visitaaponce.com

Islah Perti dan Tantangan Menjaga Khitah

Islah Perti dan Tantangan Menjaga Khitah
Khairul Fahmi Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, jemaah Perti Sumatra Barat(DOK. FACEBOOK)

PADA hari ini, 5 Mei 2023, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) genap berusia 95 tahun. Itu usia yang sangat mapan jika becermin pada gerakan ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang berdiri dalam waktu tidak terpaut jauh dengan Perti. Hanya saja, Perti harus mengakui bahwa diri mereka agak tertatih dalam melabuhkan peran keormasan mereka akibat terlalu lama terbelah akibat perbedaan pilihan politik elite-elite mereka.

Perti yang terbelah antara kelompok 'Tarbiyah' yang berafiliasi kepada Golkar dan kelompok 'Perti' yang berafiliasi pada PPP nyaris meninggalkan peran strategis mereka dalam membina madrasah tarbiyah islamiyah (MTI) sebagai basis gerakan keagamaan mereka.

Organisasi berjalan menurut kehendak elite mereka, sementara madrasah berjalan sendiri-sendiri pula dalam mengembangkan diri. Kalaupun sesekali terjalin hubungan antarorganisasi dan madrasah/pondok pesantren, hal itu tidak lebih sebatas relasi pragmatis semata.

Kondisi itu menjadi salah satu alasan kenapa banyak di antara orang yang secara kultur dan pendidikan lahir dari rahim Perti tidak hendak ambil bagian untuk memperkuat peran keormasan Perti. Pertimbangan mereka barangkali sederhana, apa gunanya ikut mengemban kerja-kerja keumatan yang dikelola Perti jika hanya berujung pada jebakan perbedaan dan konflik pilihan politik elite-elite Perti.

Pada gilirannya, kondisi itu menyebabkan sebagian besar generasi Perti memilih untuk berada di luar organisasi sembari tetap mengambil peran dalam menjaga dan mengembangkan madrasah/pondok pesantren berbendera tarbiyah islamiyah.

Kini, atau setidaknya sejak 2016, masa-masa suram Perti itu sudah berakhir. Kelompok 'Tarbiyah' dan kelompok 'Perti' telah bersatu kembali melalui proses islah dalam Munas 2016, dengan nomenklatur nama yang masih dipakai ketika itu ialah Tarbiyah-Perti. Artinya, nama yang digunakan masih mencerminkan dua kelompok berbeda yang baru bersatu.

Dalam Muktamar 2022, proses islah tersebut terus diperkuat dengan juga disepakati bahwa nomenklatur nama organisasi dikembalikan pada nama awal, yaitu Perti. Lambang yang digunakan ialah gabungan lambang yang pernah dipakai dua kelompok berbeda di tubuh Perti dengan mengambil warna dasar putih.

Pecah dan bersatunya kembali dua kelompok berbeda dalam Perti seyogianya bukanlah ibarat gelas pecah yang direkat kembali. Gelas pecah yang direkat kembali, sekalipun bisa kembali utuh sebagai sebuah gelas, sulit menghilangkan bekas-bekas pecahan yang ada.

Tidak akan cukup bermanfaat bagi penyelenggaraan peran keormasan Perti jika islah yang dilakukan tidak diiringi dengan menghilangkan segala bekas perpecahan itu.

Bersatunya kembali Perti lebih tepat diibaratkan dengan dijahitnya kembali dua bidang kain bermotif sama dengan jahitan yang solid. Setelah selesai dijahit, ia akan menjadi baju baru yang enak dipakai jutaan generasi Perti, yang agaknya telah siap mendedikasikan sebagian waktu dan tenaga mereka untuk menjalankan khitah Perti.

 

Menjaga khitah

Sembari terus melakukan konsolidasi organisasi pascaislah, mandat pendirian atau khitah organisasi mestilah menjadi fokus pergerakan Perti ke depan. Khitah Perti ialah pendidikan, dakwah, dan sosial. Sejak awal pendiriannya, Perti berkomitmen untuk memajukan kehidupan masyarakat melalui pendidikan. Bagaimanapun, jalan untuk mengubah nasib masyarakat ialah meningkatkan taraf pendidikan mereka.

Lebih-lebih, jemaah Perti rata-rata berasal dari kalangan masyarakat perdesaan atau pinggiran kota, yang tidak mudah mengakses pendidikan berkualitas. Degan menjaga konsistensi melaksanakan mandat pendidikan, Perti tentunya akan terus menjadi salah satu ormas Islam yang berkontribusi positif melaksanakan mandat konstitusional negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang tertuang dalam UUD 1945.

Hal paling konkret yang mesti dilakukan ialah pengurus Perti, mulai tingkat pusat hingga anak cabang di setiap kecamatan, memberikan perhatian yang sama bagi setiap madrasah yang ada. Madrasah atau pesantren ialah 'jantungnya Perti' sehingga ia harus menjadi fokus gerakan organisasi yang mesti digerakkan secara nasional. Jika komitmen kembali ke khitah dipegang teguh, tidak ada pilihan lain bagi Perti selain mengarahkan setidaknya 60% energi mereka untuk menggerakkan dan memajukan madrasah-madrasah yang ada.

Pada ranah mandat dakwah, sekalipun selama ini telah berjalan sesuai dengan amanah turun-temurun yang diterima dari para buya atau ulama-ulama Perti, perkembangan zaman yang begitu dahsyat menuntut Perti agar juga melakukan berbagai penyesuaian terhadap pola dakwah mereka. Perkembangan teknologi yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses segala hal melalui internet itu menuntut agar para pendakwah Perti juga melakukan adaptasi.

Lebih jauh dari itu, dakwah yang menekankan pada aspek pentingnya konfirmasi dan klarifikasi atas setiap informasi atau berita juga menjadi sesuatu yang teramat penting. Di era dengan fitnah, berita bohong, dan manipulasi informasi terjadi begitu masif, peran para ulama dan pendakwah menjadi sangat penting.

Jika para pendakwah tidak ambil bagian untuk hal itu, keutuhan umat dan bangsa akan jadi taruhannya. Oleh karena itu, setiap kerja dakwah yang dilakukan buya-buya Perti tidak lagi sebatas menyampaikan nilai-nilai dan ajaran Islam yang damai, tetapi juga bagaimana dakwah yang dijadikan sebagai sarana menjaga dan merekat persatuan dan kesatuan anak bangsa, yang secara fitrah sangat beragam.

Selanjutnya mandat sosial ekonomi yang sejauh ini tampaknya belum tersentuh secara baik. Idealnya, mandat itu diwujudkan dalam bentuk partisipasi aktif Perti dalam mengelola dan mengembangkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya warga Perti.

Perti tidak boleh hanya berhenti pada usaha meningkatkan mutu pendidikan dan dakwah, tetapi juga harus berkontribusi nyata dalam mendorong peningkatan kesejahteraan warga masyarakat melakukan gerakan sosial ekonomi warga. Bagaimanapun, tingkat kesejahteraan juga akan turut menentukan seberapa baik orang dalam menjalankan kewajiban agama dan negaranya.

Jika semua jajaran kepengurusan dan jemaah Perti memiliki komitmen yang sama untuk menjalankan khitah itu secara konsisten, dalam beberapa waktu ke depan, ketertinggalan akibat perpecahan sebelumnya akan dapat dijawab. Dengan begitu, Perti pun akan kembali pada peran awalnya sebagai salah satu kekuatan masyarakat sipil yang memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan hidup bernegara.

Lalu, bagaimana dengan dunia politik praktis? Selagi manusia hidup, ia tidak akan pernah lepas dari politik, begitu juga dengan Perti. Oleh karena itu, Perti pun tentu tidak akan pernah lepas dari dunia politik. Hanya saja, agar tidak terjebak lagi pada pengalaman buruk masa lalu, Perti secara organisasi mesti mengatur jarak yang dengan politik praktis. Perti tidak boleh lagi terlibat politik praktis sekalipun banyak di antara pengurus dan jemaah mereka merupakan pengurus atau anggota parpol.

Bagi para jemaah yang berada di dunia politik praktis, silakan menempuh jalan perjuangannya di parpol, apa pun parpolnya. Hanya saja, semuanya mesti memegang komitmen yang sama untuk tidak menarik Perti, untuk mengubah warnanya demi menyesuaikan dengan warna politik kelompok pengurus atau beberapa jemaahnya. Biarkan Perti tumbuh jadi diri mereka sebagai ormas Islam yang ingin berkontribusi membangun negeri ini melalui pendidikan. Hanya saja, bila komitmen ini dilanggar, Perti dipastikan tidak akan pernah bangkit lagi.

Sebagai catatan penutup, di hari jadinya yang ke-95 ini, semoga ormas Perti betul-betul mampu menginternalisasikan khitah perjuangan mereka serta mampu pula menjaga jarang dari ranjau hidup politik praktis yang pernah jadi penarungnya di masa lalu. Semoga!

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat