visitaaponce.com

Suku Bunga Higher for Longer, Dirut BRI Semoga Tidak Berlangsung Lama

Suku Bunga Higher for Longer, Dirut BRI : Semoga Tidak Berlangsung Lama
Dirut BRI Sunarso(Antara)

Direktur Utama Bank BRI Sunarso mengatakan dari sisi bisnis, perbankam berharap  suku bunga tinggi agar tidak berlangsung terlalu lama.

Kebijakan tingkat suku bunga tinggi oleh bank sentral AS dan banyak negara maju lainnya sebagai dampak lebam dari penanganan Covid-19 terdahulu, dimana kala itu semua negara membelanjakan anggarannya untuk vaksin Covid-19, serta menangani rantai pasok yang terganggu saat pandemi. Hal tersebut menyebabkan inflasi. Maka untuk meredamnya, respon semua bank sentral di dunia yaitu menaikkan suku bunga.

Bank Indonesia pun selama ini berusaha menahan kenaikan suku bunga BI-7DRRR dengan bauran kebijakan.

"Tadinya kebijakan bauran tersebut efektif. Kemudian suku bunga AS Fed Rate terus naik. Akhirnya BI berani menaikkan suku bunga. Kini, selisih atau spread Fed Rate dengan BI Rate tinggal 0,25%. Mudah-mudahan tidak terlalu lama higher-for-longernya. Menurut saya ini cukup resilient dengan nilai tukar rupiah," kata Sunarso, pada acara Ngopi BUMN, Kamis, di Jakarta, Kamis (26/10).

Meski demikian dia memandang dengan situasi makroekonomi Indonesia yang masih baik, Bank Indonesia masih punya kesempatan untuk menaikkan suku bunga lagi.

"Tapi naik sampai berapa saya tidak berani memastikan. Itu ranah Bank Indonesia. Tapi era higher-for-longer suku bunga ini yang harus diantisipasi oleh kita semua baik perbankan maupun sektor riil," kata Sunarso.

Efek dari kenaikan suku bunga yang dikhawatirkan pasar yaitu akan merambat kepada suku bunga kredit perbankan juga kepada melambatnya permintaan kredit, serta memburuknya kuatlitas kredit.

Namun Sunarso mengingatkan bahwa permintaan kredit akan sangat dipengaruhi oleh dua hal yaitu konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.

"Pertumbuhan kredit itu bukan semata-mata tergantung kepada tingkat suku bunga acuan bank sentral. BRI punya analitikal menggunakan ekonometri, ternyata permintaan kredit dan pertumbuhan kredit sangat elastis terhadap dua hal, konsumsi rumah tangga, dan daya beli masyarakat," kata Sunarso.

Sehingga apabila pemerintah mau mendorong pertumbuhan PDB melalui mendorong pertumbuhan kredit, maka dia tekankan untuk menyediakan dukungan kepada daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga.

"Orang akan punya daya beli bila berpenghasilan dan bekerja. Maka beri mereka pekerjaan. Kalau waktunya tidak cukup, maka kasih stimulus, menggunakan kebijakan fiskal. Pertanyaannya fiskalnya ada atau tidak untuk stimulus tersebut. Itu analisa saya dari sudut bisnis, menganalisa kebijakan makro dan menerjemahkan menjadi respon strategis di dalam lingkungan bisnis BRI," kata Sunarso.

Banyak analis memperkirakan era higher for longer suku bunga ini akan berlangsung  hingga kuartal II 2024. Maka sampai saat itu, industri dan perbankan Indonesia harus terbiasa dengan suku bunga tinggi.

Langkah Mitigasi BRI

BRI sudah membuat berbagai simulasi dari kemungkinan suku bunga akan tinggi lebih lama hingga kualitas kredit yang mungkin akan memburuk.

Maka yang harus dilakukan bank, yaitu pertama memperketat petunjuk portofolio kredit. Artinya BRI akan ketat menyeleksi debitur.

Kedua, bank harus menjaga Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) agar tetap cukup. Tujuannya supaya kalau terjadi landing, stagflasi bahkan reflasi ekonomi, dimana muncul perburukan kualitas kredit, perbankan akan tetap smooth landing karena telah memiliki bantalan cadangan yang cukup.

"Ketiga, perbankan harus tetap tumbuh, tetapi selektif karena kredit yang lebih ketat. Terakhir, perbankan harus setiap saat melakukan simulasi, karena strategi bisa berubah baik secara bulanan, mingguan dan harian. Industri pun harus selalu melakukan monitoring terhadap aliran kas perusahaan atau cashflow monitoring," tandas Sunarso. (Try/E-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat