visitaaponce.com

Konsekuensi Pemberian KK bagi Pasangan Nikah Siri

Konsekuensi Pemberian KK bagi Pasangan Nikah Siri
Dika Putri Vindi Santika Anie,(Dok pribadi)

PEMERINTAH saat ini memperbolehkan pemberian kartu keluarga bagi pasangan yang menikah siri, meskipun tidak tercatat dalam akta maupun surat nikah. Pasangan nikah siri dapat memperoleh kartu keluarga (KK) dengan syarat menyerahkan surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) yang diketahui oleh dua saksi. Adapun pembeda antara KK bagi pasangan nikah siri dan nikah resmi menurut hukum negara yaitu adanya kolom yang tertulis kawin belum tercatat pada KK bagi pasangan nikah siri. 
    
Pertimbangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai pemberian KK bagi pasangan nikah siri ini berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Dalam hal ini, pernikahan siri dianggap sah sesuai hukum agama, sehingga menurut pemerintah dimungkinkan bagi pasangan nikah siri untuk memperoleh KK. 

Alasan lain yang melatarbelakangi diberikannya KK bagi pasangan nikah siri adalah supaya setiap warga negara, termasuk anak yang lahir dari pernikahan siri, juga tercatat atau memiliki KK. Meski demikian, perlu dikaji kembali kebijakan ini agar dalam praktiknya dapat memberikan kemanfaatan bagi masayarakat umum, tidak merugikan pihak tertentu, khususnya anak dan perempuan dalam perkawinan. 

Keabsahan 
    
Peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak mengenal ataupun mengatur secara spesifik mengenai pernikahan siri. Meskipun sah menurut hukum agama, namun status pernikahan siri tidak memiliki kekuatan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut ketentuan agama masing-masing, namun lebih lanjut pada ayat (2) diatur mengenai pencatatan perkawinan yang dilakukan sebagaimana ketentuan perundang-undangan. 

Dalam hal ini, pelaksanaan perkawinan siri meskipun telah sah menurut agama namun tidak serta merta memperoleh kepastian hukum negara apabila tidak dicatatkan pada lembaga terkait, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Praktik pernikahan siri kemudian berdampak pada status dan kedudukan para pihak dalam pernikahan tesebut, baik itu suami, istri maupun anak dari pernikahan siri. 
    
Sebelum adanya kemungkinan untuk memiliki KK bagi pasangan nikah siri, baik istri maupun suami, masih tercatat dalam KK masing-masing. Sementara itu, apabila kemudian ada anak yang lahir dalam pernikahan siri tersebut, status anak dalam akta kelahirannya hanya sebagai anak ibu dan tercatat dalam KK ibu. 

Dengan demikian, maka pemberian KK bagi pasangan nikah siri dengan alasan agar anak yang lahir dapat tercatat dalam KK dan memperoleh akta kelahiran bukanlah alasan logis. Hal ini dikarenakan ada atau tidaknya KK dari orangtua anak tersebut, anak tetap dapat memperoleh akta kelahiran dan juga tercatat dalam KK, meskipun status anak hanya sebagai anak ibu. 

Konsekuensi 

Sikap pemerintah yang memberikan kelonggaran dalam hal pemberian KK bagi pasangan nikah siri justru menunjukan adanya dukungan terhadap praktik nikah siri atau pernikahan yang tidak tercatat. Hal tersebut bukanlah solusi yang tepat, karena justru mempertahankan persoalan sosial yang sudah ada sejak lama. 

Tujuan positif agar semua warga negara memiliki KK dan setiap anak mempunyai akta kelahiran, semestinya didukung dengan pembenahan birokrasi pengurusan administrasi pernikahan maupun kelahiran. Alih-alih memberikan KK bagi pernikahan yang tidak tercatat. 

Pemberian KK dengan kolom kawin belum tercatat juga pada kenyataannya belum memberikan kepastian kedudukan suami, istri maupun anak dalam perkawinan. Dengan demikian, apabila terjadi sesuatu dalam perkawinan tersebut, tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban secara optimal. Misalnya dalam hal terjadi kekerasan yang dilakukan dalam pernikahan siri tersebut, tidak dapat diterapkan undang-undang KDRT karena status perkawinan tersebut belum sah menurut hukum Indonesia.
 
Hal lain yang patut diperhatikan yaitu adanya praktik nikah siri karena alasan poligami yang tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Apabila kemudian nikah siri dengan skenario tersebut juga dimungkinkan untuk memperoleh KK, hal ini memungkinkan tercatatnya seseorang dalam lebih dari satu KK. Selain itu, hal ini sangat menguntungkan bagi suami yang hendak melakukan poligami tanpa izin dari istri namun tetap dapat memperoleh KK bersama dengan istri barunya. 

Konsekuensi logis tidak adanya KK bagi pasangan nikah siri semestinya dipertahankan sebagai suatu upaya untuk menekan angka perkawinan siri di Indonesia. Apabila pasangan yang hendak menikah menginginkan kepemilikan KK yang baru serta status anak dalam akta kelahiran adalah anak ayah dan ibu, pasangan tersebut semestinya melakukan perkawinan yang sah dan tercatat. Tidak saja menurut hukum agama tetapi juga hukum negara sesuai dengan tetentuan peraturan perundang-undangan.  

Hal ini dimaksudkan supaya keberadaan KK bagi pasangan nikah siri tidak dijadikan celah hukum untuk menguntungkan suami semata. Terlebih dalam hal poligami tanpa persetujuan istri, pemenuhan kewajiban dalam keluarga, dan juga adanya kepastian dan perlindungan yang diberikan oleh negara kepada semua pihak dalam perkawinan. 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat