visitaaponce.com

Pemimpin Perubahan

Pemimpin Perubahan
Ilustrasi MI(MI/Seno)

DI tengah arus perubahan yang begitu cepat ini, ada empat tipe orang atau organisasi dalam menyikapi perubahan. Pertama, pemimpin perubahan, yang berusaha terdepan untuk memulai langkah perubahan yang kemudian menjadi acuan bagi yang lain untuk mengikutinya. Tipe ini sama dengan istilah penentu kecenderungan (trend setter) atau game changer.

Kedua, pengikut perubahan, yang berusaha untuk beradaptasi terhadap perubahan yang diinisiasi pihak lain agar bisa bertahan, memberi kontribusi, atau agar tidak ketinggalan zaman.

Ketiga, penonton perubahan, yang tidak sadar dan tidak mampu mengikuti perubahan sehingga tidak bisa memberi kontribusi apapun, dan pada akhirnya hanya menonton terjadinya perubahan. Tipe ini berpotensi ditinggalkan zaman.

Keempat, penentang perubahan, yang karena lamanya berada dalam zona nyaman kemudian selalu melakukan perlawanan setiap perubahan. Bisa jadi, ia menentang perubahan karena kepentingannya terganggu atau karena terlalu kuatnya kacamata masa lalu untuk melihat fenomena hari ini dan masa depan. Pertanyaanya, perguruan tinggi di Indonesia akan memosisikan diri pada tipe yang mana?

Honda pernah mengatakan sebagian orang bermimpi untuk lari dari kenyataan, tetapi sebagian lagi bermimpi untuk mengubah kenyataan. Mimpi menjadi kekuatan untuk mengubah kenyataan, apalagi ketika mimpi tersebut sudah mampu diterjemahkan menjadi visi. Bahkan, Jack Ma makin menegaskan bahwa kompetisi masa depan ialah kompetisi imajinasi dan kreativitas.

Jadi, kekuatan menjadi pemimpin perubahan bukan terletak pada ukuran kepintaran semata, melainkan kepada ketajaman visi, imajinasi, mimpi, dan kreativitas yang mengubah dunia. Dari sinilah diperlukan keberanian, kepercayaan diri, daya inisiatif, dan kekuatan memengaruhi untuk melahirkan inovasi dan future practice. 

Bangsa mana pun yang tergolong pemimpin perubahan di dunia ini umumnya memenuhi kriteria itu. Bangsa yang besar selalu diwarnai kekayaan inovasi future practice-nya. Hal itu terbukti dari uji korelasi yang dilakukan sebuah studi (IPB, 2021,) yakni skor Global Innovation Index (GII) berkorelasi positif dengan pendapatan per kapita sebuah negara. Semakin tinggi skor GII, semakin tinggi pula tingkat ekonominya. Negara dengan skor GII dan ekonomi yang tinggi, juga dicirikan oleh kualitas perguruan tinggi berkelas dunia di dalamnya.

Oleh karena itu, sebuah organisasi yang berorientasi menjadi pemimpin perubahan umumnya memiliki ladang persemaian imajinasi dan kultur arisan ide yang kuat karena ini ialah dasar bagi terciptanya future thinking. Bagi perguruan tinggi, produktivitas ide itu tecermin dari produktivitas riset, publikasi, invensi, dan inovasi. Dari sinilah pengetahuan dan teknologi baru bermunculan, yang selanjutnya menjadi modal perubahan.

Namun demikian, arisan ide yang berujung pada inovasi dan perubahan tersebut bukan datang tiba-tiba. Ini ialah produk dari keberhasilan membangun kultur pembelajar. Seorang inovator, ialah seorang pembelajar tangguh yang selalu kreatif dan imajinatif, diwarnai mindset positif, keingintahuan tinggi, penuh inisiasi, haus kebaruan, dan memiliki grit yang kuat.

Pembelajar tangguh ialah yang selalu melakukan tindakan belajar secara substansial. Tindakan belajar substansial persis yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara, yakni menjadikan rumah sebagai sekolah dan menjadikan setiap orang ialah guru. Nah, penguatan kultur pembelajar inilah harus dilakukan secara sistematis melalui pembaruan pendidikan, baik kurikulum maupun sumber daya penunjangnya. Dengan demikian, hulu dari upaya menjadikan diri kita sebagai pemimpin perubahan ialah pendidikan.

Oleh karena itu, kata kuncinya terletak pada sejauh mana kita hadir dengan kurikulum baru yang mampu membekali mahasiswa sebagai pemimpin perubahan. Mental menjadi pemimpin perubahan yang dimiliki civitas akademika ini akan memperkuat perguruan tinggi sebagai pemimpin perubahan di masyarakat. Lulusan unggul yang bermental pemimpin perubahan, pada akhirnya akan menjadi mitra strategis perguruan tinggi untuk bersama-sama memimpin perubahan. Bila semua perguruan tinggi dan alumninya memiliki semangat yang sama untuk menjadi pemimpin perubahan, pada akhirnya bangsa kita akan menjadi pemimpin perubahan di tingkat global.

Dengan inovasi yang dimiliki, IPB berusaha untuk menjadi pemimpin perubahan. Dengan visi IPB menjadi Techno-Sociopreneurial University (TSU), arena IPB dalam kepemimpinan perubahan semakin terarah. Dalam technopreneurship, agendanya ialah bagaimana mendayagunakan inovasi untuk kemajuan industri dan bisnis. Bila tingkat komersialisasi inovasi IPB telah mencapai 35%, diharapkan kualitas dampaknya bisa semakin besar untuk kemajuan UMKM dan industri agromaritim.

Sementara itu, dalam sociopreneurship, agendanya ialah bagaimana mendayagunakan inovasi untuk pengembangan masyarakat. Bila dalam 5 tahun terakhir ini IPB telah menyentuh sekitar 4.258 desa (5,7% desa di Indonesia) di 29 provinsi diharapkan bisa membawa perubahan untuk kemajuan desa. Artinya, kita ingin memulai menjadi pemimpin perubahan sesuai dengan bidang kompetensi kita, yakni inovasi dan future practice dalam bidang agromaritim, yang sejatinya amat strategis bagi masa depan bangsa.

Rasulullah pernah bersabda bahwa sebaik-baik manusia ialah yang memberi manfaat untuk orang lain. Maka, sebaik-baik perguruan tinggi ialah yang membawa perubahan yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa, kemaslahatan umat manusia, dan alam semesta.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat