visitaaponce.com

Futures Studies dan Lokomotif Perubahan Menuju Indonesia Emas

Futures Studies dan Lokomotif Perubahan Menuju Indonesia Emas
(Dok. Pribadi)

RODA dinamika global dewasa ini berputar begitu cepat. Saking cepatnya, perubahan yang terjadi menyebabkan para pengambil keputusan dari level negara, perusahaan, hingga individu mengalami kebingungan massal. Bahkan, tidak sedikit yang gagal mengatasi masalah baru yang muncul. Meskipun demikian, ada juga yang mampu bertahan, bahkan mampu melejit di pusaran krisis. Mengapa demikian?

Sebagian kalangan melihat masalah ini dari perspektif teknis mengenai kemampuan taktis dalam penyelesaian masalah, seperti kecakapan sumber daya manusia dan kecukupan sarana. Akan tetapi, sebagian pihak melihat masalahnya jauh lebih dalam berkaitan dengan pola pikir.

Peter Drucker dalam Management Challenges or the 21st Century pernah memberikan nasihat penting, ”Bahaya terbesar ketika terjadi turbulensi bukan turbulensi itu sendiri, tapi cara menghadapinya yang cenderung menggunakan logika kemarin.”

Pola pikir yang kerap digunakan selama ini bertumpu pada pendekatan statis yang bersifat kontinu. Padahal, perkembangan global bersifat dinamis yang sebagian cenderung diskontinu dan tidak linear dengan sebelumnya. Contohnya, fenomena pandemi covid-19 dengan dampak globalnya, dan kecerdasan buatan. Sebelumnya muncul internet, parabola, komputer, dan lain-lain menjadi megatren di masanya.

Selain itu, pendekatan ‘kotak’ disiplin ilmu dalam banyak kasus tidak mampu menjawab tantangan masalah global saat ini dan mendatang. Pasalnya, pendekatan kotak kurang membuka ruang dan menekankan spesialisasi yang rigid. Padahal, saat ini kita berada di dunia yang kompleks dan terkoneksi.

Hubungan antarnegara di level internasional dewasa ini terhubung satu sama lain dalam relasi rumit yang membutuhkan pendekatan multidisiplin dan lintas disiplin untuk memahaminya. Contohnya, perang Ukraina tidak hanya konflik antara Kyiv dan Moskow yang berdampak cuma pada kedua negara. Efeknya bersifat global, dari pasokan senjata, ekonomi, hingga rantai pasokan pangan internasional.

 

Modernisme, ilmu sosial, dan masa depan

Modernisme selama ini menempatkan dunia dalam pola penyeragaman, keteraturan, dan mekanisasi. Bahkan, disiplin ilmu sosial yang cenderung tidak pasti harus mengikuti prinsip-prinsip kepastian ilmu alam. Meskipun dalam banyak kasus memberikan sumbangsih signifikan, polanya dalam melihat masalah bersifat partikular, spasial, dan tidak komprehensif. Akibatnya, dalam kondisi dunia yang dinamis saat ini, solusi yang ditawarkan tidak memadai.

Paradigma sains dengan ukuran-ukurannya yang jelas dan terukur melihat masa depan dengan kepastian dan kontrol, tanpa fleksibilitas adaptasi. Padahal masa depan bersifat tidak pasti dan tidak bisa dipastikan, apalagi dikontrol, meskipun bisa diprediksi. Perubahan iklim, pandemi, krisis ekonomi, sanksi, perubahan sosial, konflik, perang, dan berbagai fenomena lainnya menjadikan masa depan tidak bisa ditentukan secara pasti dengan takaran kepastian paradigma ilmu alam. Sebab, banyak faktor yang saling terikat di dalamnya yang membutuhkan pendekatan lain.

Sebagai contoh, analisis ekonomi seperti model Time Series Analysis yang diadopsi dalam ilmu sosial, meskipun penting tapi tidak memadai untuk menjawab berbagai permasalahan global yang dinamis. Masalah paling mendasar dari teknik-teknik ini bertumpu pada kontinuitas data antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Namun, pada saat yang sama mengabaikan masalah diskontinuitas.

Kemunculan teori baru berbasis chaos theory seperti butterfly effect, black swan, disruption, dan lainnya menegaskan sebuah fakta bahwa data masa lalu dan masa kini tidak bisa dibaca secara linear semata untuk memprediksi masa depan. Sebab, pola-pola yang didapatkan dari data masa lalu dan saat ini tidak hanya bersifat kontinu, tapi juga diskontinu, serta tuntutan kemampuan melakukan pemilahan dan pemaknaan pola baru. Futures studies sebagai disiplin ilmu baru memberikan tawaran alternatif dalam melihat masalah dari kacamata masa depan.

MI/Duta

 

Futures studies, merambah jalan baru

Manusia pada dasarnya memiliki kapasitas mengidentifikasi dan memberi makna pada kontinuitas dan diskontinuitas peristiwa dengan menggunakan imajinasinya, juga mengantisipasi maupun menyiapkan apa yang belum ada. Masa depan yang selalu imajiner memainkan peran kunci untuk dapat memilah dan memilih berbagai jenis kontinuitas dan diskontinuitas dalam proses mengantisipasi apa yang terjadi di masa depan dan menyiapkannya saat ini. Aspek ini yang tidak mendapat perhatian dalam paradigma sains, tapi jadi kunci penting dalam futures studies.

Meskipun menekankan imajinasi, futures studies berbeda dengan ramalan yang meyakini hanya ada satu masa depan karena melihat banyak alternatif masa depan. Futures studies lebih menekankan mengenai masa depan mana yang mungkin, mana yang bisa diraih, dan apa strategi untuk mewujudkannya. Bagi futuris, kemampuan memahami realitas sama pentingnya dengan realitas itu sendiri.

Oleh karena itu, meskipun menerima pola pikir logis, tapi menekankan tiga pola pikir lain, yaitu pikir sistemik, kreatif, dan intuitif untuk memahami masa depan. Sains hanya mengisi satu bagian kecil dari pendekatan dalam konsep Berlian Popper (2008) Foresight Diamond, yaitu expertise (kepakaran), creativity (kreativitas), peristiwa/data (evidence), dan interaction (interaksi).

 

NU dan tantangan mazhab futures studies

Futures studies atau studi masa depan adalah bidang studi interdisipliner yang mempelajari perubahan dan tren masa depan dalam rangka menginformasikan keputusan kita sehari-hari. Pendiriannya dapat ditelusuri kembali ke pertengahan abad dua puluhan.

Pada 1943, Ossip K Flechtheim, seorang profesor ilmu politik Jerman, mulai menggunakan istilah futurology untuk menggambarkan upaya memahami dan mengantisipasi tren masa depan secara ilmiah. Tapi, futures studies sebagai bidang formal didirikan pada 1966 oleh sekelompok akademisi dan profesional yang dipimpin oleh Johan Galtung, seorang sosiolog asal Norwegia.

Mereka mendirikan Institut Studi Masa Depan pertama di Oslo, Norwegia, yang kemudian berkembang menjadi Institut Studi Masa Depan Internasional (IFIAS). Sejak mulai diperkenalkan sejumlah akademisi, berbagai universitas hingga pusat riset terkemuka di dunia memberikan perhatian serius terhadap disiplin ilmu futures studies.

Selain Eropa dan Amerika, sejumlah negara di Timur Tengah juga memberikan perhatian serius terhadap perkembangan futures studies. Selain Uni Emirat Arab (UEA) yang memfokuskan pada pendirian museum masa depan dan pusat risetnya yang melibatkan futuris terkemuka dari Universitas Turku Finlandia, negara lain di kawasan Timur Tengah seperti Iran, sekitar dua dekade membuka jurusan futures studies untuk program master dan PhD di tiga universitas berbeda.

Dengan berbagai kontributor utama seperti Wendell Bell, Robert Jungk, dan Alvin Toffler, futures studies mulai dikenal secara global pada 1970-an. Sejak itu, banyak universitas, organisasi, dan pemikir independen yang telah berkontribusi untuk memperluas pemahaman kita tentang studi masa depan, dan bidang ini terus berkembang hingga hari ini.

Upaya UNU Yogyakarta mendirikan school of futures studies dengan menggandeng Uni Emirat Arab (UEA) merupakan terobosan baru yang penting, bukan hanya untuk NU, tapi untuk kemajuan Indonesia.

Pertama, sejauh keterbatasan penulis, hingga kini belum ada universitas di Indonesia yang membuka jurusan futures studies. Dengan demikian, UNU Yogyakarta akan menjadi pionir untuk pengembangan futures studies di Tanah Air.

Kedua, dinamika intelektual futures studies masih terbuka untuk mengembangkan mazhab baru dengan kekhasan Indonesia. Saat ini ada empat mazhab besar futures studies yang dikembangkan di dunia.

Mazhab futures studies pertama, mazhab Eropa, menekankan pada kekuatan visi dan filosofisnya dengan metode la prospective, imajinasi dan visi, yang dikembangkan para pakar seperti F Polak, Masse, Joevenel, Gadot, dan lainnya.

Mazhab kedua, Amerika menekankan masalah sumber daya, alokasi, dan produksi dengan titik tekan pada teknik kuantitatif dan skenario yang dikembangkan Meadows, Helmer Glenn, De Geus, dan lainnya.

Mazhab ketiga ialah yang dikembangkan para pemikir sosialis yaitu Malitza, Novaky, Markovic, dan Sicinski, yang memfokuskan pada forecasting dan perencanaan ekonomi terpusat.

Di luar ketiga ini, ada mazhab keempat yang menawarkan pola lain dari negara-negara sedang berkembang dengan membangun bangsa dan negara dunia ketiga. El Mandjra, Ahmed, Ziauddin Sardar, dan Soheil Inayatullah saat ini menjadi deretan pemikirnya.

Para intelektual NU bisa mengembangkan mazhab baru, atau paling tidak memperkuat mazhab keempat dengan kekhasan Indonesianya. Sebagai negara muslim terbesar di dunia, kebutuhan untuk mempelajari dan mengembangkan futures studies bukan hanya mengenai kemajuan fisik dan harapan mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 saja. Tapi lebih dari itu, mengembangkan intelektualisme yang memiliki kemampuan proyektif untuk merancang masa depan cerah di depan, sekaligus juga mampu mewujudkannya. Sebab, sebagaimana ditegaskan Emir Dubai Sheikh Al Makhtoum dalam pertemuan dengan delegasi PBNU, “Future belongs to those who ca imagine it, design it and execute it,” (Masa depan adalah milik mereka yang mampu membayangkan, merancang, dan mewujudkannya).”

Keempat, kehadiran pusat futures studies di Indonesia diharapkan akan mengarahkan riset dan penelitian-penelitian akedemis melakukan terobosan penting untuk lebih awal memahami masalah kebangsaan dan kenegaraan, serta merumuskan peta jalan penyelesaiannya untuk kepentingan nasional. Sebab, diakui atau tidak, sebagian riset akademis selama ini cenderung memotret masalah yang sudah ada dan menuliskannya sehingga acapkali terlambat memberikan solusi.

Semoga kehadiran pusat futures studies di Tanah Air akan mengembalikan muruah dunia akademis sebagai lokomotif perubahan dan kemajuan untuk Indonesia emas. Mengamini Edward Cornish, "Tujuan akhir futures studies ialah membangun masa depan yang terbaik.”

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat