulan membuat dia akhirnya tak perlu menjalani kelamnya kehidupan dalam penjara secara penuh. Dalam hal hukuman bagi pelaku pencabulan terhadap anak, pemberatan sebetulnya telah diwujudkan melalui Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2020 yang berpayung pada Undang-Undang nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Peraturan pemerintah tersebut mengatur tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat deteksi elektronik, pengumuman identitas pelaku, serta rehabilitasi korban.

Kalau saja selepas dari penjara Bang Ipul anteng-anteng di rumah, rasanya enggak akan ada kehebohan ini. Masalahnya dia seperti diberikan panggung oleh stasiun televisi. Bahkan seolah tidak ada masalah serius yang menyertainya.

Edan, memang edan sikap segelintir masyarakat kita yang memperlakukan narapidana pencabulan anak seperti pahlawan. Entah apa yang ada dalam benak para pengelola televisi itu ketika menampilkan Saipul Jamil.

Glorifikasi terhadap bebasnya pelaku pencabulan anak, mencerminkan betapa rendahnya pemahaman masyarakat tentang kekerasan seksual. Keberpihakan terhadap korban masih terabaikan. Ketika Bang Ipul diberikan karpet merah, langsung atau tidak, masyarakat akan menganggap perilaku cabul bukan masalah serius. Padahal sepanjang 2011-2019, tercatat 46.698 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah personal, termasuk rumah tangga dan ranah publik.

Apa yang dilakukan Saipul Jamil mulai dari penyambutan hingga tampil di televisi, seperti menebar pesan, bahwa pelecehan maupun kekerasan seksual itu biasa terjadi. Penjara seperti ditabalkan bahwa pelaku sedang terkena ujian berat. Jadi ketika dia sudah dihukum, artinya sudah lulus ujian. Heloooooo, pernahkah dia membayangkan bagaimana psikologis korban dan keluarganya yang akan berlangsung seumur hidup.

Lima tahun mungkin lumayan lama, tapi bagaimana dengan korban yang kemudian melihat dia tertawa-tawa bahagia mulai dari penyambutan hingga menapak tangga selebiritas lagi.

Okelah, bagi saya apa yang dilakukan Saipul itu memang seperti menjadi pembenaran bahwa, begitulah sikap permisif sebagian masyarakat kita. Bahwa kemudian ada ratusan ribu penandatangan yang menyerukan boikot terhadap Saipul, menurut saya tidak sepenuhnya salah.

Termasuk ketika ada kalangan selebritas yang membela Saipul, bahwa dia sudah menjalani hukuman, jadi hak Bang Ipul mencari nafkah lagi seperti selama ini dia lakukan di televisi. Wuiiiiih, selebritas itu mungkin lupa bahwa kasus yang menimpa Saiful adalah pencabulan. Memang, Bang Ipul sudah menjalani hukumannya dan berhak untuk menjalani hidup kembali secara normal. Tapi bagaimana dengan korban?

Justru kita harus menyoroti bagaimana televisi memperlakukan sosok seperti Saipul ini seperti pihak yang teraniaya. Saya cuma menduga bahwa faktor hiburan kepada penonton yang menjadi dasar.

Peduli apa dengan perasaan korban, atau masyarakat yang marah. Mungkin, sekali lagi mungkin, pengelola televisi dalam hatinya akan berkata, tipi-tipi gua, gua yang punya program, ya terserah gua dong mau diisi apaan juga. Masalah elu enggak setuju, itu urusan elu. Matiin aja channel atawa pindah saluran. Rating memang menjadi dewa di atas segala dewa bagi televisi. Lewat rating inilah pundi-pundi akan diraup.

Komisi penyiaran indonesia sebenarnya sudah memberikan rambu-rambu, seperti tercantum pada peraturan komisi penyiaran indonesia Nomor 01/p/KPI/03/2012 tentang pedoman perilaku penyiaran.

Pada Bab V penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan, di pasal 9 menyebutkan lembaga penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam konteks inilah Saipul Jamil sesungguhnya tidak bisa disalahkan, karena dia merupakan narasumber yang diundang televisi. Pihak televisilah yang seharusnya peka terhadap situasi.

Kekuasaan ada di tangan penyelenggara siaran. Karena sesungguhnya merekalah yang bisa menentukan hitam putihnya. Kalau saja adab lebih dikedepankan ketimbang rating, rasanya tak perlu ada kegaduhan seperti ini.

Sudah sepantasnya komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti, mengecam glorifikasi pembebasan mantan narapidana kasus pencabulan ini.

Menurut Retno, glorifikasi bisa membuat masyarakat memaklumi kejahatan yang dilakukan Bang Ipul. Bukan tidak mungkin hal ini bakal dilakukan pihak lain karena melihat perlakuan terhadap Saipul Jamil.

Apalagi kalau kemudian Saipul Jamil merasa tidak bersalah terhadap perbuatannya, ketika melihat amplifikasi atau glorifikasi, Retno menyebutkan bisa ada anggapan kekerasan seksual merupakan sesuatu yang normal.

Stasiun televisi yang menampilkan Bang Ipul memang sudah minta maaf. Bangsa kita adalah bangsa yang pemaaf, jadi kalau soal maaf memaafkan pasti akan dimaafkan. Cuma harus digarisbawahi bahwa permaafan itu tak berarti menghapus jejak digital yang pernah dibuat.

Jangan sampai ketika kegaduhan ini usai, diam-diam ada predator yang diberikan panggung demi sebuah rating dan iklan. Bahwa kelangsungan hidup stasiun televisi itu dari iklan, merupakan hal tidak bisa dibantah.

Tapi kerusakan moral yang terjadi akibat tayangan televisi, apakah anda sanggup menutup hati?

Begitu juga buat Saipul Jamil. Anda enggak bisa serta merta menyatakan sebagai orang yang terzalimi karena akhirnya tak jadi tampil sebagai bintang tamu. Enggak bisa juga bilang 'lo mau ngomong apa, gua bodo amat'.

Bayangkan saja, kalau yang menjadi korban pencabulan itu anak, saudara, atau orang-orang tercinta penyelenggara siaran, masihkah mereka sanggup memberi panggung ke predator anak?

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat