visitaaponce.com

Dampak Pandemi Terhadap Ekonomi Dinilai tak Akan Separah Sebelumnya

Dampak Pandemi Terhadap Ekonomi Dinilai tak Akan Separah Sebelumnya 
Penerapan aplikasi PeduliLindungi di Pusat perbelanjaan(MI/Dwi Apriani)

PANDEMI covid-19 dinilai masih jadi tantangan utama bagi pemulihan ekonomi Indonesia. Namun seiring membaiknya penanganan kesehatan di Tanah Air, maka dampaknya dirasa tak akan separah sebelumnya. 

Demikian dikatakan Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky kepada Media Indonesia, Rabu (2/2). Menurutnya, kendati varian omikron merebak, Indonesia dinilai lebih siap dan mampu menekan dampak virus tersebut pada perekonomian. 

"Ini akan sangat bergantung pada penanganan kesehatan di Indonesia. Namun kita lihat sekarang kasus omikron mulai muncul dan sepertinya akan menghambat aktivitas ekonomi, walaupun tidak separah sebelum-sebelumnya," ujar Riefky. 

Indonesia, sambungnya, memiliki modal yang cukup baik dan kuat dari berbagai capaian di 2021. Peningkatan inflasi yang sekarang terjadi di banyak negara, justru tak menimpa Indonesia. 

Baca juga : Potensi Belanja Pemerintah Capai Rp1.200 Triliun, LKPP: E-Katalog Jadi Kunci

Tingkat inflasi nasional masih relatif lebih rendah dibandingkan negara lain. Meski rendahnya inflasi turut menggambarkan daya beli masyarakat yang belum pulih, Riefky menilai, hal itu tak akan berdampak besar pada perekonomian secara menyeluruh. 

"Saya meyakini kita tidak akan mengalami inflasi yang overheating. Negara yang mengalami inflasi overheating itu muncul dari stimulus yang masif di awal. Kita relatif tidak begitu besar, sehingga isu inflasi itu jauh lebih kecil," terang dia. 

Hal yang menurut Riefky mesti menjadi perhatian pengambil kebijakan ialah tantangan ekonomi ke depan. Pasalnya, tahun ini merupakan saat terakhir berbagai stimulus Indonesia dapat terlaksana. 

"Pada 2023 ketika burden sharing berhenti, defisit harus kembali maksimal 3%, ini akan banyak risiko yang muncul. Bagaimana pemerintah harus memanage itu dan di lain disi pada saat burden sharing dihentikan, bagaimana pasar menyerap government bonds yang saat ini masih diserap oleh BI. Itu berpotensi memberikan tekanan di pasar uang Indonesia," pungkasnya. (OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat