visitaaponce.com

Paskah, Agama, dan Populisme

Paskah, Agama, dan Populisme
(Dok. Pribadi)

LEONARDO Boff dan Clodovis Boff, dua teolog pembebasan dari Brasilia, dalam buku berjudul Introducing Liberation Theology (1986) berkisah tentang seorang uskup yang bersumpah untuk setiap hari membantu orang-orang miskin dan kelaparan, setelah berjumpa dengan seorang ibu yang manyusui bayinya dengan payudara berdarah karena tidak mengandung air susu lagi.

Kisah ini menggambarkan getirnya kemiskinan dan penderitaan yang dialami oleh masyarakat Amerika Latin. Kisah yang melampaui kemampuan angka-angka statistik dalam mengungkapkan realitas kemiskinan kepada dunia.

Kondisi kemiskinan ekstrem ini telah mendorong lahirnya teologi pembebasan di Amerika Latin pada 1960-an. Pertanyaan utama teologi pembebasan ialah bagaimana gereja atau agama dapat mewartakan Kerajaan Allah yang membebaskan di tengah kondisi kemiskinan, ketidakadilan sosial, eksploitasi sumber daya alam, dan persoalan perdagangan orang.

John Sobrino merumuskan kondisi dan persoalan ini secara lebih radikal lagi. "Ratusan tahun penghayatan iman kepada Kristus belum mampu memberikan jawaban atas penderitaan benua ini, bahkan sekadar mencurigai adanya perselingkuhan antara kemiskinan yang tidak adil dengan iman kristiani."

John Sobrino menggambarkan bagaimana gereja dan agama pada umumnya dapat dipakai sebagai instrumen untuk melanggengkan penindasan, candu hiburan bagi masyarakat untuk melupakan realitas penderitaan, alat untuk melegitimasi kekuasaan politis populistik dan antidemokratis, serta sistem ekonomi yang eksploitatif, dan menciptakan kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin.

 

 

Paskah 

Dalam perayaan Paskah, umat Kristen sejagat mengenang Allah yang terlibat dalam pergulatan hidup manusia. Allah menunjukkan solidaritas-Nya yang radikal dengan umat manusia lewat penderitaan, pengkhianatan, dan hukuman salib. Salib dalam tradisi Yahudi adalah simbol hukuman bagi penjahat kelas berat, dan Allah harus mengambil jalan hukuman itu.

Peristiwa Paskah menyingkap keterlibatan Allah dalam kerapuhan manusia. Allah ditinggalkan oleh para murid yang dikasihi-Nya. Salah seorang murid bernama Yudas berkhianat dan menjual Yesus seharga 30 keping perak. Rasul Petrus yang dikenal sebagai pemberani menyangkal Yesus tiga kali.

Paskah juga mengungkapkan solidaritas Allah dengan manusia yang menjadi korban pengadilan yang korup dan manipulatif. Yesus berhadapan dengan Pilatus hakim yang tak adil, Herodes raja yang kejam, serta Anas dan Kayafas imam agung yang mencari kemegahan duniawi.

Lewat keterlibatan Allah dalam kerapuhan dan pengalaman situasi batas manusia, misteri Paskah mengajarkan kita bahwa urusan keselamatan manusia tidak dapat dibatasi pada perkara eskatologis pada akhir zaman. Berhadapan dengan penderitaan umat manusia yang disebabkan oleh ketidakadilan sosial, kerusakan ekologis, dan sistem ekonomi yang eksploitatif, agama tidak cukup hanya menawarkan sebuah harapan akan keabadian.

Allah yang hadir dalam diri Yesus menghadirkan sebuah paradigma tindakan kasih Allah yang menyelamatkan dalam sejarah dan dari ketertindasan. Dalam khotbah Yesus tentang Kerajaan Allah kita menemukan sebuah visi tentang model masyarakat Allah, sebuah kerajaan keadilan dan cinta di mana orang-orang miskin menempati tempat yang khusus.

 

Paskah dan kritik populisme 

Peristiwa Paskah adalah kritik terhadap tendensi spiritualisasi dan individualisasi pesan-pesan injili. Cukup lama Kerajaan Allah diinterpretasi sebagai perkembangan spiritual di dalam setiap pribadi atau sebagai pertumbuhan gereja. Ketika agama membatasi diri pada aspek spiritual dan perkara ritual semata, keberadaan agama-agama lain sering menjadi ancaman. Kontestasi perebutan kekuasaan, praktik-praktik intoleransi dan populisme kanan lainnya akan mewarnai kehidupan bersama agama-agama.

Hal ini hanya bisa diatasi jika agama-agama beralih dari pemahaman iman sebagai ortodoksi menuju ortopraksis. Iman yang teguh tidak cukup hanya ditentukan lewat kesetiaan terhadap kebenaran-kebenaran doktrin agama. Iman harus dihidupi dalam ortopraksis. Ia harus diungkapkan dalam karya kasih dengan orang miskin dan terpinggirkan untuk mengatasi ketidakadilan dan penindasan.

Untuk menjalankan praktik pembebasan, secara konsisten gereja perlu terlibat dalam proses politik pembebasan. Sebab netralitas politis tidak lebih dari endorsement implisit terhadap rezim yang sedang berkuasa. Paskah memberikan pesan bahwa Allah itu tidak berdiam diri di dalam singgasana kekuasaan, tapi masuk dalam sejarah perjuangan umat manusia untuk menghantar manusia kepada pembebasan dan hidup sejati dalam pengalaman kebangkitan.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat