visitaaponce.com

Pemerintah RI Keluhkan Aturan EUDR ke Pemerintah Jerman

Pemerintah RI Keluhkan Aturan EUDR ke Pemerintah Jerman
Pekerja di Jombang, Jawa Timur menyelesaikan kerajinan kayu yang diperuntukkan untuk ekspor ke Eropa(Antara/Syaiful Arif)

WAKIL Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyampaikan kendala yang dialami pemerintah Indonesia untuk mengekspor produk kayu setelah berlakunya Uni Eropa Deforestation-free Regulation (EUDR) yang diterapkan oleh pemerintah Jerman. 

Menurut dia, sistem verifikasi legalitas dan kelestarian (SVLK) yang berlaku sebelumnya padahal telah mampu menekan angka pembalakan liar di Indonesia dan meningkatkan ekspor produk kayu, terutama ke Uni Eropa.

“Namun, dengan mulai berlakunya EUDR pada tahun 2023, para pelaku usaha produk kayu mempertanyakan status forest law-enforcement governance and trade (FLEGT) yang telah dibangun antara Uni Eropa dan Indonesia dan menyampaikan beban uji tuntas akibat berlakunya EUDR,” kata Alue dalam keterangan resmi, Rabu (18/10).

Baca juga : Berkunjung ke Tiongkok, Mutu Komitmen Perkuat Layanan Green House Gas

Seperti diketahui, dalam kebijakan EUDR, Uni Eropa meminta agar barang-barang atau komoditas yang masuk ke Eropa bebas dari deforestasi tergantung kepada undang-undang di negara masing-masing dan dilengkapi uji kelayakan.

Selain itu, negara-negara juga akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan risikonya, yaitu risiko tinggi, risiko standar, dan risiko rendah.

Baca juga : Produk Kayu Olahan RI Bukukan Potensi Transaksi US$3,1 Juta di Interzum 2023 Jerman

Menurut dia, permasalahan implementasi EUDR yang tidak hanya berpengaruh pada produk hasil hutan, namun juga pada komoditi lainnya, yaitu minyak kelapa sawit, kopi, coklat dan karet. 

“Serta sistem penentuan tingkat negara berisiko yang sangat mendiskreditkan negara,” imbuh Alue.

Menanggapi itu, State Secretary Silvia Bender menyampaikan, pemerintah Jerman memahami permasalahan pemberlakuan EUDR terutama pada unit usaha kecil dan menengah, karena EUDR juga dirasakan oleh pelaku usaha di Jerman. Pemerintah Jerman sendiri masih mengkaji implementasi due dilligence di perbatasan negara.

Secara spesifik, ia menyampaikan alasan EUDR diterapkan karena pengelolaan hutan di negara produsen masih kurang baik. 

“Terkait hal tersebut, pemerintah Jerman menampung aspirasi pemerintah Indonesia dan akan menyampaikannya dalam forum Uni Eropa yang lebih tinggi di Brussels,” ucapnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat