visitaaponce.com

Visi Hizbul Wathan Bahari untuk Memajukan Negara Maritim

Visi Hizbul Wathan Bahari  untuk Memajukan Negara Maritim
(MI/Seno)

KITA perlu ‘Jas Merah’, pesan Bung Karno agar jangan melupakan sejarah. Presiden pertama RI Ir Sukarno, yang juga anggota Muhammadiyah, pernah berpidato pada 23 September 1963, bertajuk Kembalilah Mendjadi Bangsa Samudera! Amanat Presiden Sukarno pada Munas Maritim Ke-I. Bung Karno meyakinkan, “Kita ini dahulu benar-benar bangsa pelaut... Tersebar melintasi lautan, mendiami pulau-pulau antara Pulau Madagaskar dan Pulau Paskah dekat Amerika Selatan. Melewati beribu-ribu mil, melewati samudra, bahar, yang amat luas sekali....” Momen Munas Maritim itu sekarang diperingati sebagai Hari Maritim Nasional setiap 23 September.

Bung Karno sangat paham dan bersemangat mengembangkan kebaharian bangsa Indonesia. Selanjutnya, Bung Karno menyampaikan, "Saya sebut sedikit keterangan mengenai perkataan bahari, zaman bahari. Yang kita maksudkan dengan perkataan zaman bahari ialah zaman purbakala, zaman dahulu, zaman kuno, zaman yang lampau itu kita namakan zaman bahari. Apa sebab? Sebabnya ialah kita di zaman yang lampau itu adalah satu bangsa pelaut. Bahar, elbaher artinya laut. Zaman bahari berarti zaman kita mengarungi bahar, zaman kita mengarungi laut, zaman tatkala kita adalah bangsa pelaut."

Bung Karno, yang masa mudanya mengaji pada HOS Tjokroaminoto, dalam pidato itu juga mengilustrasikan ‘kawin simbolis’-nya raja-raja Mataram dengan ratu penguasa Laut Selatan, secara metaforis menyerukan, “Jikalau negara di Indonesia ingin menjadi kuat, sentosa, sejahtera, maka dia harus kawin juga dengan laut…. Di darat kita berkarya, di laut kita berjaya!” Laut memang seharusnya menjadi belahan jiwa bangsa Indonesia yang 70% wilayahnya terdiri atas lautan.

 

Strategisnya di batas dua samudra

Posisi kepulauan Indonesia di batas dua samudra, Pasifik dan Hindia, sangatlah strategis. Perairan laut kepulauan Indonesia adalah jaringan nadi dan arteri ekonomi dan peradaban dunia yang terabaikan selama ini. Laut Jawa dan Selat Malaka, sejak dahulu kala adalah jembatan peradaban dunia yang menghubungkan dunia dengan sumber daya alam, dengan hiruk pikuk sejarah manusia.

Juli 2022 lalu, kita menyaksikan Presiden Turki Erdogan memainkan kartu as Selat Bosporus, memaksa Rusia dan Ukraina yang sedang berperang agar sepakat dalam urusan ekspor gandum. Dampaknya, suplai pangan dunia jadi terjamin. Berada di perlintasan penting seperti Selat Bosporus ini memang memungkinkan jadi juru damai bagi negara yang berperang. Indonesia pun selayaknya juga bisa memainkan kartu as Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar, yang sangat strategis bagi pelayaran dunia, untuk menjaga perdamaian dunia.

Karunia di batas dua lautan jelas tersurat dalam Al-Qur’an Surat Ar Rahman 55:19-25. Karunia Lu’lu wal marjan muncul pada batas (barzakh) pertemuan dua lautan (bahrayni). Bahkan, dalam rangkaian kelompok 7 ayat ini kita 3 kali ditohok pertanyaan “Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Penafsiran batas dua lautan hanya karena beda warna air laut secara oseanografis memang tidak keliru. Namun, penulis masih belum menemukan banyak nikmat luar biasa dari batas dua laut beda warna, beda salinitas, sebanyak kenikmatan yang diperoleh dari batas dua laut secara makro. Misalnya, batas di antara dua lautan besar: Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Batas ini melibatkan kepulauan Indonesia menjadi kawasan perbatasan yang mempunyai myriad of bounty, kenikmatan yang tak terhitung. Mulai dari megabiodiversitas biota di lautannya, Arus Lintas Indonesia (Indonesia Through Flow/ITF) yang masif energinya (Gordon, 2005, 1996), nilai ekonomis jalur pentingnya, hingga kebinekaan budaya dan etnik manusia campuran Timur dan Barat.

Di antara dua samudra besar itu, selat-selat di wilayah Indonesia menjadi sangat strategis. Alur Lintas Kepulauan Indonesia 1 (ALKI 1) di Selat Malaka ini adalah lintasan terpendek antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Menghubungkan raksasa ekonomi dunia, seperti Eropa, Timur Tengah, India, dan Afrika di sisi barat dengan Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Indonesia di sisi timur. Selat ini bagian dari jalur minyak, jalur rempah, jalur perdagangan, dan jalur peradaban.

Jalur ini melayani pengangkutan sekitar 80% minyak mentah yang memasok Asia Timur (Northeast Asia) dan sekitar 33% total barang yang diperdagangkan dunia, termasuk produk Tiongkok, kendaraan Jepang, kopi Indonesia, dll (Gilmartin, 2008). Menurut laporan tahun 2017, jumlah kapal sudah mencapai sekitar 100.000 kapal per tahun (Calamur, 2017). Sebagai pembanding, Terusan Suez dan Terusan Panama hanya dilewati sekitar 18.800 dan 10.000-an kapal per tahun. Pendapatan otoritas Terusan Suez ialah sekitar Rp220 miliar per hari!

Adapun volume minyak mentah yang diangkut lewat Selat Malaka sekitar 16 juta barel per hari. Hampir 20 kali lipat total produksi minyak mentah Indonesia sendiri. Lebih strategis daripada Terusan Suez karena ini sekitar 4 kali lipat volume minyak yang diangkut lewat Terusan Suez. Lokasi di pesisir Selat Malaka yang sempit ini ideal untuk dibangun kota metropolitan baru di lintasan itu sebagai global trading hub, gerbang Indonesia sekaligus lokomotif ekonomi nasional.

Dari segi konektivitasnya, alur laut Selat Malaka terhubung secara strategis, baik untuk transit (lewat pelabuhan) dan/atau transhipment (bongkar-muat antarkapal) dengan sekitar 700 pelabuhan di seluruh dunia oleh sekitar 400 perusahaan pelayaran global (Ho, 2007). Demi menjaga posisi militernya di kawasan ASEAN, pemerintah Amerika Serikat pada 2012 telah sepakat dengan Singapura untuk menempatkan 4 kapal perangnya di Singapura. Saat itu, Amerika juga memperkuat pertahanan militernya di Filipina. Di samping itu, Pentagon juga terus mencari peluang untuk meningkatkan hubungan militernya dengan Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan Brunei (Whitlock, 2012).

Kenyataan ini semua membuka mata kita betapa Selat Malaka adalah aorta kehidupan yang mengalirkan darah peradaban dunia, dan akan semakin penting ke depannya. Kita mesti menyiapkan sesuatu. Kalau bukan di generasi ini, generasi muda wajib dipersiapkan untuk menyongsong peran negara maritim Indonesia.

Secara intrinsik, geopolitik yang strategis itu juga berawal dari geosaintifik yang sangat menarik. Selain karena tumbukan lempeng-lempeng tektonik di kawasan kita, arus lautnya pun mengalir dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia 24/7 sepanjang masa. Arus Lintas Indonesia (ITF) sangat unik dan ‘Indonesia banget’. Arus abadi sebagai bagian dari Global Conveyor Belt ini bisa menjadi sumber energi terbarukan, energi hidrokinetik, bebas emisi karbon. Arus ini juga ‘mesin pengaduk alami’ untuk berbagai biota laut bernilai dan bergizi. Tidak mengherankan kalau aliran arus menciptakan habitat bagi 50% spesies ikan dunia, dan 75% terumbu dunia berkumpul di Indonesia.

 

Ayat-ayat laut

Al-Qur’an yang diagungkan oleh mayoritas penduduk Indonesia juga sangat kaya dengan informasi, petunjuk, dan bahkan perintah untuk mendayagunakan lautan. Ada 41 kata bahr, laut, dalam 39 ayat Al-Qur’an (Dukes, CorpusQuran, 2017). Konteks pembahasan lautnya pun canggih dan memberi pedoman selamat hidup di dunia hingga hari ini, masa depan, bahkan hingga ke akhirat. Kandungan ayat-ayat laut itu sangat menakjubkan. Apalagi kita paham bahwa ayat-ayat itu diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW di tengah padang pasir yang jauh dari laut. Ini satu dari mukjizat Al-Qur’an.

Ayat-ayat lautan itu antara lain mengungkapkan hal-hal jauh dari urusan padang pasir, canggih dan relevan dengan dunia hari ini. Berikut bisa kita jabarkan serbasedikit. Laut sudah ditundukkan untuk kepentingan manusia mengambil karunia Allah (QS 16:14; QS 45:12). Karunia dari lautan bukan hanya ikan. Ada berbagai barang yang bisa kita pakai untuk menghiasi kehidupan kita, ada makanan yang lunak dan segar, ada kapal-kapal yang berlayar, ada berbagai karunia yang mesti kita syukuri (QS 16:14; QS 35:12).

Ada pula perintah berlayar di lautan untuk menjemput karunia Allah di lautan (QS 17:66). Allah mewahyukan teknologi kapal dan mengawasi pembuatan pertamanya sebagai bukti rahmat dan kasih sayang-Nya (QS 11:37 dan QS 36:41). Menyuruh kita untuk mengembangkan teknologi seperti kapal itu yang mampu mengangkut barang tak terkira bagai gunung, juga untuk alat transportasi (QS 36:42; QS 55:24). Kapal sebagai alat transportasi esensial untuk penduduk bumi yang 71% tertutup air laut, dan alat transportasi masif yang tidak memerlukan jalan raya yang kokoh, bahkan dengan penggunaan energi yang sangat efisien (QS 17:66).

Energi bisa diperoleh dan dipakai dari lautan dalam segala bentuk, yang langsung maupun yang melalui proses panjang. Terutama sumber daya energi terbarukan tanpa emisi karbon yang senantiasa tersedia berlimpah sepanjang waktu (QS 52:6; QS 16:14; QS 35:12). Informasi canggih seperti tinggi permukaan air laut ataupun ‘melekatnya’ air laut di permukaan planet bumi ini dipengaruhi oleh dinamika planet (matahari dan bulan), serta apa yang terjadi di angkasa (QS 81:6; QS 82:3).

Adanya lapisan-lapisan dari lautan menjadikannya punya keistimewaan sebagai perawat bumi ini, dengan menjaga suhu permukaan bumi agar sesuai untuk kehidupan maupun untuk memusnahkan apa saja yang sudah tidak diperlukan manusia pada lapisan laut dalam yang bertekanan sangat tinggi (QS 24:40). Lautan dalam adalah gelap gulita abadi seperti gelap gulita abadinya angkasa luar (QS 24:40).

Dari lautan yang tawar (danau besar dan sungai) dan lautan yang asin terdapat karunia yang banyak dan wajib kita syukuri (QS 35:12; QS 25:53). Di batas pertemuan dua lautan, ada banyak karunia yang mesti disyukuri (QS 55:19-25; QS 35:12). Dan, tentu saja, pelajaran dari kisah-kisah inspiratif dan penuh hikmah dari perjalanan Nabi Musa AS bersama Nabi Khidir AS (antara lain di QS 18:60-82).

Pesan dan petunjuk Al-Quran yang sarat dengan kebaharian ini semestinya diterima dan ditindaklanjuti dengan suatu gerakan maupun kebijakan publik yang berpihak kepada kelautan. Apatah lagi, bagi umat Islam Indonesia yang kelebihan kebahariannya luar biasa.

 

HW pandu pembela tanah air

Peran nyata Muhammadiyah dalam gerakan mencerahkan dan memajukan bangsa sudah berjalan selama 110 tahun. Tahun 1920, atau 25 tahun sebelum Indonesia merdeka, KRH Hadjid, ulama Muhammadiyah yang nasionalis sekaligus pimpinan Padvinder Muhammadijah yang baru dibentuk, juga sebagai murid termuda KHA Dahlan yang waktu itu masih berusia 22 tahun, mengusulkan kepada beliau agar kepanduan ini diubah namanya menjadi Hizbul Wathan (HW) yang artinya pembela tanah air. Jiwa nasionalisme anak muda ini mengalir deras. Sejarah mencatat, Hizbul Wathan (HW) adalah gerakan kepanduan tertua di Indonesia yang masih aktif membina generasi muda sampai hari ini. Ratusan ribu pandu HW tersebar di seluruh Indonesia.

Kepanduan di bawah asuhan Muhammadiyah ini sudah berkiprah sejak 1918. Sudah 104 tahun umurnya. Di antara banyak anak asuhannya yang telah berperan aktif dalam menegakkan Republik ini ialah Panglima Besar Jenderal Sudirman. Kader HW dari Banyumas. Banyak para perwira Daidancho PETA (Pembela Tanah Air) pejuang perang kemerdekaan juga asuhan HW di era kebangkitan nasional. Mereka kemudian menjadi pejuang dan cikal bakal para pemimpin tentara nasional Indonesia di tahun 1945.

Menyikapi Indonesia sebagai negara maritim strategis yang 70% wilayahnya berupa lautan dengan pantai terpanjang efektif di dunia, HW mempunyai wawasan untuk ikut aktif menjadi wadah pembinaan generasi muda Indonesia yang juga mencintai laut, cinta bahari. Pandu (scout) bukan hanya suka alam outdoor, hutan dan pegunungan, alam ‘tanah’, tetapi juga melengkapinya dengan alam ‘air’ sebagai kesatuan tanah air Indonesia. HW juga sedang mempersiapkan kader pemimpin negara adidaya maritim pada 2045 nanti. Seragam cokelat dan biru dongker khas pandu Hizbul Wathan sudah tegas menyimbulkan tanah dan air itu sendiri.

Sebagai langkah konkret, HW bersama komponen Muhammadiyah lainnya, kini sedang melaksanakan program Inisiasi HW Bahari (IHWB). Program dengan nama resmi Prakarsa Inisiasi Pendirian Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Bahari ini berupa pengembangan masyarakat pesisir dan pulau menuju pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan. Ini merupakan kerja sama Kwartir Pusat Hizbul Wathan, Muhammadiyah Deutschland e.V. (PCIM Jerman Raya) dan Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) Jenderal Sudirman, Jakarta, dengan bantuan sponsor dari lembaga German Agency for International Cooperation (GIZ) dari pemerintah Jerman, di bawah skema Program Green Diaspora Innovation 2022.

Beberapa pihak di dalam negeri juga turut memberikan perhatian dan dukungan. Program ini diluncurkan tepat pada saat peringatan Hari Maritim Nasional, 23 September, dan akan berlangsung 6 bulan. Melibatkan pelatihan bagi 40 kader Hizbul Wathan dari berbagai pelosok pesisir dan pulau di Indonesia.

Kader-kader berseragam warna tanah dan air, serta berkacu hijau bergaris putih, berlogo matahari ini akan menjadi barisan pelopor. Para pelopor HW Bahari ini akan merintis berdirinya qabilah (gugus depan) khusus HW Bahari di daerahnya masing-masing. Mereka akan diberi pembekalan oleh tim instruktur dari Indonesia dan Jerman, serta dilatih langsung terjun ke laut di Kepulauan Seribu. Mereka akan dilatih antara lain keselamatan di laut, rescue, diving, merestorasi terumbu, menanam bakau, dan mengolah hasil laut.

Ini mungkin hanya satu langkah kecil. Satu langkah dengan visi bagi kembalinya kejayaan kemaritiman Indonesia. Seperti mimpi Proklamator Republik Indonesia, seperti mimpi kita, seperti pedoman dari ayat-ayat laut dalam Al-Qur’an.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat