Gempuran Produk Tiongkok Bikin Industri Tekstil Nasional Terpuruk
![Gempuran Produk Tiongkok Bikin Industri Tekstil Nasional Terpuruk](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/06/f58a1669fcba72dc4f1495b9320f8b4e.jpg)
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda melihat maraknya peredaran barang tekstil dan produk tekstil (TPT) asal Tiongkok di Tanah Air sangat berbahaya. Itu membuat industri tekstil Indonesia semakin terpuruk.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Tiongkok merajai suplai produk pakaian dan aksesori rajutan (HS 61) di Indonesia dengan penguasaan 38,76% dari total barang dan memasok 30,28% barang pakaian dan aksesori bukan rajutan (HS 62) selama Januari-Maret 2024. Pada Januari 2024, nilai impor pakaian dan aksesori baik rajutan maupun bukan rajutan melonjak drastis dari US$12,26 juta atau setara Rp201 miliar (kurs Rp16.470) menjadi US$23,98 juta atau Rp394 miliar di Maret 2024.
"Produk TPT kita bisa terkapar karena produk impor ini," ujar Nailul kepada Media Indonesia, Jumat (21/6).
Baca juga : KSPN: Sekitar 50 Ribu Pekerja Pabrik Tekstil Terkena PHK Sepanjang 2024
Masalah lainnya, ia menambahkan, pasar ekspor produk TPT terbesar Indonesia, yakni Amerika Serikat tengah mengalami penurunan permintaan dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya permintaan barang TPT dari Indonesia juga menurun. Kondisi ini diperparah oleh produk TPT Tiongkok yang juga masuk ke negara tujuan ekspor Indonesia.
Dengan ketidakmampuan bersaing, banyak pabrik tekstil di Tanah Air yang bangkrut dan ini menjadi biang kerok adanya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja tekstil di Tanah Air secara besar-besaran.
"Dengan menurunnya produksi, maka pendapatan perusahan tergerus. PHK dalam jumlah yang besar pun terjadi," terangnya.
Baca juga : Gelombang PHK di Jawa Tengah Diperkirakan Berlanjut Hingga September
Dihubungi terpisah, Ketua Perhimpunan Produsen Pedagang Pakaian Bayi Indonesia (P4BI) Roedy Irawan mengatakan penjualan pakaian dan perlengkapan bayi pada 2023 turun di kisaran 15%-25% secara tahunan atau year on year (yoy).
"Dari 2023 sampai sekarang penjualan terus turun. Di 2024 ini yang terberat," ucapnya.
Dengan menjamurnya penjualan produk pakaian dan perlengkapan bayi di platform e-commerce diyakini menggerus pendapatan perusahaan. Terlebih dengan derasnya barang impor ilegal. Roedy menyebut banyak perusahaan yang mengalami kerugian karena adanya praktik dumping atau kebijakan di mana harga barang diekspor dan dijual di luar negeri lebih murah untuk menguasai pasar. (Z-11)
Terkini Lainnya
Kemenperin Dalami PHK Massal di Sritex
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Tanggapi PHK di Sritex
Gobel: Badai PHK Akibat Hati tak Hadir
Kemnaker sudah Komunikasi dengan Tokopedia terkait PHK Karyawan
KSPN: Sekitar 50 Ribu Pekerja Pabrik Tekstil Terkena PHK Sepanjang 2024
Timnas Voli Pantai Indonesia Melaju ke Semifinal AVC Beach Volleyball Continental Cup
Provinsi Kaltim Gandeng Investor Tiongkok
KTT Malaysia-Tiongkok 2024 Diklaim Beri Manfaat bagi Bisnis Indonesia
Kompolnas: Markas Judi Online ada di Tiongkok, Kamboja dan Vietnam
Kaltim Berencana Bangun Pabrik Biodiesel Lewat Investasi Tiongkok
Kemitraan dan Kualitas Pendidikan
Ketahanan Kesehatan Global
Membumikan Diskursus Islam Indonesia di Inggris Raya
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap