Dampak Pandemi Terhadap Ekonomi Dinilai tak Akan Separah Sebelumnya
![Dampak Pandemi Terhadap Ekonomi Dinilai tak Akan Separah Sebelumnya](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/02/cf49cd3e593d107838ebf59328e0861a.jpg)
PANDEMI covid-19 dinilai masih jadi tantangan utama bagi pemulihan ekonomi Indonesia. Namun seiring membaiknya penanganan kesehatan di Tanah Air, maka dampaknya dirasa tak akan separah sebelumnya.
Demikian dikatakan Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky kepada Media Indonesia, Rabu (2/2). Menurutnya, kendati varian omikron merebak, Indonesia dinilai lebih siap dan mampu menekan dampak virus tersebut pada perekonomian.
"Ini akan sangat bergantung pada penanganan kesehatan di Indonesia. Namun kita lihat sekarang kasus omikron mulai muncul dan sepertinya akan menghambat aktivitas ekonomi, walaupun tidak separah sebelum-sebelumnya," ujar Riefky.
Indonesia, sambungnya, memiliki modal yang cukup baik dan kuat dari berbagai capaian di 2021. Peningkatan inflasi yang sekarang terjadi di banyak negara, justru tak menimpa Indonesia.
Baca juga : Potensi Belanja Pemerintah Capai Rp1.200 Triliun, LKPP: E-Katalog Jadi Kunci
Tingkat inflasi nasional masih relatif lebih rendah dibandingkan negara lain. Meski rendahnya inflasi turut menggambarkan daya beli masyarakat yang belum pulih, Riefky menilai, hal itu tak akan berdampak besar pada perekonomian secara menyeluruh.
"Saya meyakini kita tidak akan mengalami inflasi yang overheating. Negara yang mengalami inflasi overheating itu muncul dari stimulus yang masif di awal. Kita relatif tidak begitu besar, sehingga isu inflasi itu jauh lebih kecil," terang dia.
Hal yang menurut Riefky mesti menjadi perhatian pengambil kebijakan ialah tantangan ekonomi ke depan. Pasalnya, tahun ini merupakan saat terakhir berbagai stimulus Indonesia dapat terlaksana.
"Pada 2023 ketika burden sharing berhenti, defisit harus kembali maksimal 3%, ini akan banyak risiko yang muncul. Bagaimana pemerintah harus memanage itu dan di lain disi pada saat burden sharing dihentikan, bagaimana pasar menyerap government bonds yang saat ini masih diserap oleh BI. Itu berpotensi memberikan tekanan di pasar uang Indonesia," pungkasnya. (OL-7)
Terkini Lainnya
Dorong Peran Badan Usaha Keuangan dan Perbankan dalam Ekosistem Keuangan Berkelanjutan
Ekonomi Indonesia dan Timor Leste Bisa Tumbuh Bersama
Banggar dan Pemerintah Sepakati Asumsi Makro untuk RAPBN dan RKP 2025
Shopee Ungkap Tren Produk Lokal Favorit Paling Banyak Dicari di Seluruh Indonesia
DBS Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tumbuh Mencapai 5 Persen
DBS Perkirakan Rupiah masih Melemah di Kuartal III Tahun Ini
Industri Minuman Ringan belum Pulih dari Pandemi
Waspada Penularan Covid-19 saat Libur Nataru
Pandemi Merebak, Dokter Gigi Cantik Raih Jalan Sukses Jadi Pengusaha Skincare
Investasi Pascapandemi
Pandemi Covid-19 Mereda, Bisnis Agen Perjalanan pun Menggeliat
The Fourth APRMC Bahas Bisnis dalam Merespons Dampak Pandemi
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap