visitaaponce.com

Wacana Perubahan UUD 1945 Hidupkan GBHN Terus Dikaji

Wacana Perubahan UUD 1945 Hidupkan GBHN Terus Dikaji
BANGKITKAN KEMBALI GBHN: Wakil Ketua MPR Syarief Hasan (tengah)(MI/Susanto)

WAKIL Ketua MPR RI Sjarifuddin Hasan mengatakan, saat ini MPR RI sedang menggulirkan sistem perencanaan pembangunan model GBHN sehingga lembaganya sedang mendalami wacana perubahan UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan dihidupkannya kembali GBHN.

‘’Ada beberapa kelompok masyarakat yang berpandangan sebaiknya GBHN dimasukkan dalam UUD NRI Tahun 1945. Dengan pandang an seperti itu, sebaiknya dilakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945 hanya khusus soal GBHN,’’ kata Syarief Hasan.

Menurut Sjarifuddin, ada dua pandangan yang mengemuka. Pertama, sebaiknya GBHN dimasukkan ke UUD NRI Tahun 1945 sehingga perlu dilakukan amendemen UUD NRI Tahun 1945 hanya pada soal GBHN.

‘’Alasannya, siapa pun presidennya tidak akan mengubah haluan negara. Setiap calon presiden harus mengajukan strategi pembangunan agar haluan negara bisa tercapai.’’

Kedua, pandangan GBHN diatur dan ditetapkan dengan undang-undang. Hal itu tidak berbeda jauh dengan apa yang sudah dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu pembangunan berpedoman pada UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Namun, Syarief mengungkapkan bahwa ada pandangan lain yang menginginkan dalam perubahan UUD NRI Tahun 1945 agar tidak hanya soal GBHN.

‘’Ada juga pandangan yang mengatakan tidak hanya soal GBHN, misalnya ada keinginan memperkuat kewenangan DPD. Kalau ini yang terjadi, akan terjadi perubahan sistem ketatanegaraan,’’ imbuhnya.

Oleh karena itu, Syarief mengunjungi berbagai universitas, bertemu gubernur, organisasi kemasyarakatan, pesantren, kelompok masyarakat lainnya untuk mendapatkan masukan, dan akademisi.

Salah satunya akademisi dari UGM Yogyakarta. Seperti Wakil Rektor UGM Djagal Wiseso Marseno Ketua DGB UGM Koentjoro serta puluhan guru besar lainnya, seperti Kaelan dan Sofi an Effendi.

Dalam beberapa kesempatan, Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Agum Gumelar juga pernah mengatakan sebelum pemerintah melakukan amendemen, sebaiknya dilakukan kaji ulang terhadap amendemen 1945 yang berlangsung pada 1998-2002.

‘’Amendemen yang dilakukan pada 1998 hingga 2002 itu telah menghasilkan sistem ketatanegaraan kita seperti sekarang ini. Kita menganut sistem presidensial, tapi cita rasanya kok parlementer,’’kata Agum.

Gumelar mengatakan empat kali amendemen yang dilakukan waktu itu telah memperlihatkan adanya penipisan kewenangan eksekutif dan penebalan kewenangan legislatif sehingga mengakibatkan sistem ketatanegaraan seperti saat ini. (Che/Cah/Ant/P-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat