visitaaponce.com

Perang Melawan Judi Online

Perang Melawan Judi Online
Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten - Eko Supriatno(Dok)

‘Kekayaan yang dijanjikan dari perjudian adalah kebohongan. Karena judi yang kaya saja bisa jadi melarat apalagi yang miskin’. Rhoma Irama, sang Raja Dangdut

Fenomena judi online di Indonesia bak api dalam sekam. Tersembunyi, namun diam-diam membakar dan meluas dengan cepat.

Maraknya judi online di tengah masyarakat telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan. Layaknya virus yang menyebar dengan cepat, judi online diam-diam menggerogoti sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Dampak negatifnya pun tak bisa dipandang sebelah mata.

Baca juga : Tindakan Preventif Penting untuk Cegah Judi Online

Data dari berbagai sumber jurnalistik menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, baik dari segi jumlah pemain, situs web, hingga kerugian finansial yang ditimbulkan.

Sebuah laporan investigasi Narasi TV terbaru menyebutkan bahwa transaksi keuangan mencurigakan terkait judi online terus meningkat setiap tahunnya. Data PPATK pada kuartal pertama 2024, angka transaksi judi online mencapai titik yang mengerikan. Jika diakumulasikan, jumlahnya telah menembus Rp600 triliun hanya pada kuartal pertama tahun ini. Angka ini melonjak drastis dari Rp397 triliun di tahun 2023. Angka ini menunjukkan betapa masifnya fenomena ini dan betapa mudahnya akses terhadap situs-situs judi online.

Bukan hanya jumlah pemain, kerugian finansial yang ditimbulkan juga sangat memprihatinkan. CNN Indonesia pernah mengutip pernyataan dari pakar ekonomi digital yang memperkirakan kerugian negara akibat judi online mencapai triliunan rupiah per tahun.

Baca juga : Siswi SMA dan Tiga Remaja Putri Promosikan Judi Online

Para bandar judi online semakin lihai dalam menjalankan aksinya.  Mereka memanfaatkan berbagai platform, mulai dari situs web, media sosial, hingga aplikasi pesan instan untuk menjaring korban.  Liputan6.com pernah mengungkap modus baru dimana bandar judi online merekrut ibu rumah tangga untuk menjadi agen dengan iming-iming komisi besar.

Kondisi ekonomi yang sulit dan minimnya lapangan pekerjaan menjadi salah satu faktor pendorong masyarakat, terutama kalangan muda, tergibuk untuk mencari jalan pintas melalui judi online.

Riset menunjukkan peningkatan signifikan angka kemiskinan di daerah dengan akses judi online yang mudah.

Baca juga : PKS DKI: Pecat Anggota DPRD yang Main Judi Online

Para pemain judi online seringkali terjebak dalam lingkaran setan hutang piutang akibat kekalahan yang terus menerus.  Hal ini dapat berdampak pada kehidupan ekonomi keluarga dan sosial.

Harta benda habis tergadai, bahkan tak sedikit yang terlilit hutang besar. Untuk menutupi hutang akibat judi online, tidak sedikit orang yang nekat melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan, bahkan perampokan.

Perkembangan teknologi dan internet yang pesat membuat akses terhadap situs judi online menjadi sangat mudah. Cukup dengan smartphone dan koneksi internet, siapapun dapat dengan mudah mengakses situs-situs tersebut.

Baca juga : Polda Lampung Tangkap Belasan Selebgram Promosikan Judi Online

Meskipun ilegal, penegakan hukum terhadap judi online di Indonesia masih terbilang lemah.  Hal ini membuat para bandar judi online semakin berani dan leluasa dalam menjalankan aksinya.

Judi online sangat adiktif dan dapat menyebabkan kecanduan yang berujung pada gangguan mental seperti depresi, stres, hingga keinginan untuk bunuh diri.

Pemerintah perlu menindak tegas para pelaku judi online, baik bandar, agen, maupun pemain.  Hukuman yang berat diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah orang lain untuk terlibat.

Perlu adanya edukasi dan sosialisasi yang masif kepada masyarakat, terutama generasi muda, tentang bahaya dan dampak negatif dari judi online.

Pemerintah perlu bekerja sama dengan penyedia layanan internet untuk memblokir situs-situs judi online.

Maraknya judi online di Indonesia merupakan permasalahan serius yang perlu ditangani secara komprehensif. 

Dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, dan media massa untuk memberantas fenomena ini.  Tanpa upaya yang serius, judi online akan terus menjadi momok yang mengancam moral, ekonomi, dan masa depan bangsa.

Perlu Langkah Konkret

Menurut penulis, pemberantasan judi online memang perlu langkah konkret. Terutama setelah Presiden Joko Widodo membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online yang diketuai Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Pembentukan Satgas Pemberantasan Judi Online ini seolah menjadi angin surga bagi upaya pemberantasan judi online yang lebih serius, tetapi semua tergantung implementasi di lapangan. Bila tidak ada aksi yang konkret, tentu akan menjadi blunder.

Publik menaruh harapan besar pada Satgas Pemberantasan Judi Online bisa bekerja maksimal dalam memberantas dan menekanmenjamurnya aplikasi judi daring. Upaya pemberantasan judi daring itu, seperti hanya tabuhan genderang tanpa ada aksi perang yang sebenarnya. Bahkan, judi daring memakan korban dari aparatur negara yang seharusnya melakukan pemberantasan.

Judi online tak bisa lepas dari transaksi keuangan yang menggunakan platform berizin. Karena itu, perlu penegakan hukum serius untuk menindaklanjuti aliran dana judi online yang sudah diketahui PPATK.

Publik menaruh harapan besar pada Satgas Pemberantasan Judi Online bisa bekerja maksimal dalam memberantas dan menekanmenjamurnya aplikasi judi daring. Upaya pemberantasan judi daring itu, seperti hanya tabuhan genderang tanpa ada aksi perang yang sebenarnya. Bahkan, judi daring memakan korban dari aparatur negara yang seharusnya melakukan pemberantasan.

Dalam pemberantasan judi daring memiliki kesulitan tersendiri terkait karakteristik teknologi daring atau siber yang borderless (tanpa batas), lintas batas dan lintas negara, dengan kecepatan perubahan dan produksi konten yang sangat tinggi.

Meskipun demikian, judi daring tidak bisa lepas dari transaksi keuangan yang tetap menggunakan platform-platform yang masih bisa terkendali dan berizin.

Jadi, langkah pertama bila serius untuk melakukan pemberantasan judi online adalah menutup transaksi keuangan mereka (pelaku) karena kecepatan menutup konten ternyata tak mengalahkan produksi konten judi online.

Selanjutnya, perlu penegakan hukum yang serius dengan menindaklanjuti aliran dana judi daring yang sudah diketahui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Penulis juga mengkritisi langkah aparat penegak hukum yang hanya menangkap operator-operator dan konsumen di level bawah, sementara transaksi yang dilakukan bandar besar belum tersentuh. Transaksi Rp327 triliun yang pernah diungkap PPATK tidak ditindaklanjuti dengan serius.

Sementara itu, Direktorat Siber Polri yang dibentuk juga masih menyasar konsumen, tidak pernah menyentuh pengelola platform judi daring. Hal ini berakibat munculnya persepsi bahwa ada keterlibatan aparat penegak hukum sebagai beking bandar judi daring. Isu konsorsium 303 yang menyeret nama-nama petinggi kepolisian nyaris tidak pernah terkonfirmasi kebenarannya oleh otoritas Polri.

Selain itu, upaya menjerat pelaku judi daring dengan KUHP dan Undang-Undang ITE ternyata tidak juga membuat efek jera. Pasal 303 KUHP hanya menyebut hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp25 juta.

Menurut penulis, bandar judi daring seharusnya juga dijerat dengan pasal terkait undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang bisa menjerat tersangka dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.

Tetapi, itu saja tentu tidak cukup membuat jera. Makanya perlu segera diterbitkan undang-undang terkait perampasan aset hasil kejahatan.

Bukankah sesuai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 303 bis KUHP turut mengancam para pemain judi dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda pidana paling banyak 10 juta rupiah. Penjudi itu bagian dari pelaku, dan menurut KUHP pasal 303 itu menyatakan bahwa judi itu tidak pidana, begitu juga Undang-undang (UU) ITE Nomor 11 Tahun 2008 di pasal 27, judi online itu pidana, dan termasuk pidana berat, bukan pidana ringan, karena hukumannya judi online itu enam tahun penjara, denda Rp1 miliar.

Adapun UU ITE nomor 11 tahun 2008 Bab VII tentang Perbuatan yang Dilarang, pada Pasal 27 ayat 2 berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”

Perjuangan Memerangi Judi Online

Memerangi judi online bukanlah perkara mudah.Dibutuhkan kerjasama semua pihak, mulai dari pemerintah dengan regulasi yang ketat, penegak hukum yang tegas, hingga peran aktif masyarakat dalam membangun kesadaran akan bahayanya. Edukasi tentang literasi digital dan penguatan nilai-nilai agama serta moral menjadi benteng penting dalam melawan virus judi online ini.

Pemerintah, layaknya seorang panglima perang, punya tanggung jawab besar untuk melindungi rakyatnya. Strategi jitunya haruslah komprehensif dan menyasar semua lini.

Hukum harus menjadi panglima tertinggi!  Penindakan tegas terhadap pelaku dan bandar judi online, tanpa tebang pilih, akan memberikan efek jera dan meminimalisir ruang gerak mereka.

Ibarat menutup keran sumber air, pemblokiran situs judi online harus dilakukan secara berkala dan efektif.  Teknologi terus berkembang, begitu pula modus operandi para pelaku judi online.  Pemerintah harus selalu selangkah lebih maju!

Penting untuk terus mengedukasi masyarakat, terutama generasi muda, tentang bahaya laten judi online.  Sosialisasi yang masif dan menarik,  melibatkan tokoh masyarakat dan influencer,  dapat menjadi senjata ampuh.

Namun,  pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Masyarakat, sebagai garda terdepan, juga punya peran krusial:

Di era digital ini,  memiliki literasi digital yang aik adalah sebuah keharusan.  Masyarakat harus cerdas dan kritis dalam menyaring informasi di dunia maya,  termasuk tawaran-tawaran menggiurkan dari situs judi online.

Lingkungan keluarga dan masyarakat yang positif dan saling mendukung adalah benteng pertahanan terkuat.  Saling mengingatkan dan memberikan nasihat  dapat mencegah seseorang terjerumus dalam jerat judi online.

Jangan takut untuk melapor!  Masyarakat harus proaktif melaporkan situs atau aktivitas judi online kepada pihak berwenang.  Informasi dari masyarakat sangat berharga dalam upaya pemberantasan judi online.

Intinya,  perlawanan terhadap judi online membutuhkan sinergi dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat. 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat