visitaaponce.com

Mengurai Keruwetan Warga Suburban

Mengurai Keruwetan Warga Suburban
Cover buku Menua dengan Gembira.(Dok. Shira Media)

"Manusia selalu berupaya melakukan yang terbaik dalam kondisi sesungguhnya mengenaskan, agar setidaknya berkesempatan untuk berbahagia walau nyaris selalu terjepit dan terdesak."

Kalimat itu diambil dari penutup bab ‘Yang Terjepit dan Terdesak’ dalam buku nonfiksi berjudul Menua dengan Gembira karya terbaru Andina Dwifatma. Terdengar satir, tetapi kehidupan memang demikian adanya. Manusia akan tetap mencari celah kebahagiaan meskipun dalam situasi tidak menyenangkan.

Buku setebal 140 halaman ini merupakan kumpulan esai Andina yang berangkat dari pengalaman hidupnya, termasuk dirinya sebagai kaum suburban. Sebagai warga yang tinggal di pinggiran Jakarta selama 15 tahun, Andina paham seluk-beluk keruwetannya. Ia pun memaparkan berbagai persoalan dengan sederhana, tutur bahasanya mengalir tanpa beban. Sungguh effortless kalau kata anak sekarang.

Andina menyuguhkan ragam topik yang lekat dengan keseharian, yang terkadang kita mungkin bahkan merasa hal tersebut tidak penting. Mulai ramainya perbincangan ibu-ibu di grup WhatsApp, kebiasaan memarkir kendaraan pribadi di jalan lantaran tak memiliki garasi, hingga maraknya penggunaan media sosial sebagai tempat mencari kesenangan hingga jodoh. Namun, di tangan penulis yang pernah memenangi Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2012, topik-topik sepele tersebut justru menghadirkan 'sesuatu' yang sebelumnya tidak terpikirkan.

Pada bab ‘Jalan Pintas Menuju Cinta’, ia, misalnya, membahas relasi antarpribadi bukan lagi sesuatu yang harus dimulai dengan dasar yang kuat. Andina mengisahkan fenomena di salah satu platform medsos yang lantas menghadirkan akun-akun 'menfess' alias mention and confess, kemudian muncul istilah friends with benefits (fwb) yang lantas kerap diasosiasikan sebagai kegiatan bersenang-senang tanpa butuh kepastian status. Ia lalu menyamakannya dengan forum chat MIRC yang sekian dekade lalu booming di kalangan generasi milenial atau  generasi Y.

Ia menganalisis keadaan tersebut mungkin disebabkan orang-orang merasa lelah untuk menjalani hubungan 'yang seharusnya' dimulai dari naksir, kenalan, hingga pendekatan. Di saat sama, media sosial memberikan ruang dan peluang. Meski begitu, ia mewanti-wanti bahwa patut diingat juga ada kejahatan yang bisa menyelinap dalam fenomena ini.

Kata Andina, tidak ada salahnya di antara debar petualangan, selipkan secuil kewaspadaan.

MI/Duta

 

Pandemi hingga Rusia-Ukrania

Kisah Kantor Berita Medsos, Negeri Opini, Dokter Amin dan Doom-Surfing sudah pasti pernah banyak dari kita lalui. Dokter Amin dan Doom-Surfing memaparkan realitas pada masa pandemi, kemudahan akses informasi, berita yang bertebaran hingga kemudahan untuk mempercayai sesuatu hanya berdasarkan awalan 'katanya'.

Bab Dokter Amin mengisahkan betapa mudahnya melabeli seseorang terjangkit korona di masa covid-19 sedang marak-maraknya. Mendengar ada yang sakit, sudah pasti warga langsung berasumsi terserang virus korona. Lalu dilanjut dengan proses 'membagikan' gambar rumah sakit yang diberi garis kuning polisi, warga langsung menduga pegawai di dalamnya terkena covid semua. Spekulasi-spekulasi itu lantas dijawab di bagian akhir oleh sang dokter bahwasanya foto yang dibagikan warga itu klinik di daerah lain karena menjadi tempat aborsi.

Doom-Surfing, Negeri Opini, dan Kantor Media Medsos memiliki bahasan yang hampir senada. Doom-Surfing menceritakan kebiasaan orang-orang selama masa pandemi yang rajin mengonsumsi berita entah benar atau tidak hingga menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada beberapa orang lantaran hampir dipenuhi dengan berita kematian akibat covid-19.

Sementara itu, bahasan Kantor Media Medsos dan Negeri Opini mengangkat tentang kemudahan warga +62 untuk saling beropini. Fenomena ini kerap disebut FOMO (Fear of Missing Out) atau enggak mau ketinggalan. Karena itu, harus bijak-bijak memilah informasi dan mengikuti suatu akun agar tidak tersesat. Jika Kantor Media Medsos dimulai dengan narasi perang Rusia dan Ukraina, Negeri Opini dimulai dari cerita Ustaz Quraish Shihab yang menyebut ulama zadul sangat menghindari menjawab pertanyaan yang bukan bidangnya.

 

Tak sekadar opini pribadi

Kumpulan esai yang ditulis pada medio 2017-2020 ini begitu menyenangkan untuk dibaca sehingga amat mungkin dirampungkan dalam sekali duduk. Penuturan Andina begitu asik, dengan diksi menarik yang di antaranya kerap menyelip istilah-istilah kekinian. Meskipun suguhan topik begitu membumi, hal-hal yang pasti pernah dialami oleh siapapun, Andina tetap menyertakan data secara angka, analisis pakar, hingga ungkapan-ungkapan penulis lain, seperti Seno Gumira.

Seperti dalam bab Perkara Nama, Andina menyelipkan hasil survei One Poll yang dilakukan atas nama Go Daddy, soal orangtua milenial yang memilih nama anak seunik mungkin supaya tak ada yang menyamai ketika membuat akun media sosial. Pun di bab Ngopi Sepanjang Jalan, yang bertutur mengenai budaya pop dengan contoh kafe kopi instagramable dengan nama bernuansa senja, Andina memberikan data tentang pertumbuhan gerai kopi di Indonesia dan angka konsumsi kopi nasional yang meningkat dalam 5 tahun terakhir, 8,22% per tahun.

Kendati ada suguhan data yang valid, beberapa di antaranya berupa angka, gaya bercerita Andina sungguh lepas seperti sedang ngobrol di dalam tongkrongan. Kadang ia menyuguhkan sudut pandang 'orang yang sedang sambat', ada juga suguhan cerita bernuansa satir tentang kebiasaan membagikan informasi yang datang dari aplikasi perpesanan tanpa melakukan cross check terlebih dahulu.

Penulis yang juga merupakan dosen Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya ini juga tidak luput menyoal tentang perempuan. Soal iklan produk skincare yang berjejelan di lini media sosial hingga membuat peer presure bagi seseorang membuat semakin bahwa apa yang dikisahkan memang berkorelasi dengan banyak orang. Akan tetapi, Andina tetap menyuratkan perihal pentingnya untuk tidak membandingkan kulit kita dengan orang Korea yang kinj banyak dijadikan acuan. Faktor 'U' itu nyata adanya dan hargailah bekas-bekas 'perjuangan hidup'. Menualah dengan Gembira.

Andina pun berbagi pesan dalam bab Premeditatio Malorum. Melalui sekelumit kisah mahasiswa tingkat akhir di kampusnya, Roykhan Ghifari, muncul banyak pesan tentang keharusan menyelesaikan apa yang sudah dimulai, siap menerima beragam peristiwa, hingga hidup dengan sebaik-baiknya.

"Barangkali aset terbesar negara ini adalah orang-orang yang sudah cukup berbahagia dengan jajan di pasar malam, ngobrol ngalor ngidul sambil minum kopi instan dan membawa anak mereka naik odong-odong lima ribuan, sementara ‘di atas sana’ semuanya berjalan seperti business as usual."

Bukan hanya cara berceritanya yang begitu menyenangkan, sampul bukunya pun sangat menarik. Sepintas saja melihat desain sampulnya, hati langsung terpikat untuk segera membaca isinya. (M-2)

 

Detail Buku

Judul: Menua dengan Gembira

Tahun Terbit: 2023

Penerbit: Shira Media

Halaman: 140

 

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat