visitaaponce.com

Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya

Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Dosen IISIP Jakarta Sadakita Br Karo(Dok)

ROCKY Gerung kerap menyampaikan kritik tajam pada Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Republik Indonesia. Dalam keseharian kritik dapat disampaikan manusia kepada manusia lain, kelompok lain, komunitas tertentu, pemimpin, dan  semua pihak yang berkepentingan dengan cara tertentu.

Lontaran kritikan Rocky pada Jokowi kerap mengundang pro dan kontra dari masyarakat di berbagai platform media. Ada yang mengatakan apa yang disampaikan aktifis tersebut merupakan penghinaan dan tak pantas dilontarkan, ada juga juga yang mengatakan bahwa itu merupakan kritikan atas dasar jabatan dan kinerja yang dilakukan Jokowi. Yang pasti sikap tersebut memunculkan kegaduhan di tingkat horizontal.

Bila kita mengulik tentang kata kritik, bila dianggap sebagai kritik pedas ialah kritikan yang bersifat menolak. Kritik membangun merupakan kritikan yang biasanya berupa saran-saran. Kritik tajam biasanya bersifat akurat, tepat, dan mendukung. 

Baca juga : Rocky Gerung Minta Jokowi Lebih Perhatian ke Atlet Panjat Tebing Jelang Olimpiade Paris

Sedangkan kritik yang baik adalah kritik yang di dalamnya terdapat hal positif dan negatif terhadap objek yang dikritik. Isi kritikan tak hanya menyampaikan kekurangan dan kelemahan melainkan juga memberikan solusi atau saran agar dapat meningkatkan kualitas pada kegiatan berikutnya. 

RC Kwan dalam buku Mensen Kritik, mengartikan penilaian atas kenyataan yang dihadapi  dalam sorotan norma. Konsep tersebut  menunjukkan bahwa dalam kritik harus ada norma-norma yang berfungsi sebagai dasar penilaian atau pembahasan terhadap suatu yang kita hadapi. 
 
Sebagian masyarakat memberi tanggapan bahwa Rocky Gerung tidak beretika dan tidak berbudaya Indonesia, dalam menyampaikan kritikan dan pendapat. Sebagian mengatakan bebas berpendapat sebagai bangsa yang menghargai kebebasan berbicara dan pendapat, sesuai UUD 1945. Pro kontra yang timbul terkadang dibarengi aksi yang mengarah pada konflik horizontal.

Ujaran kebencian

Hate speech (ujaran kebencian) merupakan fenomena yang krusial di Indonesia, yang notabene dianggap sebagai negara yang berakhlak dan bermartabat. Negara yang sangat menjunjung tinggi etika dan budaya sebagai negara demokrasi. 

Baca juga : Atlet Panjat Tebing Indonesia Berjaya di Shanghai, Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih ke Jokowi

Bebas mengemukakan pendapat dengan pikiran yang kritis dengan cara mengkritik, merupakan hal yang dituntut dalam masyarakat. Tujuannya agar perubahan bangsa dan negara dapat digiring bersamaan ke arah yang lebih baik. 

Berpikir kritis dengan analisa yang tajam akan menghasilkan kritik tajam. Sampaikanlah dengan etika dan moral yang baik sesuai budaya bangsa Indonesia. Hal inilah yang seharusnya menjadi perilaku komunikasi bangsa kita. 

Bila kritik yang tajam berdasarkan analisa serta disampaikan dengan etika dan moral yang baik, bangsa ini akan menjadi bangsa yang cepat mengalami perubahan. Kritikan mengandung masukan yang memerlukan analisa juga, sehingga penerima kritikan dapat mengubah arah dalam melakukan sesuatu jika kritikan tersebut memang dapat diterima akal sehat.

Baca juga :  PDIP Resmi Cabut Laporan Terhadap Rocky Gerung

Konteks budaya

Budaya Indonesia sangat menghargai etika komunikasi berdasar budaya yang sudah mendarah daging di masyarakat. Budaya itu dapat dilihat dari teks dan konteks di mana manusia berada. Orang yang lebih tua, punya jabatan, harus dihormati, dihargai dalam menjalin relasi sehingga siapapun dia berlaku budaya tersebut. Dari segi konteks budaya juga mengikuti. Tidak selamanya teks yang disampaikan salah jika dibarengi dengan konteks yang tepat.

Budaya secara umum dapat digolongkan ke dalam budaya individualis dan kolectivis. Kedua budaya tersebut memang berbeda secara signifikan. Kolektivis lebih mengedapankan kepentingan kelompok dari pada individu. Sedangkan individualis lebih mengedepankan personal.  

Dari dua budaya tersebut akan muncul juga bagaiman implementasi relasi dan perilaku berkomunikasi antara sesama dan kelompok.  Tidak dapat dipungkuri bahwa budaya bersifat dinamis, yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat, lingkungan, serta sains dan teknologi. 

Baca juga : Laporan Dicabut, Kubu Rocky Gerung Nilai Waktu Membuka Fakta

Hal tersebut memang terjadi tapi dalam hal yang fundamental pada masing masing budaya baik individualis dan kolektivis, harus tetap dijaga dan dipertahankan sebagai salah satu ciri khas bangsa dan negara.

Indonesia dengan budaya kolektivis mencerminkan bagaimana relasi dalam berinteraksi dan berkomunikasi antara elemen masyarakat, tentu harus juga dijaga dan dipertahankan. Sehingga ciri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah dan pola komunikasi yang sopan tetap terjaga dan berkelanjutan. Jika kita merusak dengan kata kata yang tidak mencerminkan kesopanan, ciri sebagai bangsa Indonesia juga akan punah masa yang akan datang.

Erosi budaya memang tidak bisa dihindari. Faktor generasi penerus, faktor sains, dan teknologi yang berkembang serta perubahan perubahan yang pasti ada maka erosi budaya pun pasti terjadi. Erosi nilai budaya ialah telah terkikis lapisan moral, spiritualitas, dan kemanusiaan  digantikan dengan nilai budaya kekerasan  yang merupakan stigma bagi institusi tertentu dengan karakter yang dimilikinya. Pengikisan cara hidup yang lama dimiliki bersama yang nilai-nilai moral, etika. dan nasionalisme mulai ditinggalkan. 

Erosi budaya dapat terjadi karena banyak  hal, yaitu globalisasi, perubahan lingkungan, teknologi, urbanisasi atau nilai nilai sosial, tekanan politik dan ekonomi. Ujaran kasar yang diucapkan apakah karena globalisasi, perubahan lingkungan atau nilai nilai sosial, atau tekanan politik?  

Apapun alasannya tentu tidak dibenarkan. Karena kata atau kalimat tersebut adalah sangat memalukan dan kotor dari segi budaya yang ada di Indonesia. Seorang presiden seharusnya dihormati dan dihargai sebagai pemimpin.  Mengkritik tentu dapat dilakukan dengan memilih kata yang bijaksana dan bisa mengubah pandangan yang dikrtik. 

"Yang perlu dikhawatirkan dalam konteks ujaran kebencian ini adalah dampaknya di mana masyarakat rentan termakan isu-isu yang bisa menimbulkan kekerasan, perpecahan, dan konflik," ungkap Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. (detik.Jatim 23/9/2022)

Jadi, mari kita menjaga budaya sopan santun dalam mengungkapkan kritik yang membangun. Tujuannya agar budaya bangsa tetap dapat diwariskan dari geberasi ke generasi. Ibarat pepatah harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading. Sudah seharusnya masyarakat mewariskan generasi yang tetap berbudaya, santun, dan baik untuk dapat dikenang generasi masa mendatang. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat