visitaaponce.com

Lapan Anomali Suhu Sebabkan Hujan Bulan Juni

Lapan: Anomali Suhu Sebabkan Hujan Bulan Juni
Warga membersihkan sampah yang terbawa arus banjir di kawasan Kacapiring, Bandung, Jawa Barat, Senin (21/6/2021).(ANTARA/NOVRIAN ARBI)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memprediksi bahwa musim kemarau di wilayah Indonesia terjadi pada Juni - Oktober 2021. Namun demikian, beberapa wilayah di Indonesia masih terus diguyur hujan. Melihat fenomena tersebut, Peneliti Klimatologi PSTA-Lapan Erma Yulihastin mengungkapkan, hujan yang masih sering terjadi di wilayah barat Indonesia, yakni Jawa dan Sumatra sejak awal Juni terjadi karena pengaruh dinamika laut atmosfer yang terjadi di Samudra Hindia.

"Dinamika ini ditunjukkan dari pembentukan pusat tekanan rendah berupa pusaran angin yang dinamakan dengan vorteks di selatan ekuator dekat pesisir barat Sumatra dan Jawa," kata Erma dalam keterangan resmi, Rabu (23/6).

Baca juga: NasDem Ajak Semua Fraksi Menyatukan Pandangan Soal RUU PKS

Adapun, ia menyebut pembentukan vorteks di Samudra Hindia yang sangat intensif sejak awal Juni ini diprediksi bertahan sepanjang periode musim kemarau sehingga berpotensi menimbulkan anomali musim kemarau yang cenderung basah sepanjang bulan Juli-Oktober pada tahun ini.

Anomali musim kemarau tahun ini juga diperkuat dengan prediksi pembentukan dipole mode negatif di Samudra Hindia yang berpotensi menimbulkan fase basah di barat Indonesia.

"Dipole Mode ini ditandai dengan penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia dekat Sumatra," tambahnya.

Sedangkan sebaliknya, lanjut Erma, di wilayah dekat Afrika mengalami pendinginan suhu permukaan laut. Kondisi ini mengakibatkan pemusatan aktivitas awan dan hujan terjadi di Samudra Hindia barat Sumatra sehingga berdampak pada pembentukan hujan yang berkepanjangan selama musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia.

"Penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia barat Sumatra ini juga merupakan bagian dari feedback response terhadap kondisi di Samudra Pasifik yang saat ini mengalami La Nina namun semakin melemah dan cenderung menuju kondisi netral," bebernya.

Baca juga: BPPT Dorong Penguatan Strategi AI Tingkatkan Daya Saing dan Kemandirian

Meskipun demikian, Diple Mode negatif ini diprediksi hanya berlangsung secara singkat, yaitu dua bulan (Juli-Agustus) sehingga belum memenuhi kriteria Dipole Mode yang secara ilmiah harus terjadi minimal 3 bulan berturut-turut.

Namun, eksistensi vorteks dan penghangatan suhu permukaan laut di perairan lokal Indonesia diprediksi akan terus berlangsung hingga Oktober.

"Gabungan vorteks dan anomali suhu permukaan laut lokal ini merupakan faktor pembangkit yang menyebabkan anomali musim kemarau cenderung basah pada tahun ini terutama di wilayah Indonesia bagian selatan (Jawa hingga Nusa Tenggara Timur) dan timur laut (Maluku, Sulawesi, Halmahera)," pungkas Erma. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat