visitaaponce.com

Padang Lamun untuk Penyelamat Erosi dan Turisme Pantai

Padang Lamun untuk Penyelamat Erosi dan Turisme Pantai
Ekosistem Padang Lamun di Pulau Dohrekar, Ayau, Papua Barat, dan Pulau Liki, Sarmi, Papua.(MI/SUMARYANTO BRONTO)

KEBERADAAN lamun (seagrass) kian tidak boleh dianggap remeh. Studi terbaru yang dilakukan Royal Netherlands for Sea Research mengemukakan jika tumbuhan dengan nama latin Enhalus acoroides steud ini sangat efektif dalam melindungi pantai-pantai tropis dari erosi.

Dilansir Science Daily, Rabu (2/1), kesimpulan itu didapat dari penelitian yang dilakukan para ilmuwan Belanda dan Meksiko di Laut Karibia. Hasil penelitian mereka telah dimuat di jurnal Bioscience volume terbaru.

“Tepi pantai yang memiliki padang lamun yang sehat dan algae dengan pengapuran yang baik, adalah kondisi yang tangguh dan lestari untuk perlindungan pesisir,” ujar Kepala Tim Peneliti Rebecca James yang juga kandidat doktor di University of Groningen dan The Royal Dutch Institute for Sea Research (NIOZ).

Tim memilih Laut Karibia sebagai tempat kajian karena hampir seperempat GDP negara-negara di sana didapatkan dari turisme kelautan.

Di sisi lain, erosi juga banyak terjadi di pantai-pantai wilayah itu karena antropogenik (seumber pencemaran akibat pengaruh aktivitas manusia). Salah satu sumber antropogenik itu ialah masifnya pembangunan di wilayah pesisir.

“Dengan meningkatnya pembangunan di pesisir maka pergerakan alami air dan pasir menjadi terganggung. Akibatnya, sumber daya alami menjadi rusak dan banyak wilayah pantai tropis yang mengalami erosi,” jelas salah satu peneliti Rodolfo Silva yang juga profesor bidang teknik kelautan di Universidad Nacional Autonoma of Mexico.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, saat ini kebanyakan upaya untuk memperbaiki pantai ialah lewat metode beach nourishment dan pembangunan tembok pelindung. Metode beach nourishment atau pengisian kembali badan pantai bukanlah baru.

Proyek beach nourishment pertama dilakukan pada 1922 di Coney Island, New York, Amerika Serikat (AS). Beberapa bahan yang kerap digunakan untuk mengisi kembali pantai ialah campuran lumpur dan tanah liat. Kedua bahan itu harus dibuat semirip mungkin dengan karakter pasir yang ada. Namun, teknik-teknik perbaikan pantai ini bukan tanpa kelemahan.

“Sampai sekarang, teknik penyelamatan pantai yang mahal seperti beach nourishment yang dilakukan berulang dan dinding pelindung adalah yang banyak dipakai untuk memerangi erosi. Namun, meningkatnya muka air laut dan badai tetap akan membuat pantai-pantai menderita erosi,” tutur Rodolfo Silva.

Untuk mengetahui kekuatan padang lamun dalam menahan pasir dan sedimen di tepi pantai, James dan pembimbingnya-Profesor Tjeerd Bouma melakukan percobaan sederhana tetapi signifikan.

Ia membuat sebuah saluran untuk mengatur arus air di Teluk Karibia. Saluran itu, dapat dipindahkan dan diatur sesuai kebutuhan. Tim peneliti kemudian mengamati gerakan sedimen dan partikel pantai akibat arus air yang dimodofikasi itu.

“Kami mendapatkan jika padang lamun sangat efektif dalam menahan sedimen. Apalagi jika dibantu dengan adanya alga dengan tingkat pengapuran yang baik,” jelas James.

Semenanjung Yucatan
Percobaan juga dilakukan di garis pantai Semenanjung Yukatan yang berada di tenggara Meksiko. Dalam percobaan di sana, salah satu tim peneliti Dr Brigitta van Tussenbroek dari Universidad Nacional Autonoma di Meksiko menjelaskan jika terlihat perbedaan yang sangat signifikan pada pantai yang memiliki padang lamun yang baik dengan yang tidak.

“Kami melihat jika besarnya erosi sangat terkait dengan jumlah vegetasi. Lebih banyak lamun, berarti lebih sedikit erosi,” ujarnya.

Sementara itu, tambah Van Tussenbroek, di pantai yang mengalami kerusakan padang lamun, peneliti menemukan adanya lonjakan laju erosi yang kemudian membuat metode penyelamatan pantai yang mahal menjadi urgen.

Penelitian itupun mendapat respon positif dari LSM lingkungan dan industri. “Hingga sekarang, padang lamun kerap dinilai sebagai gangguan ketimbang aset yang berharga untuk menjaga pesisir yang memiliki nilai pariwisata tinggi,” ungkap Bas Roels dari WWF Belanda.

Ia pun menilai jika studi tersebut membuka wacana soal konsep-konsep penyelamatan pantai yang memadukan ekologi dengan solusi rekayasa teknis.

Meski begitu anggota peneliti yang lain, Johan Stapel dari the Caribbean Netherlands Science Institute (CNSI) di St Eustatius, Antillen Belanda, mengingatkan jika teknologi yang memanfaatkan peran padang lamun ini membutuhkan pendekatan multilateral konservasi dan restorasi. Pasalnya, keberadaan padang lamun saat ini juga mendapat banyak tekanan dari polusi dan spesies pemangsa.

Mirisnya keberadaan padang lamun juga terjadi di Indonesia. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipaparkan Juli tahun lalu, menyebutkan hanya 6,67% padang lamun di Indonesia yang kondisinya sehat. (Big)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat